Shaman Unni menyibukkan diri membersihkan rumah. Ia berusaha mengabaikan Soon Ae yang terus memanggilnya. Ia tau hari ini tepat tiga tahun kematian Soon Ae. Ia tau hari ini Soon Ae harus mengucapkan selamat tinggal dan pergi. Tapi, ia merasa berat untuk akhirnya memandang Soon Ae, dan berharap Soon Ae bisa pergi dengan tenang. Perasaan Soon Ae sudah lebih ringan sekarang, dendamnya sudah terselesaikan, meski masih ada yang terasa mengganjal. Shaman Unni tertawa, tak ada hantu yang cukup keren untuk tak punya penyesalan sedikit pun.
Soon Ae tersenyum memeluk
Unninya. Shaman Unni berusaha keras agar tak menangis. Ia berdalih tak sesedih
itu, tapi tetap saja air matanya mengalir, membuat Soon Ae juga ikut menangis.
Shaman Unni berharap Soon Ae baik-baik di sana.
Ayah mulai menyiapkan peringatan
kematian Soon Ae. Kyung Mo yang sudah bangun ingat kalau ini harinya dan
menurut saat Ayah menyuruhnya makan. Ayah menghela napas panjang, ia masih
berharap Soon Ae muncul makanya ia tak melakukannya lebih awal.
Ponsel Ayah berdering, telepon dari
kantor polisi, dan ayah langsung datang ke sana. Polisi memberitahu kebenaran
kalau Soon Ae menjadi saksi kasus tabrak lari, dan ia dibunuh karena itu. Dan
pria yang membunuhnya adalah Choi Sung Jae. Ayah shock, “Ma.. maksudmu Soon Ae
bukan bunuh diri?” Polisi mengiyakan, Choi Sung Jae menutupinya begitu baik
sampai Soon Ae tampak seperti bunuh diri.
Ayah super shock, tak tega pada
putrinya yang pasti sangat ketakutan. Ia benar-benar tak pernah menduga orang
yang selalu menyapanya ramah dan membantunya adalah orang di balik kematian
putrinya. Ayah merasa mengerikan karena sudah memberi makan orang yang membunuh
putrinya sendiri. Tubuh tua ayah tak bisa menerima beban seberat itu, dadanya
terasa sangat sakit, dan ia tak sadarkan diri di depan kantor polisi.
Bong Sun yang sedang jalan-jalan
bersama Sun Woo bercerita riang kalau neneknya sampai sekarang belum terbiasa
dengannya. Katanya suaranya naik satu oktaf, sama sekali tak seperti cucunya.
Ia sampai diinterogasi apa ia si hantu sampai harus membuktikan dengan
menyebutkan alamat rumah mereka. “Bukankah nenekku lucu?” tanya Bong Sun ceria.
Sun Woo hanya tersenyum
memandangi Bong Sun. “Kenapa? Kau juga tak terbiasa denganku? Menurutmu aku
berisik?” tanya Bong Sun penasaran. Sun Woo tau ia sedang dihibur, tapi Bong
Sun tak perlu berusaha sekeras itu, ia sudah jauh lebih baik sekarang. Awalnya
sangat sulit menerima kenyataan, tapi ia harus memikirkan Eun Hee dan ibunya.
“Dan kau punya aku, Chef. Aku
akan melindungimu,” ujar Bong Sun yakin. Sun Woo tertawa, Bong Sun bahkan
sekarang sudah mulai berlebihan. Itu karena gurunya juga berlebihan, jawab Bong
Sun. Sun Woo tertawa lagi, Bong Sun sudah banyak berubah sampai ia merasa
seperti sedang membesarkan bayi harimau.
Panggilan telpon dari Kyung Mo
membuat mereka bergegas pergi dari sana. Soon Ae yang mencari ayah di restoran
bingung karena restoran ditinggal dengan pintu yang terbuka lebar. Ia tau
ayahnya kolaps lagi dari dua ahjumma yang lewat sana.
Di depan UGD, Kyung Mo terus
menyalahkan dirinya yang tak berguna, harusnya ia menemani ayah ke kantor
polisi tadi. Sun Woo dan Bong Sun datang. Sun Woo langsung menenangkan Kyung
Mo. Dokter keluar memberitahu kondisi ayah, shock yang dialaminya sangat
berbahaya untuk pasien sirosis hati, ia minta mereka mempersiapkan diri untuk
yang terburuk. Kyung Mo langsung lemas sampai Sun Woo harus menahan tubuhnya.
Soon Ae datang. Ia ikut terduduk
lemas melihat Kyung Mo yang menangis dan Bong Sun yang menatapnya prihatin.
Soon Ae duduk di samping
ayahnya, merasa sangat bersalah. Ia benar-benar anak yang mengerikan. Bahkan
saat ia sudah mati, ia terus membuat ayahnya menderita. Soon Ae menangis minta
maaf, ia sudah bersalah ratusan, bukan, ribuan kali. “Bangunlah, Ayah,” pinta
Soon Ae.
Tapi tanda vital ayah malah
memburuk, dokter bergegas menggunakan alat pacu jantung untuk menyelamatkannya.
Soon Ae menangis makin keras, dan ia terdiam begitu menyadari roh ayahnya
melangkah pergi dari sana.
Soon Ae menghalangi langkahnya.
Ayah senang melihat putrinya. Soon Ae yang terisak berkata ayahnya tak boleh
pergi. Ayah harus hidup lebih lama, bagaimana hidup Kyung Mo kalau ia ditinggal
sendirian? Ayah harus melihat Kyung Mo menikah dan melihat cucunya. Mereka bisa
bertemu lagi setelah itu. Saat itu mereka bisa hidup bahagia selama 1.000 atau
bahkan 10.000 tahun. “Aku akan lahir lagi sebagai putri ayah,” bujuk Soon Ae
yang terus menangis.
“Soon Ae-ya..”
Soon Ae memeluk ayahnya, lalu
menuntunnya berbalik dan berjalan kembali. Perlahan ayah membuka matanya. Kyung
Mo lega dan teriak memanggil dokter kalau ayahnya sudah bangun.
Ayah yang sudah di kamar rawat
dan tampak jauh lebih baik menyuruh Kyung Mo yang terus menungguinya makan
dulu. Kyung Mo tak mau, ia selalu makan dan tak akan mati kalau makan nanti.
Meski Ayah mendesak, Kyung Mo bersikeras ia tak akan pergi selangkah pun dari
sisi ayahnya. Soon Ae melihat keduanya sambil tersenyum.
Kyung Mo lalu jujur kalau ia
benar-benar berpikir ayah akan pergi, dan itu membuatnya sangat membenci
kakaknya. Ia takut kakaknya membawa ayahnya pergi hanya karena bosan sendirian.
Ayah berkata kalau yang terjadi justru sebaliknya, Soon Ae yang menyelamatkan
hidupnya dan menyuruhnya kembali.
“Apa yang kau bicarakan, Ayah?
Apa kau bermimpi?”
Ayah tak tau itu mimpi atau
bukan, tapi rasanya sangat nyata. Soon Ae tak pernah muncul di mimpinya
sebelumnya, tapi ia muncul seperti biasanya ia terlihat. Ayah mengingat dengan
jelas Soon Ae yang menyuruh ayah untuk hidup lebih lama, melihat Kyung Mo
menikah, juga melihat cucu-cucunya, baru ayah boleh kembali.
“Benarkah?” tanya Kyung Mo yang
langsung merasa berterimakasih sampai ingin memberi hormat pada kakaknya. Ayah
tertawa. Mungkin karena sudah melihat wajah putrinya, badannya terasa lebih
baik, juga perasaannya. Hari ini adalah harinya, tapi ayah bahkan tak bisa
menyiapkan peringatan kematian. Ayah merasa tak berguna, tapi Kyung Mo
meyakinkan kalau kakaknya akan mengerti.
“Ayah, aku akan jadi anak baik
sekarang dan bekerja dengan sangat keras. Kau pasti akan terkejut,” janji Kyung
Mo. Ayah tertawa, bahkan hanya dengan mendengarnya saja ia sudah senang. Soon
Ae tersenyum lebar melihat Ayah menepuk-nepuk bahu adiknya. Bong Sun masuk,
tersenyum menyapa ayah dan Kyung Mo, juga Soon Ae yang masih di sana.
Mereka lalu bicara berdua. “Ini
adalah harinya.. sudah tiga tahun. Aku harus pergi sekarang,” ujar Soon Ae yang
lalu berterimakasih pada Bong Sun, juga maaf atas semuanya. Bong Sun sedih,
menurutnya Soon Ae yang datang padanya adalah takdir. Soon Ae bisa mengungkap
misteri kematiannya, ia bisa lebih dekat dengan Chef, dan untuk Sun Woo, meski
menyakitkan, ia menemukan kebenaran di balik insiden tabrak lari Eun Hee.
Soon Ae membenarkan, dan lagi
Bong Sun yang sekarang bukan Na Bong Sun yang selalu menutup diri di masa lalu.
“Kau sudah jauh lebih kuat.. Hiduplah dengan baik,” ujar Soon Ae. Bong Sun
mengangguk, “Awasi aku dari atas, aku akan hidup dengan rajin.” Soon Ae
berpesan agar Bong Sun banyak mencintai selagi masih bisa, sementara ia akan
pergi ke surga dan bertemu seseorang yang lebih baik dari Chef, dan hidup di
sana selama ribuan tahun.
“Ah, sepertinya itu
menyenangkan. Aku iri padamu,” sahut Bong Sun yang berusaha keras menahan air
matanya agar tak mengalir. Soon Ae yang terdiam sebentar lalu bangkit. Bong Sun
menahannya, “Bagaimana dengan Chef? Kau tak ingin mengatakan perpisahan
terakhirmu?”
Soon Ae sedih, “Perpisahan apa?
Chef bahkan tak bisa melihatku.” Bong Sun menyodorkan tubuhnya, Soon Ae boleh
merasukinya untuk terakhir kali. Soon Ae menggeleng, ia tak mau melakukannya di
saat terakhir. Tapi Bong Sun berkata ini juga terakhir kalinya ia mau
meminjamkan tubuhnya. “Ayolah,” bujuk Bong Sun yang lalu menarik Soon Ae yang
tetap menolak ke tubuhnya.
Sun Woo sendirian merapikan di
Sun Restoran yang masih tutup. Ia bicara dengan So Hyung di telpon, ia akan
pelan-pelan membuka restorannya lagi. So Hyung tak yakin Sun Woo sudah
baik-baik saja, dan menyuruhnya istirahat lagi saja. Sun Woo merasa ia akan
membaik kalau bekerja, dan sepertinya ia akan mengirim Eun Hee dan ibunya ke
Amerika. Ia ingin Eun Hee mendapatkan perawatan medis lagi, juga sekaligus
mengistirahatkan pikiran.
Menurut So Hyung itu bagus, dan
sebelum menutup telponnya, ia ingin Sun Woo menelpon kapanpun ia dibutuhkan karena
ia teman baiknya. Sun Woo berterimakasih dan menutup telponnya.
“Oh, kau datang? Bagaimana kabar
Ahjussi?” tanya Sun Woo begitu melihat Bong Sun masuk. Bong Sun tak menjawab,
pandangannya hanya terus tertuju pada Sun Woo. Sun Woo bingung karena terus
ditatap seperti itu. Ia makin bingung karena Bong Sun hanya memanggilnya ‘Chef’
dengan mata berkaca-kaca. “Apa kau sedih karena kondisi Ahjussi tak baik?”
tanya Sun Woo sambil meraih tangannya. “Kenapa tanganmu sangat dingin?”
gumamnya langsung, dan itu menyadarkannya akan sesuatu.
Soon Ae membenarkan, “Ini aku,
Chef.” Ia melepaskan tangannya, dan berusaha riang berkata kalau Bong Sun yang
menyuruhnya mengucapkan selamat tinggal. Sun Woo terdiam sebentar, tak yakin
apa yang harus ia katakan. Soon Ae menggeleng, “Kau tak perlu mengatakan
apapun, Chef.”
Soon Ae berterimakasih, ia sudah
menerima banyak hal dari Sun Woo. Pengalaman yang tak pernah ia dapat selagi
hidup, perasaan itu, dan juga ia sangat bahagia saat di sini. Ia tak punya penyesalan
lagi sekarang. Sun Woo mengangguk, ia juga ingin berterimakasih, berkat Soon Ae
ia menemukan kebenaran di balik kecelakaan adiknya. Tapi ia juga minta maaf,
karena Soon Ae harus mati karena itu.
Soon Ae menggeleng, “Tak seperti
itu, Chef. Itu hanya takdirku.” Soon Ae berusaha tersenyum lebih lebar, dengan
tulus ia ingin Sun Woo bahagia. Ia mengulurkan tangannya, dan Sun Woo
menjabatnya. “Hati-hati, Shin Soon Ae..” ujar Sun Woo membuat Soon Ae terkejut,
ini pertama kalinya Sun Woo menyebut namanya.
Sun Woo perlahan memeluknya, dan
Soon Ae keluar dari tubuh Bong Sun. Ia memandangi Sun Woo dan Bong Sun
bergantian. Bong Sun sama sekali tak bisa menahan tangisnya. Sambil tersenyum
Soon Ae melangkah menuju cahaya yang seolah menunggunya. Ia berbalik sekali
lagi, tetap dengan senyum di wajahnya, dan berjalan sampai menghilang di balik
cahaya. Untuk selamanya.
Shaman Unni bisa merasakan kalau
Soon Ae sudah pergi. Sambil menangis ia melepas kepergian Soon Ae di pinggir
sungai yang sepi. Di belakangnya, di bangku tempat ia menaruh tas dan
tongkatnya, kalung yang biasa ada di leher Soon Ae tiba-tiba muncul.
Shaman Unni berusaha merelakan,
tapi tetap saja ia merasa sedih. Kalau saja orang tau kapan kematian akan
datang dan bisa mengucapkan selamat tinggal, pasti akan menyenangkan. Tapi itu
tak mungkin, makanya hidup itu seperti ini. Itulah kenapa setiap hari yang
didapat harus dianggap berharga.
“Kau sudah hidup lebih keras
dari siapapun! Selamat jalan, Shin Soon Ae! Kau sudah menjalani hidup yang
baik, Soon Ae-ya!” teriak Shaman Unni sambil mengusap air matanya yang terus
mengalir. Soon Ae sudah pergi, hidupnya tak akan menyenangkan lagi.
Tapi sepertinya Shaman Unni salah, ponselnya langsung berdering. Ibu Sun Woo menelponnya, mengajak minum soju. Shaman Unni senang, mereka pasti punya telepati, ia juga sedang ingin minum. Shaman Unni mengambil barang-barangnya yang ada di bangku, termasuk kalung yang ia pakaikan pada Soon Ae (meski sempat terdiam sebentar), dan bergegas pergi menemui ibu Sun Woo.
Tapi sepertinya Shaman Unni salah, ponselnya langsung berdering. Ibu Sun Woo menelponnya, mengajak minum soju. Shaman Unni senang, mereka pasti punya telepati, ia juga sedang ingin minum. Shaman Unni mengambil barang-barangnya yang ada di bangku, termasuk kalung yang ia pakaikan pada Soon Ae (meski sempat terdiam sebentar), dan bergegas pergi menemui ibu Sun Woo.
Sun Restoran kembali dibuka
setelah seminggu libur. Baru sebentar, tapi para chef kita harus membersihkan
restoran lebih ekstra. Min Soo yang seperti biasa hanya bekerja dengan mulutnya
merasa ia pasti workaholic, ia sudah merasa akan gila dan mati karena tak bisa
bekerja selama seminggu. Dong Chul tak setuju, bukankah karena kau tak biasa
membuat mulutmu diam? Tapi ia hanya bercanda karena mereka tertawa-tawa
setelahnya.
Lama tak bertemu membuat Min Soo
merindukan semuanya. Ia bahkan mencium Ji Woong di pipi saking kangennya, yang
dicium cuma bisa tertawa geli. Joon juga senang bisa bekerja lagi. Ji Woong
merasa meskipun tak menyukainya, seiring waktu ikatan mereka makin kuat. Ia
bahkan berkata dengan cute-nya kalau ia memimpikan Min Soo. Semua tertawa. Tapi
dari semua orang, Min Soo paling bahagia melihat.. the Bong!
Yang dipanggil langsung datang,
dan Min Soo menunduk hormat ala-ala pelayan pada ratunya. Semua senang melihat
Bong Sun kembali ke Sun Restoran. Bong Sun juga, rasanya seperti ia hidup
kembali. Tapi restoran yang seminggu tak beroperasi membuat Bong Sun mengeluh
juga, banyak sekali yang harus dibersihkan, lantainya juga sangat kotor.
Sun Woo datang dan mengganti
alat pel yang dipegang Bong Sun dengan vacuum cleaner yang dibeli dari
temannya. Karena otomatis, kerja Bong Sun jadi lebih mudah. “Pakai itu mulai
sekarang okay? Jangan membuat dirimu kelelahan,” ujar Sun Woo sambil mengelus
sayang kepala Bong Sun. Bong Sun tersenyum mengiyakan dan lanjut bersih-bersih
dengan vacuum cleaner barunya.
Tapi adegan romantis itu membuat
semuanya tak tahan. Min Soo sampai membayangkan saat-saat Sun Woo melihatnya
dengan mata penuh gairah. Sun Woo menggeleng, tak pernah sekalipun. Tawa
semuanya langsung meledak. Tapi Min Soo tak terima, dan dengan annoying-nya ia mulai mendekati Sun Woo
sambil membuka bajunya, juga celananya sampai Sun Woo jijik sendiri dan kabur
dari sana. Hahaa.
Suasana restoran yang kembali
ceria membuat Dong Chul merasa ada satu yang kurang, akan lebih lengkap kalau
ada Eun Hee di antara mereka.
Jam makan yang sibuk di Sun
Restoran. Sun Woo sibuk membaca pesanan sekaligus membagi tugas untuk mereka
semua. Bong Sun juga kebagian tugas, membuat ‘Bulgogi eggplant pasta’. Tanpa ragu Bong Sun menerima tantangan itu
dan mulai memasak.
Pastanya selesai, dan Bong Sun
sendiri yang menyajikan ke meja pelanggan. Ia sengaja tak langsung beranjak
dari sana untuk mendengar komentar mereka. Ia langsung tersenyum senang karena
masakannya disukai. Sun Woo dan empat chef kita langsung mengacungkan jempol
dengan bangga, membuat Bong Sun makin gembira.
Sun Woo keluar sebentar karena
ada panggilan masuk. Ia diminta menjadi juri kompetisi memasak. Sun Woo menolak
dengan halus, chef yang lebih berpengalaman dan berpengaruh yang sebaiknya
melakukannya. Ia sudah hampir menutup telponnya saat tiba-tiba ingat dan
bertanya apa pendaftaran untuk kompetisi itu masih dibuka?
Malamnya, Bong Sun kembali
berlatih dengan Sun Woo. Kali ini dengan daging. Karena Bong Sun tak lelah, Sun
Woo juga. Apalagi kompetisi sudah semakin dekat, tak ada waktu merasa lelah.
“Kompetisi?” Bong Sun sama
sekali tak punya ide kenapa Sun Woo menyebut soal kompetisi. “Aku belum
memberitahumu? Kau akan ikut di kompetisi memasak,” ujar Sun Woo santai. Ia
mendaftarkan Bong Sun hanya untuk menambah pengalaman, dan tak berharap Bong
Sun menang, jadi jangan merasa tertekan.
Bong Sun jelas kaget, hal ini
sama sekali belum pernah dibahas dengannya. “Memangnya kau akan bilang ‘iya’
kalau aku bicara denganmu?” dalih Sun Woo. Ia bisa menebak Bong Sun akan
berkata belum siap. Dan lagi, sesekali lebih baik bersikap impulsif daripada
terlalu hati-hati.
Tetap saja Bong Sun panik.
Bukannya menenangkan, Sun Woo mengambil sebuah kotak dan menyuruh Bong Sun
membukanya. Begitu dibuka, Bong Sun terkejut melihat pisau dengan ukiran
inisialnya, plus tanda hati di sana. Ekspresi paniknya digantikan wajah
bahagia, “Aaah, Chef....”
Sun Woo pura-pura mengeluh,
“Astaga, kau jatuh cinta padaku lagi. Bagaimana sekarang? Apa aku harus mulai
mengunci kamarku lagi?” Hahaa, you wish, Chef!
Bong Sun sangat berterimakasih.
Ia janji akan bekerja dengan keras. Tentu saja, balas Sun Woo, mungkin saja
pisau ini akan membawa keajaiban dan membuat Bong Sun menang di kompetisi itu.
ia menyuruh Bong Sun menggenggam pisau itu, dan benar-benar tampak meyakinkan
sampai Sun Woo memanggilnya Na Bong Sun Chef-nim.
Senyum Bong Sun makin lebar,
“Tanda hati ini, apa kau yang melakukannya?” Ia benar-benar sangat tersentuh.
Sun Woo tau itu, jadi lakukan yang terbaik karena ia sudah menyiapkan banyak
hal untuknya. Bong Sun mengiyakan.
Hari kompetisi pun tiba. Dong
Chul pikir Bong Sun akan tegang, tapi tidak, Bong Sun tampak tenang dan santai.
Ji Woong menyemangati Bong, nanti tak ada bedanya dengan dapur mereka. Min Soo
juga, “Hey, Bong! Kalau kau pergi dan terus berkata ‘maaf’ dan ‘maaf’ seperti
orang idiot, berarti kau adalah murid Kang Sun Woo. Tapi, kalau kau
melakukannya dengan baik dan menang maka kau adalah murid Heo Min Soo,
mengerti?”
Bong Sun tertawa, ia akan
melakukan yang terbaik. Giliran Joon, ia tak menyemangati Bong Sun dengan
kata-kata, tapi memberikan dua bungkus permen agar dirinya lebih tenang, dan
satu untuk orang yang menunggu di mobil yang sudah sangat tak tenang dari pagi.
Bong Sun mengiyakan sambil tersenyum dan pamit pergi. “Fightiiing!” teriak
semuanya.
Sun Woo yang tak sabar menyusul
masuk karena mereka hampir terlambat. Ia melihat permen di tangan Bong Sun,
“Apa itu?” Permen agar kita tak gugup, jawab Bong Sun. “Cuma satu?” nada suara
Sun Woo jelas sekali terdengar kalau malah ia yang gugup, permennya juga sampai
jatuh, haha.
Mereka sudah mau pergi, tapi Min
Soo menghentikannya. Ia melirik yang lainnya, dan mereka mulai bernyanyi
menyemangati Bong Sun. Lucunya, mereka menyanyikan lagu yang biasa dinyanyikan
Bong Sun dengan nada sedih, tapi kali ini dengan upbeat dan bersemangat. Bong
Sun senang sekali. Sun Woo berusaha ikut bergoyang dan tepuk tangan seperti
yang mereka lakukan, tapi yang ada gerakannya malah super canggung karena ia tetap
saja masih gugup.
Mereka tiba di lokasi kompetisi
memasak. Skalanya ternyata cukup besar karena pesertanya banyak. Sun Woo
menyuruh Bong Sun duluan ke station-nya
sementara ia menyapa rekan Chefnya yang menjadi juri. Barulah ia menghampiri
Bong Sun, dan memintanya jangan panik (dengan nada panik), lakukan seperti yang
biasa dilakukan. Bong Sun mengiyakan.
“Apa kau sudah makan permennya?”
tanya Sun Woo yang merasa aneh. Ia sudah makan permen yang diberikan Joon, tapi
tetap saja ia merasa sangat gugup. Jadilah Bong Sun yang menenangkan kalau ia
baik-baik saja, kalaupun kali ini belum berhasil, ia akan lebih baik lain kali
nanti. Baik atau buruk, Sun Woo sudah mengikut sertakannya dalam kompetisi,
setidaknya ia sudah mendapat pengalaman.
Sun Woo senang Bong Sun mengerti
intinya, jadi jangan merasa tertekan oke? Bong Sun mengiyakan. Dan ia sama
sekali tak tampak tertekan, tak seperti pria di sebelahnya. Sun Woo menunjuk
kursinya, ia akan duduk di sana, kalau tiba-tiba Bong Sun takut atau rasanya
hampir pingsan, lihat ke arahnya. Bong Sun tersenyum mengiyakan.
“Tadi di mana kubilang aku akan
duduk?” tes Sun Woo. Bong Sun menunjuk arahnya riang dengan benar. Tapi Sun Woo
tak juga beranjak pergi. Bong Sun yang sudah melakukan inner peace dan menyemangati dirinya sendiri, sampai harus
mendorong Sun Woo pergi, ia harus menyiapkan banyak hal. “Oke oke, aku
mengerti,” balasnya lalu melangkah ke kursinya. Hahaa, kebalik banget ya, guru
yang jauh lebih panik dibandingkan muridnya.
Kompetisi dimulai. Bong Sun
fokus dengan masakannya, sementara Sun Woo terus mengamati dari tempatnya duduk
dan tersenyum lega karena Bong Sun melakukannya dengan baik. Seorang juri
mendekati station Bong Sun, mencicipi
masakannya, dan bertanya apa bahannya? Bong Sun menjelaskan ia membuat ‘Chilled overripe cucumber cream pasta’.
Saat ia kecil, neneknya sering membuatkan masakan dari overripe cucumber, dan mereka biasa memakannya dengan mi dingin
juga. Untuk orang-orang yang tak bisa memakan tepung, pasta ini bisa dimakan
oleh mereka. Juri itu mengangguk-angguk, menurutnya itu unik.
Kompetisi selesai, dan saatnya
pengumuman pemenang. Pemenang pertama, kedua, dan ketiga akan mendapatkan uang
hadiah, juga hadiah-hadiah lain. Dan pertama, mereka akan mengumumkan pemenang
ketiganya. Tempat ketiga jatuh kepada kontestan nomor 7 Na Bong Sun untuk ‘Chilled overripe cucumber cream pasta’-nya.
Bong Sun jelas kaget. Sun Woo
juga, “Apa dia baru menyebut Na Bong Sun?” Tapi memang nama Bong Sun yang
disebut, jadilah Sun Woo tertawa bangga dan terus tepuk tangan. Dan Bong Sun,
awalnya ia melangkah perlahan saking tak percayanya, tapi lalu berlari dan
menerima ucapan selamat juri dengan semangat. Lalu berlari riang ke arah Sun
Woo yang langsung memberinya selamat.
Saat acara selesai pun Bong Sun
masih tak percaya, dipikirnya Sun Woo berbuat curang. Haha, tentu saja Sun Woo
tak melakukannya, ia bukan tipe yang melakukan hal semacam itu hanya karena
seorang gadis. Bong Sun tau itu, tapi tetap saja ia sulit percaya. ”Percayalah,
kau memenangkan tempat ketiga,” ujar Sun Woo meyakinkan. Tadi ia bertanya pada
juri, katanya kreatifitas dan rasanya memang menarik, tapi cerita di balik
masakan itu yang menakjubkan.
“Benarkah? Terimakasih, Chef.”
ujar Bong Sun yang tertawa senang. Sun Woo yang benar-benar gemas sekaligus
bangga meraih Bong Sun ke pelukannya, memujinya sudah melakukan kerja bagus.
Bersambung ke Part 2
I do really love this drama soooo damnnn muchhh
ReplyDeleteLagu yang sering dinyanyiin shoon ae apa ya min ?
ReplyDeleteApa judul lagu yang di nyanyiin min Soo dkk untuk menyemangati Bong sun waktu mau kompetisi
ReplyDelete