Movie: My Brilliant
Life (working English title) / My Palpitating Life (literal title)
Revised romanization: Doogeundoogeun
Nae Insaeng
Hangul: 두근두근 내 인생
Director: E J-Yong
Writer: Kim Ae-Ran (novel), E J-Yong
Producer:
Cinematographer:
Release Date: September
3, 2014
Runtime: 117 min.
Production Company: Zip Cinema
Distributor: CJ Entertainment
Language: Korean
Country: South Korea
Han Ah Reum, seorang penderita
Pregoria. Usianya baru 16 tahun, tapi fisiknya seperti seorang kakek 80 tahun
yang renta dan sakit-sakitan. Karena itu ia tak sekolah, dan banyak
menghabiskan waktu di rumah dengan membaca dan menulis di komputer. Ia mulai
menulis tentang orang tuanya yang memilikinya saat usia mereka masih 17 tahun.
Ah Reum tak bisa berteman dengan anak seusianya, tapi
ia akrab dengan seorang kakek tetangga, kakek Jang. Ah Reum menceritakan soal
orang tuanya yang jatuh cinta di usia 17 tahun. Bukan 27, tapi 17 tahun. Kakek
Jang maklum, Romeo dan Juliet juga jatuh cinta di usia segitu. Ia malah merasa
iri dengan cinta di masa muda mereka. Cinta di musim semi, seperti awal hidup
mereka. Kakek Jang tertawa, yakin kalau ayah Ah Reum panik saat mengetahui ia
akan menjadi ayah.
Flashback. Dae Soo tak bisa
menyembunyikan kekagetannya saat Mi Ra memberitahu kehamilannya, “Kau tak akan
melahirkannya kan? Aku baru 17 tahun!”
“Aku juga 17 tahun!” sahut Mi
Ra. Tapi Dae Soo tak percaya diri, ia bodoh, keluarganya miskin, tak punya masa
depan, dan lagi ia tak punya ibu yang bisa membantu membesarkan anak itu. Belum
lagi jika kabar ini tersebar, Mi Ra bisa dikeluarkan dari sekolah. Bagaimana
bisa mereka membesarkan anak?
Mi Ra berkata ibunya juga
dikeluarkan dari sekolah tapi ia baik-baik saja. Dae Soo tak yakin Mi Ra akan
baik-baik saja jika semua orang tau. Mi
Ra menghela napas kesal, dan berbisik pada Dae Soo, “Ada serangga yang menyamar
menjadi kotoran burung untuk bertahan hidup. Kau terlihat persis seperti
serangga itu.”
“Choi Mi Ra, ibuku. Bungsu dari 6 bersaudara, dengan 5 saudara
laki-laki. Dan ayahku menghamilinya.”
Begitu keluarganya tau, Dae Soo
langsung dikejar-kejar semua kakak Mi Ra. Dan Mi Ra dapat amukan ayahnya. Ibu
berusaha melindungi putrinya, tapi ayah yang marah memukul Mi Ra di kepala.
“Sial,” jawab Mi Ra refleks sambil memegangi kepala dan melindungi perutnya. Ia
berteriak kalau ibu juga melahirkan kakaknya saat 17 tahun! Ayah mendesak Mi Ra
mengatakan siapa ayahnya.
“Julukan ibu saat masih kecil adalah Putri Sial. Semua itu berkat ajaran
para pamanku.”
Sementara itu Dae Soo yang emosi
pada wasit saat pertandingan taekwondo, malah tak sengaja menendang kepala
sekolahnya.
“Ayahku mantan atlet taekwondo dan dia jadi terkenal di kotanya karena
menendang kepala sekolahnya”
Akibatnya ia ditampar
berkali-kali oleh pelatihnya. Sampai rumah, ia masih ditampar berkali-kali oleh
ayahnya karena menghamili anak orang. Dae Soo yang tak kalah emosi berkata ia
akan berhenti sekolah, dan tak akan pernah kembali ke rumah. Ia benar-benar
pergi dan tak pernah kembali.
Mi Ra masuk kamar Ah Reum yang
sibuk dengan komputernya. Ah Reum tak suka ibunya masuk tanpa mengetuk seperti
itu. Mi Ra mengerti dan menutup pintunya, lalu masuk lagi setelah Ah Reum
menutup apa yang sedang ditulisnya di komputer. Mi Ra mengecek tekanan darah
dan gula darah Ah Reum, sambil memastikan Ah Reum meminum semua obatnya. Ah
Reum berkata ia sudah biasa dan bisa melakukan semuanya sendiri. Mi Ra hanya
tersenyum dan mengajak Ah Reum keluar, ayah datang membawa es serut
kesukaannya.
Mereka berkumpul di ruang
keluarga, makan es serut sambil menonton SNSD di tv. Ayah Ah Reum suka sekali
SNSD, dan bertanya selera musik anaknya. Ah Reum suka semua lagu yang
dinyanyikan grup wanita. Dae Soo tertawa, bahkan selera musik mereka sama. Tapi
beranjak tua, ia lebih suka lagu sedih. Lagu sedih yang cocok saat minum
alkohol. Dae Soo: “Jadi ketika kau beranjak tua..” Ah Reum menatapnya seolah
berkata ia sudah tua, jadi Dae Soo meralat.. saat lebih tua lagi, dengarkan
lagu sedih sambil minum alkohol, mengerti? Ah Reum hanya mengiyakan.
Mi Ra kembali dengan kue beras
dan minta channel tv diganti acara ‘Beri
Harapan Kepada Tetangga’. Dengan mereka sebagai bintang tamunya. Kisah dua
remaja 17 tahun yang menjadi orangtua dan anak mereka harus meninggalkan dunia
ketika berusia 17 tahun. Saat masih kecil Ah Reum sangat lucu dan tampak sangat
normal. Ah Reum menceritakan tentang dirinya yang penasaran rasanya sekolah,
saat membaik, ia ingin sekolah.
Ketika penyakit itu muncul, Ah
Reum pindah ke Bucheon dan menjalani pengobatan rawat jalan tiap minggu. Sehari
serasa setahun bagi Ah Reum. Dia menderita penyakit penuaan, juga penyakit
jantung, dan kehilangan penglihatan karena pembekuan pembuluh darah. Mereka tak
mampu kalau Ah Reum harus dirawat inap.
Ah Reum baru berusia 16 tahun,
namun secara fisik dia lebih dari 80 tahun. Dokter menjelaskan kalau pasien
Progeria bertambah tua 10 kali lebih cepat dari orang normal. Bukan hanya
kulit, tapi juga tulang dan organ mereka. Penyebabnya belum diketahui, tapi ini
penyakit yang amat langka, hanya menyerang 1 dari 30 juta orang. Penuaan bisa
ditunda sedikit, tapi tak bisa disembuhkan.
Kakek Jang menonton acara Ah
Reum bersama ayahnya yang sudah sangat tua dan pikun. Ayah Kakek Jang tentu tak
bisa mengingat siapa Ah Reum, tapi ia ingat kalau tadi siang makan sup pangsit,
juga ingat dengan kakek Jang. Ia mungkin pikun, tapi ia tak akan lupa anak
sendiri. Tapi parahnya, saat ditanya siapa dirinya, ayah Kakek Jang malah
kebingungan, “Aku? Siapa aku?” Hahaha.
Ayah Ah Reum seorang supir
taksi, dan ibunya bekerja di laundry. Mereka bekerja keras tapi tak cukup untuk
menutupi biaya pengobatannya. Mi Ra bercerita saat ia di UGD, ia ditelpon
ibunya karena ayahnya dalam kondisi kritis, tapi Mi Ra tak bergegas menemui
ayahnya. Ia malah berpikiran ayahnya sudah hidup lama, tak bisakah beliau lebih
dulu meninggal daripada Ah Reum? Mi Ra tertawa miris, ia benar-benar anak yang
durhaka dan itu menyadarkannya, betapa menakutkannya menjadi orangtua.
Saat ditanya mimpinya, Ah Reum
berkata ingin membuat orangtuanya tertawa, tumbuh dengan sehat dan membawa
kebahagiaan. Tapi ia tak bisa melakukan semua itu. Jika ayah punya anak yang
sehat, mereka bisa pergi kemping bersama atau bermain baseball. Jadi Ah Reum
pikir cukup dengan membuat orangtuanya tertawa.
Acara selesai, tapi kata-kata Ah
Reum malah membuat orangtuanya sedih. Untuk menutupinya Mi Ra pergi mengangkat
telpon kakaknya, dan Dae Soo membukakan pintu untuk Kakek Jang yang kesal
karena wawancaranya dipotong. Dae Soo ikut mengeluh, ia ayahnya malah lebih
sedikit mucul dibanding dokternya.
Produser acara itu rupanya teman
sekelas Mi Ra, Seung Chan. Acara itu mendapat rating besar dan masuk salah satu
dari tiga acara terbaik. Mereka mendapatkan bantuan banyak karena acara itu.
Dae Soo buru-buru pergi kerja
karena terlambat bangun, tapi Ah Reum sudah menunggunya di depan pagar.. ingin
ikut. Tadinya Dae Soo enggan karena ibu Ah Reum pasti akan marah, tapi Ah Reum
hanya menunjukkan jam di ponselnya tanpa kata. Sadar sudah semakin terlambat,
Dae Soo riang menarik anaknya pergi.
Karena Ah Reum ikut bersamanya,
setiap akan mengangkut penumpang Dae Soo menjelaskan kalau anaknya ikut
bersamanya, apa tidak apa-apa? Tapi semua mengenali Ah Reum. Ada yang ketakutan
dan tak jadi naik, ada yang malah mengajak Ah Reum foto bersama.
Saat tak ada penumpang Ah Reum
bertanya apa ayahnya masuk sekolah atlet untuk menjadi atlet taekwondo? Dae Soo
menggeleng, yang ia suka dari taekwondo hanyalah seragamnya. Ah Reum bingung,
apa bisa melakukan sesuatu padahal membencinya? Tentu saja, jawab Dae Soo,
temannya yang ahli matematika bahkan tak pernah menikmati matematika. Dae Soo
berpesan, meski Ah Reum tampak lebih tua, ia tak boleh meremehkan ayahnya.
Mantan atlet sepertinya sangat sensitif terhadap itu. Ah Reum hanya tertawa
mengiyakan.
Saat hari sudah malam mereka
pergi menjemput ibu Ah Reum pulang kerja. Mi Ra kaget saat melihat Ah Reum,
tapi tetap saja ia tak bisa marah. Mereka duduk di tepi sungai, makan ayam
goreng sambil minum bir dan menikmati angin malam. Mi Ra sangat menyukai hari
berangin. Ah Reum menjelaskan kalau angin menggerakkan elektron di udara ke
atom lain yang membuat perasaan senang. Mi Ra dan Dae Soo langsung memuji anak
mereka yang pintar, seperti mereka.
Dae Soo mengklaim kalau Ah Reum
sama sepertinya yang suka es serut, tak suka nasi kedelai, jari kaki panjang,
lucu dan sangat perhatian. Mi Ra tak mau kalah, matanya bagus dan pintar
sepertinya. “Mata kami sama,” potong Dae Soo. Mi Ra jadi kesal dan menyuruh Dae
Soo pergi beli bir lagi saja. Dae Soo tak keberatan dan mengajak Ah Reum
bersamanya.
Selesai membeli bir, Ah Reum
ijin pergi ke toilet. Tapi ia malah diganggu segerombolan anak sekolah yang
menganggapnya aneh. Dae Soo melihatnya dan mengajak anaknya pergi tanpa ingin membuat
masalah. Tapi kata-kata anak-anak itu soal Ah Reum yang tampak seperti gollum
membuatnya berbalik.
Dae Soo pasang ancang-ancang
untuk menghadapi mereka, sambil meyakinkan Ah Reum untuk percaya padanya. Dalam bayangan Dae Soo bisa
menghadapi mereka satu per satu dengan sekali pukul, tapi kenyataannya malah ia
yang diserang anak-anak itu. 1 lawan 6. Giliran Dae Soo berhasil menendang,
yang ia tendang malah polisi yang mau melerai mereka. Huahahaa, again?
Mereka pun berakhir di kantor
polisi. Mi Ra sudah di sana membela suaminya. Dae Soo emosi karena anak-anak
itu yang mengganggu mereka. Saat berhasil keluar, Mi Ra langsung memarahi
suaminya, kau sudah berjanji untuk tak berkelahi! Dae Soo beralasan ia emosi
karena mereka memanggil Ah Reum gollum. Gantian Mi Ra yang emosi dan refleks
berkata, “Sial!” Ia berbalik arah, mau mendatangi anak-anak tadi. Hahaa.
Dae Soo langsung panik dan
mengejarnya, berjanji tak akan berkelahi lagi. Tapi Mi Ra tak mau dengar dan
menyuruh suaminya jauh-jauh darinya. Akhirnya mereka malah kejar-kejaran karena
Mi Ra tak bisa dibujuk.
Ah Reum melihat kedua orang
tuanya dari jauh dan tersenyum, ‘Malam
ini, aku akhirnya melihat “Putri Sial” dan “Tendangan Putar”.’
Mi Ra mengantar Ah Reum pergi
kontrol. Dokter melihat hasil scan otak Ah Reum, dan berkata soal kemungkinan
stroke karena pembuluh darahnya pecah sedikit. Gejalanya sakit kepala Ah Reum
pasti sangat menyakitkan. Mi Ra langsung khawatir, sudah kubilang beritahu jika
kau sakit.
“Kapan aku pernah tidak sakit?”
tanya Ah Reum retoris. Dokter berkata hal ini tak bisa dibiarkan dan kelepasan
bicara kalau Ah Reum bahkan tak bisa bertahan sampai tahun ini. Tak mau
membuatnya sedih, dokter meminta Ah Reum keluar dulu. Tadinya Ah Reum ingin
tetap mendengarnya, tapi ia lalu menurut dan keluar ruangan.
Dokter menjelaskan pada ibu Ah
Reum kalau otaknya memang bermasalah tapi arterinya bisa pecah kapan saja,
seperti bom waktu. Saran dokter adalah rawat inap, atau mereka tak bisa
membantu.
Saat berjalan pulang, Ah Reum
tak nyaman karena orang-orang terus melihatnya dengan pandangan menyelidik. Mi
Ra menyangkal, “Mereka mungkin mengagumi kecantikan ibu.” Ah Reum sedang tak
mau diajak bercanda dan mulai berjalan cepat. Mi Ra menghentikannya, “Kau
sakit. Jangan pedulikan tatapan atau cemoohan orang lain, bersikaplah seperti
anak seusiamu. Mengeluh dan menangis seperti anak kecil jika sakit!”
“Tapi, aku tak terlihat seperti
anak kecil,” ujar Ah Reum yang tertunduk. Mi Ra melepas kacamata hitam anaknya,
“Mereka melihatmu karena kau memakai ini seperti selebriti.” Mi Ra menyuruh
anaknya melihatnya, ia menjadi ibu di usia 17 tahun. Ah Reum sudah hapal
kata-kata ibunya dan mulai tersenyum.
Mi Ra bercerita soal paman Ah
Reum yang menangis seperti anak kecil setelah disunat ketika dia sebaya Ah
Reum. Tapi Ah Reum melewati pengobatan yang lebih parah, tak semua orang bisa
melakukan itu. Ah Reum sudah melakukan sesuatu yang luar biasa, jadi Ah Reum
harus berjalan dengan bangga. Ah Reum tersenyum dan mengangguk.
Di rumah, Ah Reum melanjutkan
tulisan tentang orangtuanya. ‘Ibu menulis
kelebihan dan kekurangan ayah. Menurut ibu kelebihan ayah adalah tinggi dan
baik. Kelemahan ayah adalah terlalu tinggi dan terlalu baik. Tapi, kakek
berpikiran sebaliknya, kelebihannya cuma satu yaitu menghamili putriku. Lalu
nenek berkata, setidaknya dia memiliki keahlian.’
Ah Reum berhenti menulis,
tiba-tiba kepalanya sangat sakit. Tanpa memanggil ibunya Ah Reum meminum
sendiri obatnya dan beristirahat sebentar. Saat kembali ke komputernya, ada
satu email baru masuk. Dari seorang gadis.
‘Hai. Namaku Lee Suh Ha, 16 tahun. Sebaya denganmu. Aku dapat emailmu
dari stasiun TV. mereka mau memberitahu mungkin karena aku juga sakit. Saat melihat
tayanganmu di TV, kupikir kita bisa berteman. Semenit dalam hidupku juga terasa
seperti selamanya. Semoga kau lekas sembuh.’
Ah Reum bingung dan tak langsung
membalasnya. Tapi email itu terus menghantuinya apapun yang ia lakukan.
Malam hari, saat Ah Reum
mengambil minum di kulkas, tak sengaja ia mendengar pembicaraan orangtuanya. Mi
Ra menyalahkan dirinya, Dae Soo menenangkan, itu bukan penyakit keturunan. Sudah
berkali-kali ia bilang kalau itu hanya pembelahan acak sel, berlari saat hamil
tidak menyebabkan hal itu. Mi Ra tetap merasa bersalah, ia berlari 10 – 20 putaran
sepanjang malam sampai jantungnya terasa mau meledak. Mi Ra berdoa agar janin di perutnya tak dilahirkan. “Dae
Soo, apa anak kita bisa pulang ke rumah ini lagi?” tanya Mi Ra sedih. Dae Soo
hanya bisa memeluk istrinya agar lebih tenang.
Ah Reum mendengar semuanya dari
luar, dan itu membuatnya sedih. Kata-kata ibunya terus terngiang di telinga Ah
Reum, sampai tangannya tergerak hendak menghapus file ‘cosmos’. Tulisan yang ia
buat tentang ayah ibunya.
Bersambung ke Part 2
Note:
Taukah kalian apa yang bikin aku tertarik nonton film ini? Tak lain dan tak bukan karena Song Hye Gyo dan Kang Dong Won yang gantengnya kayak perpaduan Joo Won sama Yoochun, hahaa.. :p
Note:
Taukah kalian apa yang bikin aku tertarik nonton film ini? Tak lain dan tak bukan karena Song Hye Gyo dan Kang Dong Won yang gantengnya kayak perpaduan Joo Won sama Yoochun, hahaa.. :p
No comments:
Post a Comment