Ki Tae yang kedinginan dalam
tidurnya menarik selimut, dan ngulet ke samping, memeluk seseorang. Hah,
seseorang? Ki Tae membuka matanya perlahan, dan super kaget melihat Yeo Reum
yang ada di sebelahnya, kenapa kau di sini? Yeo Reum bangun masih dengan mata
terpejam, di luar sangat dingin pagi ini. Ki Tae berteriak mengusirnya pergi.
Yeo Reum malah heran kenapa Ki Tae begitu marah dan tidur lagi dengan
santainya. Ki Tae melongok ke bawah selimut, dan lega Yeo Reum masih pakai
celana. Hahaa, lucu amat Ki Tae ini!
Ki Tae menyiapkan sarapan hanya
untuk dirinya sendiri, dan terganggu dengan Yeo Reum yang ada di hadapannya,
sedang apa kau? Kau bilang makan dilarang, jawab Yeo Reum, jadi cukup mataku
saja yang makan. Ki Tae tadi menyuruh Yeo Reum pergi, tapi sama Yeo Reum malah
dikira suruh pergi dari tempat tidur aja, hahaa.
“Kau melakukan ini dengan alasan
kan? Untuk membuatku marah?” tanya Ki Tae. Yeo Reum tak mengerti, untuk apa? Ki
Tae tanya apa benar-benar tak ada tempat untuk pergi? Kau tak punya saudara
atau teman? Tapi teman Yeo Reum semuanya perempuan, ia hilang kontak dengan
saudaranya, ia tak pernah punya ayah, dan ibunya pergi meninggalkannya.
Ki Tae terdiam sebentar, tapi terus curiga kau
berakting menyedihkan agar bisa bergantung padaku kan? Yeo Reum tertawa, ini
tak bekerja padamu, tak seperti pada Jang Mi. Ki Tae bangkit dengan kesal, dan
Yeo Reum malah senang karena Ki Tae masih meninggalkan sebutir telur di meja,
kumakan ya? Ki Tae tak mengiyakan atau melarang, hanya menyuruh Yeo Reum cuci
piring. Ki Tae kasian juga ternyata sama Yeo Reum, hehe.
Yeo Reum minta Ki Tae yang sudah
akan pergi menunggunya, tapi Ki Tae sengaja lewat begitu saja dengan mobilnya,
padahal Yeo Reum udah siap buka pintu mobil. Yeo Reum yang ditinggal malah bergumam
kalau Ki Tae manis juga. Ki Tae mulai batuk-batuk dan ngomel sendiri karena Yeo
Reum mengambil selimutnya. Dan sepertinya Ki Tae mulai kena flu, karena pas
periksa pasien, Ki Tae bersin-bersin.
Ki Tae berkata pada asistennya
untuk membatalkan semua janji, ia ingin istirahat di rumah. “Hari ini ada
perbaikan listrik kan?” tanya Ki Tae. Asistennya membenarkan, dari pukul 8
malam sampai besok pagi pintu akan terkunci, tak ada listrik atau telpon yang
aktif, genset juga sedang diperbaiki. Ki Tae mengingatkan agar ketamin dan
botox tetap disimpan di tempat dingin. “dr Gong, kau baik-baik saja?” tanya
asistennya melihat Ki Tae mulai batuk-batuk lagi. Ki Tae mengiyakan, aku
baik-baik saja dan pergi.
Ibu Jang Mi menelpon ke rumah
sakit Ki Tae, tapi asistennya memberitahu kalau dr. Gong membatalkan semua
janji siang ini, dia sedang flu. Ibu jadi khawatir dan membangunkan ayah Jang
Mi, minta ayah membelikan ayam di pasar, yang paling segar dan sehat. Ayah
terbangun kesal, kenapa? Ibu ingin membuatkan sup ayam untuk calon menantunya.
Ayah terpaksa bangun, tapi ngedumel sulit sekali agar putri kita menikah.
Jang Mi yang baru pulang mencium
bau enak dari dapur, dan berteriak kegirangan saat tau ibu memasak samgyetang
(sup ayam ginseng ala Korea). Tapi ibu langsung menjauhkan Jang Mi dari panci
dan minta memberikannya ke Ki Tae. “Ibu! Apa ibu benar-benar berpikir aku bisa
menikah dengan orang itu? Dia di level yang berbeda denganku.” ujar Jang Mi.
Ibu memegang dagu Jang Mi, aku melahirkanmu dengan kecantikan di level yang
berbeda. Jang Mi diam memegangi pipinya sambil tersenyum tipis, senang. Tapi
ibu jadi menduga kalau orang tua Ki Tae menentang pernikahan kalian kan?
Belum, jawab Jang Mi, tapi pasti
segera. Ibu minta Jang Mi diam, jangan mengkhawatirkan hal yang tak akan
terjadi. Ibu menyodorkan pancinya, jangan biarkan orang sakit sendirian. Jang
Mi kaget, “Apa Gong Ki Tae sakit?”
“Kau bahkan tak tau?” tanya ibu
dan menyuruh Jang Mi cepat pergi. Jang Mi enggan, ia capek, tapi pergi juga
saat ibunya berkata ia saja yang mengantar, meski sedikit nggak ikhlas,
samgyetang ini milikku.
Jang Mi pergi dengan sepedanya,
dan di jalan ibu Ki Tae menelponnya, kau bilang kau ingin dekat denganku? Jang
Mi mengiyakan saja, tapi ibu minta bertemu sekarang. Jadi, Jang Mi datang ke
sebuah butik dengan panci samgyetang di tangannya dan disambut bibi yang
geleng-geleng melihat penampilan Jang Mi. Jang Mi berkata kalau Ki Tae sakit,
dan ia tadi akan mengantarkan samgyetang ini. Bibi minta Jang Mi menaruh panci
itu dan mencoba baju yang dipilihnya.
Bibi melihat Jang Mi keheranan,
“Kau bilang kau ingin pergi berbelanja dan berkencan.” Jang Mi baru ingat, tapi
ia harus mengantarkan ini sebelum dingin. Bibi tak mau dengar, Ki Tae akan
bergabung dengan kita nanti malam dan menyodorkan bajunya ke Jang Mi.
Ki Tae yang sakit menolak ajakan
makan malam dengan ibunya, ia ingin berdua saja dengan Jang Mi. “Joo Jang Mi
juga akan pergi bersama kita,” sahut ibu. “Apa?” tanya Ki Tae. Ibu berkata
sepertinya Jang Mi kecewa dengannya, jadi ibu ingin membelikan makan malam di
restoran bagus, ayo bertemu di restoran Perancis. Ki Tae menutup telponnya
curiga, apa yang ibu rencanakan sekarang?
KI Tae menelpon Jang Mi yang
langsung minta diselamatkan, mereka membuatku mencoba ini dan itu karena aku
tak tampak layak dengan pakaianku. Jang Mi bingung kenapa mereka begini
tiba-tiba? Sepertinya ibu menyukaiku. Ki Tae berpesan agar Jang Mi jangan
terintimidasi, itu tak mungkin, aku tak tau apa rencananya, tapi terima saja
apa yang dia beli untukmu. “Tidak, tidak, beli semua yang kau inginkan,” ralat
Ki Tae sambil terbatuk-batuk. “Kau sedang sakit, tapi tetap jahat seperti
biasa,” omel Jang Mi pelan.
Bibi tak sabar dan mengetuk
pintu kamar ganti, kenapa lama sekali? Jang Mi menutup telponnya setelah Ki Tae
menyemangatinya, fighting! Jang Mi keluar dan bibi memintanya berputar, tidak
bagus, coba yang lain. Bibi memilih baju lagi, dan Jang Mi mengikutinya
kemanapun, bolak balik tak cuma sekali, dengan panci samgyetang di tangannya.
Iya, itu panci digotong Jang Mi kemana-mana, hahaa kasian Jang Mi.
Jang Mi yang capek sekali
memilih berbagai macam baju, tapi tak ada yang oke di mata bibi. Di pilihan
terakhir saat Jang Mi hampir putus asa, baru bibi setuju dengan pilihan Jang
Mi.
Tapi penderitaan Jang Mi belum berakhir karena bibi lanjut membawanya ke
salon. Bibi menginstruksikan deretan pegawai salon untuk menata rambut Jang Mi
agar mengembang, make up yang glamour, dan kukunya juga penting, semuanya harus
bagus. Dan bibi cerewet sekali, cat kuku Jang Mi berulang kali diganti, tatanan
rambut juga.
Dan selagi Jang Mi di make over, panci samgyetang yang
diletakkan begitu saja tertendang kemana-mana oleh banyak orang. Seorang
pengunjung bahkan kebauan. Jadi terpaksa itu Jang Mi nyalon sambil mangku
panci, hahaha. Saat akhirnya selesai pun bibi masih minta ganti gaya yang lebih
elegan. “Cukup. Aku mohon padamu,” pinta Jang Mi mengajak bibi segera pergi ke
restoran saja.
Bibi dan Jang Mi mampir ke rumah
sakit Ki Tae. Jang Mi lega sekali akhirnya bisa istirahat. Bibi bilang nanti Ki
Tae dan ibunya akan menjemput. Tapi Jang Mi mau menelpon malah dicegah bibi,
seorang gadis jangan menelpon dan bertanya kapan mereka datang, atau untuk segera
datang, artinya kau tak punya pesona. Bibi menyuruh Jang Mi tidur dulu saja
sambil ikut rebahan. Nggak lama Jang Mi sudah tertidur, karena bibi
panggil-panggil sudah nggak dengar. Bibi mengambil ponsel Jang Mi, dan berbisik
minta maaf, sebenarnya aku tak ingin sejauh ini dan pergi diam-diam.
“Dia tertidur?” tanya ibu Ki Tae
kaget. Bibi bingung karena tak ada cara lain lagi untuk menahannya. Ibu jadi
cemas dengan Jang Mi yang ditinggalkan sendirian di sana, bagaimana jika dia
bangun? Ki Tae pasti sudah tau. Bibi minta ibu jangan khawatir, ponsel Jang Mi
ada di tangannya dan ponsel itu diserahkan pada ibu.
Ki Tae yang masih flu sampai di
restoran, tapi malah hanya ada Se Ah di sana. “Kenapa kau ada di sini?” tanya
Ki Tae tak suka. Se Ah berkata ayahnya ingin bertemu denganmu dan sepertinya
ibumu juga ada perlu dengan ayah. Ki Tae tak suka Se Ah melibatkan orang tua
mereka, Se Ah juga sebenarnya tak nyaman dan mengajak Ki Tae pergi saja agar
tak mengganggu. “Jika kau datang denganku, aku akan memberimu hadiah,” tawar Se
Ah yang menyodorkan kunci hotel dan sebuah memory card. Ki Tae ingat dengan
orang suruhan Se Ah yang memberi hasil jepretannya di memory card itu.
“Mereka akan segera datang,
putuskanlah secepatnya.. jika kau tak ingin ibumu melihat apa yang terjadi di
sini” ujar Se Ah. Ki Tae belum berkata apapun, tapi ibu sudah datang, jadi Se
Ah segera menyembunyikan barang yang dipegangnya tadi. Ibu minta maaf datang
sedikit terlambat, tapi di mana ayah Se Ah? Se Ah berkata ayahnya ada operasi
mendadak, jadi akan terlambat. Mendengar pembicaraan ini, Ki Tae bisa menebak
kalau ibu menyuruh bibi untuk menahan Jang Mi, ya kan? ibu hanya berkata kalau
ini sesuai keinginan Jang Mi, pergi belanja dan menata rambut, ia
bersenang-senang, jadi jangan terlalu khawatir.
Ki Tae menelpon Jang Mi, tapi
bunyi getar ponsel malah terdengar dari tas ibu. Ki Tae, “Ini ponsel Jang Mi
kan? Kenapa ponselnya bisa di ibu?” Ibu berkata ini salah paham. “Dimana Joo
Jang Mi? Dimana ia?” tanya Ki Tae khawatir.
Jang Mi terbangun dan memanggil
bibi, tapi tak ada sahutan. Jang Mi mencari ponselnya, tapi ia tak bisa
menemukan. Dan ruangan seketika gelap saat jam menunjukkan pukul 8 malam. Jang
Mi panik dan melangkah ke pintu perlahan, tapi pintunya terkunci. Jang Mi minta
bibi berhenti bercanda, ini sedikit keterlaluan, “Bibi di mana kau?”. Tak ada
jawaban. “Gong Ki Tae, ini kerjaanmu kan? keluarlah! Kau di sini kan?”. Sama
sekali tak ada jawaban.
Jang Mi makin panik, pintunya tak mau terbuka
dan tak ada seorang pun di sini. Jang Mi ingat untuk menelpon 119, dan mencari
telpon di tengah kegelapan, sampai ia terjatuh, tapi saat bangun lagi Jang Mi
malah menyenggol panci samgyetang sampai isinya menumpahi badan Jang Mi (ya
ampun, untung supnya udah dingin >.<). Jang Mi menangis ketakutan.
“Rumah sakit? Kau bilang Jang Mi
di sana sendirian?” Ki Tae melihat jamnya, sudah jam 8 lewat, dan Ki Tae ingat
soal pemadaman listrik malam ini. Ki Tae tak percaya ibunya menculik dan bahkan
juga mengurung Jang Mi. Ibu yang tak tau apa yang terjadi menganggap Ki Tae berlebihan,
dan turunkan suaramu, orang-orang memperhatikan. Ki Tae malah makin berteriak, “Apa
ibu tak malu?” Se Ah minta Ki Tae jangan marah pada ibu, ia yang memintanya. Se
Ah jadi merasa bersalah pada Jang Mi. Ibu menenangkan, tak apa-apa.
“Aku tak baik-baik saja! Ibu tak
bisa meninggalkannya sendirian. Jangan pernah meninggalkannya sendirian!” ujar
Ki Tae marah lalu pergi. Se Ah dan ibu sama-sama terdiam melihat Ki Tae yang
begitu marah.
Ki Tae mengemudikan mobilnya
seperti kesetanan. Ia ingat Jang Mi yang berkata saat 5 tahun, Jang Mi hampir
mati karena sendirian di rumah, jadi Jang Mi tak pernah mau sendirian. Ia juga
ingat ayah Jang Mi yang terus merasa bersalah karena kejadian itu.
Sementara itu,
Jang Mi masih berteriak minta bantuan dan berusaha membuka pintu dengan panik.
Jang Mi kelelahan dan terduduk putus asa. ‘Tolong
mengerti bagaimana perasaan Jang Mi’, permintaan ayah juga terngiang di
pikiran Ki Tae, membuat Ki Tae bahkan tak berhenti di lampu merah dan nyaris
menabrak orang yang menyebrang.
Ki Tae sampai. Yeo Reum yang ada
di situ heran melihat Ki Tae, apa kau tak tau ada pemadaman listrik malam ini? “Sudah
berapa lama sejak listrik mati?” tanya Ki Tae khawatir. Kira-kira setengah jam,
jawab Yeo Reum. Ki Tae langsung berlari ke rumah sakitnya, tapi Yeo Reum
menghentikannya, apa yang terjadi? “Jang Mi terkunci di dalam,” jawab Ki Tae buru-buru.
Ki Tae berusaha membuka pintu,
tapi sama sekali tak bergerak. Yeo Reum datang membawa linggis, baru pintu berhasil
terbuka. Keduanya mencari Jang Mi. Ki Tae mengarahkan senter di ponselnya ke
segala arah, dan menemukan panci dengan isi berantakan di lantai. Ki Tae makin
panik, Joo Jang Mi! Ki Tae mencari Jang Mi di ruangannya, dan menemukan Jang Mi
yang duduk ketakutan di bawah meja. Tapi Ki Tae yang terlalu khawatir malah
berteriak, “Apa kau bodoh? Kenapa kau disini?”
“Bibi memintaku menunggu di
sini,” jawab Jang Mi bingung. “Meski kau bodoh apa kau tak bisa mencerna
maksudnya? Dan ada apa dengan samgyetang ini?” teriak Ki Tae.
“Kenapa kau berteriak padaku? Kau
tak tau betapa menderitanya aku?” tanya Jang Mi memelas dan menangis. Ki Tae terdiam
di tempatnya, dan seseorang datang memeluk Jang Mi.. Han Yeo Reum. Yeo Reum
menenangkan Jang Mi yang menangis ketakutan. Dan Ki Tae hanya bisa memandangi
Jang Mi, merasa bersalah.
Di apartemen Ki Tae, Jang Mi
memandangi panci samgyetangnya dengan sedih, ibuku sudah membuatnya untukmu.
Jang Mi yang berantakan melangkah gontai ke kamar mandi untuk membersihkan
diri. Ki Tae lagi-lagi hanya diam dan memandangi Jang Mi. Yeo Reum memeriksa
panci samgyetang dan berkata ini masih cukup banyak untuk kita bertiga. Ki Tae tak
yakin, tapi membiarkan Yeo Reum melakukan sesuatu dengan samgyetangnya.
Ki Tae sudah ganti baju dan
melirik Yeo Reum yang sibuk memasak. Jang Mi selesai mandi persis saat masakan
Yeo Reum selesai, pasta ayam. “Pasta adalah hidangan yang cocok untuk orang
yang tak bisa memasak,” sindir Ki Tae. Jang Mi tak mendengarnya dan langsung
mencoba pastanya. “Enak!” puji Jang Mi, menyuruh Ki Tae mencobanya juga. Ki Tae
yang masih terbatuk-batuk menolak. Jang Mi mendekat, mau menyuapi Ki Tae. Ki Tae
awalnya menolak, tapi mau juga akhirnya, hehe. “Enak kan?” tanya Jang Mi. Ki
Tae yang gengsi mengakuinya berkata kaldu ayam ibumu yang enak. Yeo Reum
membenarkan, ia tak berbuat banyak, semua berkat keterampilan ibu Jang Mi.
Ki Tae menghela napas, merasa
bersalah pada ibu Jang Mi, aku tak pantas menerima ini. Tak apa, jawab Jang Mi,
ibuku tak akan pernah mewujudkan mimpinya punya menantu dokter jika bukan
karenamu. Orangtuaku bisa menikmati mimpi manis mereka, meski tak akan
berlangsung lama. Yeo Reum bergabung, dan Ki Tae langsung ngedumel, kau ini
ikut campur saja!
Jang Mi mengajak minum wine, dan
pergi mengambilnya meski Ki Tae ngomel, ia sedang sakit di sini! Jangan adakan
pesta wine. Meski ngomel, tapi Ki Tae ikut minum wine-nya juga. Yeo Reum
menyuapi Jang Mi, dan Jang Mi menyuapi Ki Tae. Yeo Reum lanjut beraksi dengan
gitarnya, bernyanyi untuk Jang Mi dan Ki Tae. Jang Mi menikmati nyanyiannya,
dan saat menangkap tatapan mata Ki Tae padanya, Jang Mi tersenyum dan memberi
isyarat, dengarkan lagunya.
Ki Tae yang sangat suka
sendirian perlahan menikmati keramaian di apartemennya, ia ikut tertawa dan
bahkan menari sedikit.
Sementara Se Ah minum sendirian
di bar, masih tak percaya dengan reaksi Ki Tae soal Jang Mi tadi. Flashback 3
tahun lalu, Ki Tae dan Se Ah di bar yang sama. Ki Tae, menjadi lajang lebih
cocok untukmu, aku juga lebih suka sendirian. Ki Tae minta maaf. Se Ah seolah
merasa lega,ia sangat stres dengan persiapan pernikahan, kupikir pilihan ini
tak benar. Se Ah merasa dirinya menyedihkan dan berterimakasih karena Ki Tae
telah memberitahunya duluan. Ki Tae tak yakin, apa kau baik-baik saja? Se Ah
tersenyum, tentu saja.
Back to now. “Aku harus
bagaimana, Ki Tae? Aku tak baik-baik saja,” gumam Se Ah sedih.
Tengah malam Ki Tae terbangun
karena batuk-batuk dan keluar mengambil air. Belum sempat diminum, Ki Tae
terhenti melihat meja makannya yang berantakan dan mendesah kesal, “Aku sedang
sakit.” Ki Tae yang tak bisa melihat rumahnya berantakan sedikit, mulai
membersihkan meja, tapi langkahnya terhenti saat melihat ke arah sofa. Jang Mi tidur
di bahu Yeo Reum.
Ki Tae tertegun, pertanyaan
orang-orang apa ia baik-baik saja merentet di pikirannya, Ki Tae tersadar, “Tidak.
Aku tak baik-baik saja.”
Komentar:
Ya, Ki Tae akhirnya menyadari
perasaannya. Sementara Jang Mi, dia bahkan cuma tau Ki Tae yang datang dan
langsung marahin Jang Mi. Sebenarnya wajar, Ki Tae marah karena segitu takutnya
Jang Mi bakalan kenapa napa. Tapi karena itu, Ki Tae malah harus merelakan Yeo
Reum yang jadi hero. Hih, aku sebel banget sama Yeo Reum, dia tipe yang nggak
tau malu ngambil usaha keras orang lain. Gimana Jang Mi mau sadar kalo Ki Tae
suka, tapi di mata Jang Mi Ki Tae nggak pernah melakukan apapun untuknya. Karena
di episode ini pun Jang Mi nggak tau seberapa paniknya Ki Tae waktu tau Jang Mi
kekunci sendirian. Padahal semua orang bisa liat itu di mata Ki Tae, bahkan
ibunya dan Se Ah.