Buatku, separuh dari keberhasilan trip adalah adanya temen jalan. Yah, namanya juga traveler cupu, belom berani pergi sendirian. Makanya begitu temen bilang pengen nonton MotoGP Motegi, di Jepang, tanpa pikir panjang aku langsung bilang, HAYUK!
Jepang udah lama masuk jadi
bucket list, meskipun dulu pengennya pergi liat sakura, tapi ternyata kesempatan
perginya pas autumn (MotoGP Motegi diadainnya di bulan Oktober). Ya nggak
apa-apa banget, karena makin lama aku justru makin cinta sama warna warni
autumn. Dan yang penting, aku pergi pas cuaca sejuk bin adeem *makhluk tropis
gegayaan*.
Niat pergi udah dari November
tahun lalu, jadi aku punya waktu hampir setahun buat mempersiapkan trip perdana
ke Jepang, yang semuanya diurus sendiri. Dan beginilah kira-kira yang harus
disiapkan sebelum bisa teriak, “JAPAAN, I’M COMIING!”
Tiket pesawat
Banyak banget pilihan maskapai
menuju Jepang. Tinggal pilih, mau budget airlines atau full service, mau
transit atau direct. Dan bukan bermaksud gaya-gayaan, tapi aku mencoret AirAsia
dari pilihan karena nggak sanggup membayangkan lebih dari 7 jam mati gaya di
pesawat. Terbang 3 jam ke KL aja rasanya udah luamaa banget. Alasan kedua, aku
sering nggak hoki dapet promo AirAsia, haha. Terus, duitnya tumpeh-tumpeh gitu
sampe mau beli tiket maskapai full service? Ya nggaklah! Kan ada yang namanya
promo, apalagi pas travel fair, harga bisa sampe setengahnya. Dan itulah yang
kita lakukan.
Travel fair pertama datang di
bulan Februari, Japan Travel Fair di AEON Mall. Thanks to Wiwin yang dapat
tugas berburu, kita berhasil bungkus 3 tiket ANA Jakarta – Haneda pp untuk
tanggal 10 – 20 Oktober 2016 seharga 5 juta saja (harga normal bisa sampe 12
juta cyiin). Full service, 5 stars airlines, world 10 best airlines, dan direct
flight pula! Nggak lama setelah beli ada travel fair SQ *maskapai impian
banget* yang harganya beda tipis sama tiket yang udah kebeli. Tapi kan nggak
mungkin dong beli tiket lagi? Haha, tapi terbang sama ANA ternyata enak banget
kok. Berasa banget Jepangnya *yaiyalah*. Nggak
nyesel pokoknya, salah satu best buy tahun ini! Jadi, yang pengen
terbang nyaman dengan harga aman di kantong, bersabarlah menunggu travel fair.
Buat keberangkatan autumn, Februari – Maret biasanya bertebaran travel fair.
Tinggal pilih yang cocok di tanggal yang dimau dan cocok di kantong pastinya.
Itinerary
Begitu tiket pesawat sudah di
tangan, aku yang terlalu bersemangat langsung mulai bikin itinerary, padahal
perginya masih 8 bulan lagi. Start dari Tokyo, dan pulang juga dari Tokyo,
maklum tiket promo jadi nggak bisa ambil multi city. Setelah diutak-atik,
akhirnya terpilih rute Tokyo – Osaka – Kyoto – Tokyo. Rute Japan for beginner
bener deh, belom berani melipir ke kota-kota sekitar, nggak ada waktunya juga
sih, haha.
Tanggal berangkat yang tadinya
berasa lebih cepet dari itinerary awal sebelum dapet tiket, ternyata pas banget
karena kita punya alokasi 2 hari full di Kyoto (baru cari-cari informasi
tentang Kyoto aja udah jatuh cinta, cyiin). Karena 2 hari udah kepake buat
nongkrong di Motegi, jadi 1 hari buat Osaka, 2 hari Kyoto, dan 3 hari sisanya
Tokyo. Pas banget! Proses penyusunan itinerary terbantu banget sama blog
Pichunotes-nya mbak Vika yang sangat amat detail *tinggal contek dan sesuaikan,
haha*, juga Jejak Vicky-nya mbak Vicky, and million thanks to hyperdia.com buat
milih jalur mana yang paling oke dan perkiraan waktu perjalanan. Itinerary
selengkapnya akan ada di postingan terpisah okay.
Transportasi
Jepang itu negara mahal, dan
salah satu komponen terbesar penyedot budget adalah transportasi. Tiket kereta
termurah untuk jarak dekat sekitar 140 yen atau Rp 16.800,- (dengan kurs yen
120). Belum shinkansen Tokyo –Osaka misalnya, yang bisa sampai 14.000 yen atau
sekitar 1,6 juta sekali jalan. Nggak heran sih, karena transportasi yang
canggih dan interval tunggu juga relatif pendek bikin jarak yang sebenernya
jauh tetep aja cepet sampainya.
Meskipun mahal, untungnya Jepang
berbaik hati menyediakan berbagai macam pass buat turis asing yang ingin
menghemat pundi-pundi yen-nya. Kalau dimanfaatkan bener-bener, kita bisa menang
banyak dari situ lho. Banyak macam pass yang tinggal disesuaikan dengan
kebutuhan. Selama 10 hari trip di Jepang, ini dia pass yang kubeli:
Awalnya sih
sama sekali nggak kepikiran buat beli JR Pass karena rencananya perpindahan
kota Tokyo – Osaka dan sebaliknya akan dicover pesawat dan bis Willer ekspress.
Tapi, tiket pesawat Haneda – KIX rata-rata harganya di atas sejuta karena
Haneda bukan tempat mangkalnya maskapai budget macam Jetstar atau Peach.
Maskapai budget terbangnya dari Narita, dan kalau mau bela-belain terbang dari
sana, nambah lagi ongkos transport antar bandara yang bisa sampe 3000 yen.
Penghematan yang sama aja boong karena jatuhnya sama aja costnya dengan dari
Haneda. Belum lagi, jadwal balik Kyoto – Tokyo harinya nggak pas, karena di
Jum’at malam dan bis di hari itu harganya lebih dari 7000 yen. Agak nggak rela
gitu, Willer ekspress hari biasa kan bisa dapet 3000 – 5000 yen. Jadi, 3 bulan
sebelum pergi akhirnya kita banting stir ke JR Pass.
Agak berat
sebenernya, harganya lho mahal banget! JR Pass ordinary 7 hari dibanderol
29.110 yen atau sekitar 3,7 juta (pas beli kurs yen 128). Tapi setelah
dihitung-hitung, kita untung gede karena total cost transportasi sampai 54.000
yen. Hampir 2x lipat harga JR Pass. Sampai segitu banyak karena dipuas-puasin
naik shinkansen, bolak balik Motegi pun naik shinkansen. Yaiyalah belinya
mahal, harus dimanfaatin semaksimal mungkin dong, haha.
Ingat, beli
JR Pass atau nggak, kebutuhan masing-masing berbeda tergantung itinerary. Kalau
perpindahan kotanya santai dan nggak banyak, JR Pass belum perlu. Cuma karena aku nambah
agenda MotoGP yang jaraknya lumayan jauh dari Tokyo dan dilalui shinkansen, itu
yang jadi pertimbangan akhirnya beli JR Pass. Bus pp dari Utsunomiya ke Motegi
pun dicover JR Pass, jadi pemanfaatannya bisa maksimal. Yang penting dihitung
dulu estimasi cost transportasi, kalau di bawah harga JR Pass coret aja. Kalau
kira-kira balik modal , baru pertimbangkan beli. Kalau aku sih seneng banget
pake JR Pass, berasa keren gitu. Tinggal nunjukkin pass, bisa lenggang kangkung
keluar masuk stasiun dan bolak balik naik shinkansen yang super enak itu. Haha.
JR Pass
dibeli di Jalan Tour dengan harga menyesuaikan kurs yen saat itu. Syaratnya,
visa Jepang kita sudah terbit. Oh ya, mereka jualnya dalam rupiah, jadi nggak
usah repot-repot nuker yen sebelum beli.
Transportasi
utama Kyoto yang menjangkau daerah wisata adalah dengan bus. Dua hari di Kyoto,
aku cuma beli bus pass untuk sehari aja karena city bus pass seharga 500 yen baru
balik modal kalau dipakai lebih dari 2x. Di hari pertama cukup pakai Pasmo
karena cuma 2x naik bis. Tarifnya flat 230 yen untuk dewasa sekali naik. Hari
kedua baru beli bus pass, yang biarpun salah naik bis, bisa ganti bis lagi
tanpa rugi *pengalaman*. City bus pass dibeli di hostel, peta juga disediakan.
Transportasi
kereta di Tokyo sebagian besar terbagi jadi 2, JR lines yang relnya di atas
tanah, dan subway yang relnya di bawah tanah. JR atau Japan Railways itu milik
pemerintah, sementara subway milik swasta (masih terbagi lagi jadi Toei subway
dan Tokyo Metro). Karena providernya beda-beda, pass-nya juga macem-macem. Ada
pass untuk kereta JR Yamanote line, ada pass untuk Toei subway, dan ada juga
yang buat Tokyo Metro. Karena hari pertama di Tokyo masih dicover JR Pass, di
dua hari sisanya aku memutuskan buat beli Tokyo Subway Pass 48 hours. Kenapa
Tokyo Subway Pass? Karena dia mengcover Toei subway dan Tokyo Metro sekaligus,
daripada aku pusing milih line kan mending yang bisa dua-duanya. Harganya 800
yen untuk 24 hours, 1200 yen untuk 48 hours, dan 1500 yen untuk 72 hours. Tokyo
Subway Pass cuma bisa dibeli di Haneda atau Narita (di bagian Tourist
Information), jadi enaknya pas mendarat langsung beli aja.
Fyi, tiket
subway emang lebih mahal dari JR, tapi sebanding lah. Rasanya lebih cepet sampe
(bawah tanah lebih minim hambatan), dan pas rush hour sekalipun nggak sepadet
JR. Ampun-ampun deeh naik JR pas rush hour, bisa gepeng di dalam kereta.
Sebenernya
ini bukan pass khusus, cuma kartu semacam EzLink di Singapore yang tinggal tap
tiap keluar masuk stasiun atau pas turun bis. Pasmo basically kartu segala
bisa, nggak cuma buat transportasi, tapi juga bisa buat belanja di convenient store misalnya. Buatku, pasmo
ini praktis, karena nggak perlu beli tiket setiap mau naik kereta. Menghemat
waktu, juga menghemat yen meski nggak banyak (misal kalau beli di mesin harga
tiket 140 yen, pakai pasmo didiskon sedikit jadi 137 yen). Pasmo atau Suica
atau ICOCA fungsinya sama dan bisa digunakan di seantero Jepang. Pasmo atau Suica
meskipun belinya di Tokyo, tetap bisa dipakai di Osaka dan Kyoto, dan
sebaliknya untuk ICOCA. Pasmo dibeli di Haneda Airport seharga 3000 yen dengan
2500 yen saldo dan 500 yen deposit. Beli di mesin-mesin yang stasiun juga
gampang, top up kalau saldonya sudah mau habis juga gampang. Aku pakai pasmo
buat perjalanan yang nggak tercover JR Pass atau Tokyo Subway Pass.
Cari hostel di Jepang ini tricky
banget sumpah. Kompetisinya gedee! Belum lagi pilihan sesuai budget yang nggak
banyak (budgetku maksimal 3000 yen per malam). Meski dari lama udah memplot mau
nginep dimana-mana aja, pas udah 3 bulan sebelumnya belum tentu dapet kamar
yang udah diincer. Jadi, kebanyakan hostel di Jepang baru bisa dipesan 3 bulan
sebelumnya. Dari awal aku sudah berencana stay di J-Hoppers Osaka, Piece Hostel
Kyoto, dan Khaosan Tokyo Original. Buat stay bulan Oktober, Piece Hostel yang
paling cepet bisa dipesan, dari Mei sudah bisa. Tapi karena kurang sigap, aku
nggak berhasil book female dorm buat 2 malam di sana. Terpaksa ambil satu malam
di mixed dorm, baru satu malam lagi di female dorm. Rempong sih pake acara
pindah kamar, tapi yaudahlah demi tetep stay di hostel inceran.
Dapet J-Hoppers Osaka sih minim drama, kamarnya baru bisa dipesan persis 3 bulan dari tanggal stay kita. Karena aku berencana stay tanggal 11 Oktober, baru bisa booking tanggal 11 Juli. Dan begitu aku beres booking, female dorm-nya udah penuh aja dong. Baru juga hari pertama bisa book, cyiin! Nah, paling rempong di Khaosan Original. Tadinya aku sudah memplot mau stay di female dorm, tapi di web hostelworld selalu muncul bed yang terisa cuma 3, padahal kita berempat. Mau booking terpisah, iya kalo seorang lagi dapet kamar. Dilematis banget. Jadi akhirnya ambil private room berdua buat dua malam. Nah, 4 malam sisanya ambil di Anne Hostel Asakusabashi yang alhamdulillah jauh lebih yoi dari Khaosan Original.
Dapet J-Hoppers Osaka sih minim drama, kamarnya baru bisa dipesan persis 3 bulan dari tanggal stay kita. Karena aku berencana stay tanggal 11 Oktober, baru bisa booking tanggal 11 Juli. Dan begitu aku beres booking, female dorm-nya udah penuh aja dong. Baru juga hari pertama bisa book, cyiin! Nah, paling rempong di Khaosan Original. Tadinya aku sudah memplot mau stay di female dorm, tapi di web hostelworld selalu muncul bed yang terisa cuma 3, padahal kita berempat. Mau booking terpisah, iya kalo seorang lagi dapet kamar. Dilematis banget. Jadi akhirnya ambil private room berdua buat dua malam. Nah, 4 malam sisanya ambil di Anne Hostel Asakusabashi yang alhamdulillah jauh lebih yoi dari Khaosan Original.
Budget
Ini dia bagian yang paling bikin
stress dari persiapan trip ke Jepang. Jepang itu negara mahaaal! Begitu
itinerary jadi, budget udah kebayang dan angkanya sukses bikin
ternganga-nganga. Belum lagi yen lagi mahal-mahalnya, berbulan-bulan ada di
angka 130 *maak!*. Budgeting kubagi jadi tiket pesawat, akomodasi, transportasi
selama di Jepang, jatah makan, tiket masuk tempat wisata, sewa wifi, oleh-oleh,
dan lain-lain. Pos yang menyedot anggaran yen terbesar yaitu akomodasi dan
transportasi. Karena nggak ngerti lagi mana yang bisa dikurang-kurangi, akhirnya
bismillah aja nabungnya yang dikuatin. Penghitungan budget dari awal penting
karena di Jepang agak susah buat tuker uang (money changer belum tentu terima
rupiah, bawa dollar aja kalau mau). Jumlah yen yang kubawa sudah disesuaikan
hitung-hitungan uang transport, akomodasi, makan, tiket masuk tempat wisata,
juga oleh-oleh. Karena kurs yen sampai 126 (ini termasuk udah lumayan turun,
jadi alhamdulillah), budget keseluruhan membengkak sampai 20 juta *cryy, tapi
tetap harus semangat, hap hap!*
Visa Jepang
Pengurusan visa Jepang bisa
dilakukan di Kedutaan Jepang sesuai wilayah yurisdiksi masing-masing. Untuk
wilayah Kalimantan Timur (aku domisili Samarinda), pengurusan visa dilakukan di
Kedutaan Jepang di Surabaya. Biar praktis dan nggak perlu jauh-jauh ke Surabaya,
aku ngurus visa di Dwidaya Tour Samarinda dengan biaya Rp 485.000,-. Estimasi
sih 5 – 10 hari kerja visa jadi, tapi nyatanya 3 minggu baru selesai visanya.
Sumpah dag dig dug! Alhamdulillah 2 minggu sebelum berangkat visa sudah di
tangan.
Wifi Portable
Keliling Jepang tanpa sinyal
internet? Wuiih, aku belum seberani itu! Jepang memang punya spot-spot free wifi
di bandara dan stasiun-stasiun besar, tapi pas kita di tempat terpencil gimana?Untuk
memperkecil kemungkinan nyasar dan stay connected dengan kerjaan dan keluarga,
kita sengaja mengalokasikan dana khusus buat sewa wifi. Pilihannya banyak, bisa
sewa di bandara Jepang begitu sampe, sewa wifi Jepang via online yang diantar
ke bandara atau hostel kita, bisa juga sewa wifi dari Indonesia. Tadinya mau
sewa wifi di globaladvancedcomm.com untuk 9 hari seharga 6150 yen, tapi Bandara
Haneda tempat kita mendarat masuk area premium delivery, yang mana harus bayar
1220 yen lagi untuk ongkirnya. Mau dikirim ke hostel di Osaka, dari Haneda sampai
stasiun shinkansen kalo kita nyasar gimana? Haha, akhirnya kita nggak jadi
pesan wifi online. Pilihan mengerucut ke sewa wifi di Indonesia, jadi begitu
sampe Jepang udah aman soal sinyal. Opsinya sewa di Jalan Tour, HIS Travel,
atau Wi2Fly. Harga normal di HIS untuk paket 10 hari lumayan mahal, Rp
972.000,-. Harga Jalan Tour Rp 75.750,-/hari, deposit Rp 1.000.000,-. Dan harga
di Wi2Fly Rp 70.000,-/hari, deposit Rp 500.000,-. Bisa ditebak kita pilih yang
mana? Yak, tentu saja Wi2Fly yang paling murah!
Kualitas oke, speed oke, nggak
ada blank spot selama di Jepang meskipun kita pergi ke Kawaguchiko dan Motegi. Ketahanan
baterai juga lumayan, dalam kondisi on terus dari pagi baru minta dicharge sore
menjelang malam. Cuma karena pas kita mau pergi yang sewa lagi banyak,
pagi-pagi pas hari H stok wifi kosong, padahal kita udah pesen sebelumnya. Sore
menjelang temen berangkat ke bandara, baru wifi router dianter. Yaampun bikin
dag dig dug, drama banget deh!
Barang bawaan
Jangan bawa koper segede gaban
kalau kamu masih mau hidupmu tenang di Jepang. Meskipun maskapai membebaskan
kamu bawa bawaan 2 x 23 kg, jangan tergoda buat dimaksimalkan! Aku bawa yang ukuran
24” (berat sekitar 13 kg) dan nyeselnya minta ampun, setiap perpindahan kota
rasanya nightmare! Gimana nggak, nggak semua stasiun di Jepang sedia eskalator
atau lift (Shin Osaka dan stasiun subway di Tokyo contohnya). Kebayang dong
gimana menyiksanya gotong-gotong koper naik turun stasiun? So, travel light is
the best! Bawa secukupnya sesuai kebutuhan, kalau perlu buat outfit plan biar
nggak ada baju yang kebawa sia-sia.
Kapan kita pergi menentukan
bawaan yang perlu dibawa. Karena aku pergi bulan Oktober, pas autmn belum
puncaknya, diperkirakan suhu belum terlalu dingin. Pantauan suhu beberapa hari
sebelum berangkat juga kayaknya memang belum dingin, masih lebih dari 20°C. Coat
yang udah kubeli pun nggak jadi kubawa (berat banget dan menuh-menuhin koper). Yang
penting bawa jaket, sweater, dan kaos-kaos panjang. Selama 10 hari di Jepang,
kira-kira ini yang kubawa:
·
Atasan (6 pc)
·
Bawahan (2 celana panjang, 2 rok panjang)
·
Jaket (1pc)
·
Cardigan (2pc)
·
Sweater (1pc)
·
Heattech gabut Uniqlo (2 pc)
·
Legging super gabut Uniqlo (1 pc),
legging biasa (1 pc)
·
Baju tidur (2 pc)
·
Kaos kaki (3 atau 4pc)
·
Handuk (ada hostel yang berbaik hati nyediain
handuk, ada juga yang harus sewa, jadi lebih aman bawa sendiri)
·
Alat mandi (sikat gigi, odol, sabun, shampoo,
facial wash, deodoran); sabun shampoo kalo mau diskip bisaa, biasanya tiap
hostel udah nyediain.
·
Kosmetik (krim pagi, pelembab, lipstick,
lipbalm, eye liner, bedak, parfum)
·
Obat-obatan pribadi (buatku yang berguna banget
anti alergi gara-gara nggak cocok udaranya)
·
Powerbank, charger handphone
·
Adaptor universal (inget, Jepang model
colokannya yang pipih 2)
·
Hand sanitizer (cuma aku yang merasa perlu,
temen-temenku nggak)
·
Sepatu super nyaman, ini penting banget karena
kita bakalan banyaaak jalan. Aku cuma bawa sepasang sepatu Skechers, dan telapak
kaki selalu riang gembira tanpa keluhan meskipun punggung rasanya kayak hampir
patah.
·
Sandal jepit (yang ternyata nggak begitu perlu,
3 dari 4 hostel yang kuinapi menyediakan slippers buat mondar mandir di area
hostel)
·
Cemilan (aku bawa serba coklat biar bisa lumayan
ganjel sebelum makan layak)
·
Mi instan (aku bawa 2 bungkus mi rebus dan 2
bungkus mi goreng, dan rasanya masih kurang), boncabe, abon (2 item ini temen
yang bawa, tapi asli membantu banget, bikin onigiri tambah enak).
·
Notes dan pulpen (buat nyatat pengeluaran
sekaligus koleksi stempel khas Jepang)
·
Tumblr. Lumayan menghemat pengeluaran karena air
keran di Jepang toh aman diminum.
·
Detergen (opsional kalau merasa perlu cuci baju
selama di Jepang, karena nggak semua hostel nyediain detergen)
So far yang kubawa sudah sesuai
kebutuhan, dan nggak ada baju yang nggak terpakai. Suhu ternyata termasuk
dingiin jadi aku pake lapis-lapis (kaos panjang, heattech, baru cardigan atau
sweater atau jaket). Payung aku malas bawa, dan nggak masalah karena selama 10
hari di Jepang cuma dapet 1 hari hujan (rajin-rajin liat prakiraan cuaca yang
nggak pernah salah), dan hostel sudah menyediakan payung gratis buat
dibawa-bawa.
Jadi, begitulah persiapan trip
Jepang 2016 yang sumpah bikin stress, tapi seru! Kalo disuruh ngulang
rempong-rempong begini aku mauu. Entah kenapa, belum tuntas rasanya pergi ke
Jepang cuma sekali (manusia emang nggak pernah puas). BUT HEY JAPAN, I’M
COMIIIIIING!!!
Kak mau tanya dong, waktu sewa wifi di wi2fly itu baik2 aja yah ? saya mau sewa disana tapi jadi ragu, karena liat comment di instagram nya sadis2
ReplyDeleteBarangnya sih oke2 aja, tapi mungkin servicenya yang perlu diperbaiki. Barangnya nggak ready di waktu yang kita minta, harusnya pagi dianter, sore baru nyampe, padahal udah harus jalan ke bandara. Itupun pake acara didatengin dan ditelpon2 dulu.
DeleteKak mau Tanya nich klo Beli ticket motoGP nya kakak Beli dimana?
ReplyDeleteDi lawson pas udah nyampe jepang
Delete