“Syukuri perjalanan-perjalanan
kecilmu.”
Terinspirasi dari kata-kata
Claudia Kaunang di bukunya, dan kebetulan baru nggak ada alokasi dana untuk
traveling naik pesawat, waktu diajakin jalan ke Bukit Bangkirai (well, lebih
tepatnya minta diajak) aku langsung mengiyakan dengan semangat. Padahal Bukit Bangkirai
itu apa dan di mana tempatnya juga belum tau. Maklum, lebih sering di rumah dan
kurang tertarik mengeksplor daerah sendiri.
Setelah sedikit browsing,
rupanya Bukit Bangkirai adalah area perhutanan dengan highlight berupa canopy
bridge setinggi 30 meter. Wow, boleh juga ni buat menguji adrenalin!
Dari Samarinda, Bukit Bangkirai bisa
ditempuh dengan mobil sekitar 2 jam ke arah Balikpapan. Posisinya sekitar 2/3
perjalanan ke Balikpapan. Patokannya gampang, begitu sampai pertigaan ke arah
Samboja, kita tinggal jalan lurus sedikit, dan belok kanan begitu ketemu
belokan besar pertama di kanan jalan. Perjalanan sampai sana sih gampang, karena
jalanan mulus meskipun naik turun plus berkelok-kelok. Tapi begitu belok sampai
sekitar setengah jam berikutnya agak penuh perjuangan karena jalanan rusak,
berbatu, dan berlubang di sana sini.
Setelah lebih dari setengah jam
puas menikmati jalanan rusak, akhirnya sampai juga di Bukit Bangkirai. Begitu masuk,
kita akan disambut musik khas Dayak dan mbak-mbak di meja resepsionis (anggap
saja begitu). Harga tiket masuk tergantung kita mau kemana dan ngapain, kalau cuma
mau jalan-jalan nggak jelas cukup bayar Rp 6.000,-. Mau naik canopy bridge
bayar lagi Rp 25.000,-. Kalau mau ikut permainan ala-ala outbound macam flying
fox, wall climbing, steping log, dll ya harus bayar lagi. Harga yang harus
dibayar tergantung rute (masing-masing permainannya beda), tapi mohon maaf aku
lupa berapanya, haha.
Tadinya sih pada pengen naik
canopy bridge sama ikut permainan sekalian, tapi karena perginya nggak tau
medan, kita pada nggak pake sepatu kets. Ada sih persewaan sepatu yang cuma Rp
10.000,- doang, tapi ukurannya terbatas. Jadilah kita jalan dulu buat canopy
bridge, nanti kalo masih pengen bisa balik lagi buat beli tiket outbound. Begitu
rencananya.
Jalan menuju canopy bridge
terbagi menjadi 2 trek, trek 1 sepanjang 150 m dan trek 2 sepanjang 300 m. Secara
teori sih nggak jauh, tapi dasar badan jompo nggak pernah olahraga, segitu doang
capek, haha. Dan lagi jalan setapak yang kita lewati bener-bener masih area
hutan yang dijaga kelestariannya. Bahkan di beberapa pohon ada warning kalau
kita nggak boleh masukin tangan ke lubang pohon, karena mungkin ada ular di
dalamnya. Hii, untung aku baru tau belakangan, kalo nggak bisa horror sendiri.
Sampai di canopy bridge, rupanya
kita harus antri naik dan antriannya lumayan, lagi long weekend ternyata banyak
juga yang iseng main ke hutan. Sistem naik di sana adalah per rombongan,
tinggal kasih nama dan tiket ke petugasnya, nanti kita akan dipanggil sesuai
giliran. Naiknya harus bergantian, namanya juga naik jembatan gantung, kalau
kebanyakan orang di atas bisa bahaya.
Baru nunggu sebentar, tau-tau
hujaaaan.. deres pula. Semua orang yang nunggu di area terbuka langsung ngibrit
cari tempat berteduh. Untungnya di deket sana ada gazebo, yang langsung penuh
sesak dengan pengantri canopy bridge.
Sudah terlanjur bayar, dan nggak
mungkin juga balik dalam kondisi hujan dan jalanan yang pasti licin, kita
bersabar nunggu hujan reda. Begitu hujan reda, kita juga masih harus bersabar
nunggu giliran naik yang ternyata masih lama. Tapi menunggu dalam suasana hujan
di tengah hutan is somehow refreshing, so.. no problem.
Begitu giliran dipanggil,
lagsung dag dig dug serr. Gimana nggak, tinggi jembatannya sampai 30 meter dari
permukaan tanah. Perjalanan menuju atas lumayan bikin capek dan harus hati-hati
karena tangga licin sehabis hujan. Sesampainya di atas, tantangan sebenarnya
dimulai.. berani nggak nyebrang jembatannya?
Jadi canopy bridge ini
menghubungkan pohon-pohon bangkirai yang tingginya lebih dari 30 meter. Ada sekitar
4 jembatan dengan panjang bervariasi (pas kesana 1 jembatan sedang ditutup). Jembatan
cuma boleh dilalui satu orang secara bergantian. Dan yang bikin horror, itu
jembatan kecil goyang-goyang terus!
But the show must go on,
waktunya mengalahkan ketakutan dan melangkahkan kaki menyebrang jembatan demi
jembatan. Emang bikin deg-degan, tapi seruuuu! Jangan iseng liat bawah tapi
yaa, tinggi banget soalnya. Dan nggak perlu lari, jalan pelan-pelan aja,
dinikmati.
Pemandangan di atas menyejukkan
mata banget, hijau dimana-mana. Seneng rasanya lihat kondisi hutan yang masih
terjaga. Seandainya sebagian besar hutan Kaltim masih sehijau ini, pasti hidup
anak cucu kita nanti bisa lebih baik.
Puas di atas, waktunya turun dan
jalan menyusuri jalan setapak yang sama menuju parkiran. Out boundnya? Haha,
sudah lupa tuh. Lagian udah hampir sore, waktunya pulang ke rumah.
Bye Bukit Bangkirai! Ternyata
pergi ke tempat yang deket yang cuma perlu uang bensin, uang makan, dan tiket
masuk lumayan menyenangkan. Otak kembali fresh tanpa perlu pergi jauh-jauh.
So, let’s go to places near us
and starts saying.. “Syukuri perjalanan-perjalanan kecilmu!”
Finally gotha!!!
ReplyDeletePenduduk samaendaaahhh sekalinyaaa....
Duh mba.. kompakan deh qt yak :D
Ahahaa, orang samarinda juga? Udah pernah ke Bangkirai belum? 😁
Delete