Mi Ra heran karena dokter mengganti obat Ah Reum lagi. Alasannya Ah Reum perlu obat dengan dosis lebih tinggi. Ah Reum yang hanya berbaring tau-tau bertanya jadi kapan ia mati? Ia merasa berhak tau soal itu. Dokter menenangkan, Ah Reum akan semakin baik.
“Kau tau betapa beratnya
menunggu mati tanpa harapan?” tanya Ah Reum putus asa. Dokter terdiam, lalu
akhirnya memberitahu kalau paling cepat 1 bulan, paling lama 2 bulan.
Di waktunya yang tinggal
sedikit, Ah Reum membuat dirinya bersenang-senang. Ia tertawa-tawa dengan Kakek
Jang yang mengunjunginya. Kakek Jang mengajaknya ke pemandian air panas saat
musim semi nanti. Ah Reum mengiyakan, bahkan saling berjanji dengan menautkan
tangan mereka. Kakek Jang pamit pulang, sudah waktunya ia memberi makan
ayahnya.
Saat mengantar Kakek Jang
keluar, Ah Reum berkata ia punya permintaan. Ia minta dibawakan soju. Ah Reum
ingin mencobanya sebelum terlambat. Kakek Jang kesal dengan kata-kata Ah Reum, “Sebelum
terlambat? Masa depanmu masih panjang!” Kakek Jang lalu pergi meski Ah Reum
berusaha membujuknya.
Seung Chan mengajak bicara Mi Ra
tentang seorang sutradara film yang ingin membuat kisah cinta antara seorang
bocah penderita Progeria dengan seorang gadis yang menderita penyakit
mematikan. Mi Ra berusaha menahan marahnya dan bertanya apa Seung Chan sudah
melaporkannya ke polisi? Seung Chan merasa itu percuma, dia tak akan dihukum
meski mereka melaporkannya karena ini bukan termasuk penipuan. Mi Ra tak
mengerti, apalagi Seung Chan malah minta Mi Ra menganggap ini sebagai nasib
buruk.
Ah Reum mendengar semua
perkataan mereka. Termasuk saat Seung Chan ingin mengatakan saja kalau gadis
itu pergi ke USA untuk pengobatan. Saking terkejutnya, Ah Reum sampai terduduk
lemas di lorong rumah sakit.
Untuk melampiaskan kemarahannya,
Ah Reum memainkan game konsolnya tanpa henti. Meski ibunya membujuknya makan
siang. Mi Ra berusaha mengambil game konsolnya, tapi Ah Reum marah dan membuat
makan siangnya jatuh ke lantai. Ah Reum juga tak mau mendengar kata-kata
ayahnya.
Ah Reum merasa tak ada gunanya ia makan, toh ia akan mati. Selama ini ia tak pernah melawan ayah ibunya, ia hanya ingin melakukan hal yang disukainya sebelum meninggal. Ah Reum mulai menangis, hidupnya tak lama lagi. Dan sekarang ia hanya ingin bermain ini. Kata-kata Ah Reum yang putus asa membuat ayah ibunya sedih.
Ah Reum merasa tak ada gunanya ia makan, toh ia akan mati. Selama ini ia tak pernah melawan ayah ibunya, ia hanya ingin melakukan hal yang disukainya sebelum meninggal. Ah Reum mulai menangis, hidupnya tak lama lagi. Dan sekarang ia hanya ingin bermain ini. Kata-kata Ah Reum yang putus asa membuat ayah ibunya sedih.
Mi Ra tau dan mendatangi
suaminya yang menangis sendirian di tangga darurat. Mi Ra hanya bisa memeluk
Dae Soo tanpa kata dan perlahan ikut menangis.
Alarm untuk berangkat kerja
membangunkan Dae Soo yang tertidur di dekat Ah Reum. Saat pamit, Ah Reum minta
ayahnya mengajaknya, ia ingin melihat bintang dari Taman Langit. Tentu Dae Soo
tak tega dan mengabulkan permintaan anaknya.
Ah Reum menulis email
terakhirnya untuk Suh Ha, mengucapkan selamat tinggal.
Ah Reum berlari begitu sampai
taman sampai ayahnya yang mengejar merasa ada yang aneh dengan Ah Reum hari
ini. Apalagi tau-tau Ah Reum menangis. Ia berdalih dirinya sangat bahagia. Ah
Reum yang menangis berkata dirinya sangat bahagia akan semuanya. Dae Soo yang
kebingungan hanya bisa memeluk anaknya yang menangis tersedu-sedu.
Dae Soo dan Ah Reum berbaring
menatap langit, menunggu bintang jatuh. Dae Soo takjub waktu berhasil melihat
bintang jatuh lagi, bintang sekarat yang akhirnya bersinar. Ah Reum tanya apa
ayahnya membuat permintaan? Dae Soo menggeleng, ia lupa. “Jika ada bintang
jatuh lagi, jangan lupa buat permintaan,” sahut Ah Reum. Dae Soo mengiyakan dan
balik bertanya apa Ah Reum sudah membuat permintaan?
Ah Reum sudah melakukannya, tapi
tak mau mengatakannya. Ia merasa sangat senang bisa melihat bintang bersama
ayahnya, dan ia sangat senang karena ayah adalah ayahnya. Dae Soo tersenyum
menatap putranya, “Aku juga. Aku sangat senang kau adalah putraku. Anak baik
sepertimu harusnya tidak sakit.”
Bintang jatuh tampak lagi, dan
Dae Soo langsung membuat permintaan. Sayang, Ah Reum tak bisa melihatnya. Pandangannya
menggelap seketika. Ah Reum bangun, “Ayah.. aku tak bisa melihat.”
‘Bintang terang di langit malam, bintang jatuh, dan wajah ayahku adalah
yang terakhir kulihat.’
Dae Soo panik dan langsung
menggendong Ah Reum kembali ke RS. Dalam gendongan ayahnya Ah Reum bergumam
minta maaf, harusnya ia yang menggendong ayahnya di usianya.
Ah Reum masuk ke ruangan gawat
darurat. Dokter memberinya obat penenang, makanya Ah Reum belum bangun juga
daritadi. Dae Soo bertanya pada dokter bagaimana bisa Ah Reum tiba-tiba tak
bisa melihat? Dokter hanya bisa berkata kalau penyakit geriatrik datang tanpa
peringatan. Arteri retinanya tertutup. Tingkat stress yang tinggi bisa
mempengaruhi tekanan intraokular. Dokter bertanya apa Ah Reum mengalami trauma
atau stress baru-baru ini? Mi Ra tak bisa menjawab.
Dae Soo akhirnya tau dan
memarahi Seung Chan. Dengan alamat dari Seung Chan, Dae Soo langsung mendatangi
rumah sutradara itu. Pemiliknya tak ada, tapi pintunya tak terkunci, dan Dae
Soo langsung bisa melihat banyak sekali artikel tentang progeria dan Ah Reum di
sana. Bahkan skenario berjudul ‘Jejak Waktu’.
Saat sutradara itu pulang, tanpa
babibu Dae Soo langsung memukulnya. Si sutradara dengan kakinya yang cacat itu
meminta maaf, dan memohon sunggu-sungguh agar dimaafkan. Dae Soo hanya bisa
melampiaskan kemarahan dengan memukuli tembok.
Setelah lebih tenang mereka
malah minum bersama. Sutradara itu meminta maaf lagi, ia tak akan melakukannya
jika kakinya tak cacat. Dae Soo malah menceritakan tentang anaknya yang sangat
cerdas. Melihatnya membaca buku membuatnya merasa bertambah pintar. Dengan bangga
DaeSoo juga berkata kalau Ah Reum pintar menulis. Ia mengeluarkan secarik
kertas dari dompetnya, puisi berjudul ‘Ayah’, yang dibuat Ah Reum untuknya.
“Ayah”
Ayahku bertanya padaku, ‘Kau ingin jadi apa
jika dilahirkan kembali?’
Kujawab dengan lantang, ‘Ayah, aku ingin
menjadi seperti Ayah’
Ayahku bertanya padaku, ‘Masih banyak yang
lebih bagus, kenapa kau ingin menjadi seperti aku?’
Kujawab dengan pelan...
Puisi itu membuat Dae Soo
menyusuri jalan yang tak pernah dilewatinya selama belasan tahun. Ia kembali
melangkahkan kakinya.. menuju ayahnya. Belum Dae Soo mencapai pintu, Ayahnya
seolah merasakan kehadirannya dan langsung membuka jendelanya. Ayah yang tua
dan renta terkejut melihat anaknya di hadapannya.
Dae Soo masuk dan memberi hormat
pada Ayahnya. “Kau bertambah tua, Ayah,” ujar Dae Soo pelan. Ayah hanya berkata
kalau Dae Soo sudah dewasa. Saat Dae Soo bertanya apa Ayahnya sehat, Ayah hanya
mengangguk dan malah mengeluarkan rokoknya. Dae Soo melihat sekeliling
rumahnya, ada berita tentang Ah Reum di sana, dan kertas lecek bertuliskan
nomor rekening bantuan mereka. Sadarlah Dae Soo siapa yang dengan baik hatinya
menyumbang 10 juta won untuk mereka.
Ayah yang merasa tak perlu
menjelaskannya berkata kalau yang ia dengar pasien Progeria hanya hidup sampai
10 tahun, tapi karena dia sehat sepertimu dan bertahan hidup selama ini.. Dae
Soo menangis dan meminta maaf. Ayah hanya menawarkan rokoknya. Dae Soo
menerimanya sambil terus menangis.
“Aku memilikimu saat aku
seusiamu, 33 tahun. Itu usia yang pas. Banyak yang bisa dilakukan dalam hidup. Melihat
siaran itu, aku lebih mencemaskan putraku. Dae Soo-ya, kau banyak menderita.”
Kata-kata ayahnya membuat Dae
Soo makin tak bisa menghentikan tangisnya. Saat lebih tenang, ia berpamitan dan
berjanji akan segera kembali dengan Mi Ra meski agak sulit untuk membawa Ah
Reum. Ayah mengangguk dan menyodorkan plastik hitam berisi topi rajut. Ia tau
cucunya menyukai topi. Dae Soo hampir menangis lagi, tapi ia lalu pamit pergi.
Ayah tetap di luar sampai mobil Dae Soo menghilang dari pandangan. Huaaaaaaa,
sumpah ini bikin nangis! Dae Soo pasti merasa bersalah banget banget banget
sudah mengabaikan ayahnya yang cuma hidup sendirian selama belasan tahun.
Dae Soo menghampiri Mi Ra yang
tertidur di ranjang Ah Reum yang kosong. Mi Ra terbangun, dan menemani Dae Soo
makan. Sebenarnya Dae Soo enggan, tapi demi Mi Ra ia menyendok supnya. Mi Ra
yang tak ikut makan malah memesan soju. Dae Soo langsung mengingatkan kalau Mi
Ra tak boleh minum alkohol. Mi Ra tau, ia cuma akan minum segelas.
Mi Ra meminum sojunya seujung
gelas, lalu meminta Dae Soo berhenti kerja, tinggallah di sisi Ah Reum lebih
lama. Dia tak punya banyak waktu lagi. Dae Soo tak suka Mi Ra bicara seperti
itu. Sambil menahan tangis Mi Ra berkata kalau seorang ibu bisa tau. Dae Soo
menenangkan istrinya, tapi Mi Ra semakin terisak dan tangisnya pun pecah.
Mi Ra membacakan cerita untuk Ah
Reum, tentang galaksi Bima Sakti. Ah Reum menambahkan kalau Bima Sakti dikenal
sebagai penghubung surga dan dunia di malam hari, dan di ujungnya terletak
tempat untuk orang mati. Ah Reum berharap bisa bertemu lagi dengan ibu dan
ayahnya di sana. Tapi menurutnya itu tak mungkin terjadi.
Mi Ra menyangkal, ia yakin
mereka akan bertemu lagi karena mereka dipertemukan oleh takdir. Menurut Ah Reum,
apa yang tak terlihat bukan berarti akan hilang. Bintang tak terlihat di siang
hari, tapi bintang itu tak hilang. Air mata Mi Ra sudah mengalir, tapi ia
menyahut kalau pernah mendengar hal itu tanpa ingat siapa yang mengatakannya.
Mi Ra hampir saja ketahuan
sedang menangis, untuk Kakek Jang datang menjenguk Ah Reum. Kakek Jang heran
melihat pandangan mata Ah Reum, dan sadar kalau temannya sudah tak lagi bisa
melihat. Mereka berjalan-jalan, dengan Kakek Jang yang mendorong kursi roda Ah
Reum. Ah Reum merasa tak enak, ia yang harusnya mendorong Kakek Jang yang lebih
tua. Kakek Jang tak masalah, ini sekalian olahraga untuknya.
Di luar, Kakek Jang khawatir Ah
Reum kedinginan jadi ia memegangi tangannya. Ah Reum merasa heran, apa ada
sesuatu yang terjadi? Menurutnya Kakek Jang terlalu baik hari ini. Kakek Jang tersenyum,
ia memang baik, meski hanya pada wanita dan anak kecil. Ah Reum tersenyum. Kakek
Jang mengeluarkan sesuatu dari tasnya dan minta Ah Reum menyentuhnya... botol
soju. Kakek Jang mengabulkan permintaan Ah Reum. Ia menuangkannya di gelas, dan
menyuruh Ah Reum meminumnya.
Ah Reum meminumnya perlahan. Dan
responnya.. keras. Tapi ia senang, tak ada lagi penyesalan sekarang. Ah Reum
ingat kata-kata ayahnya kalau minum alkohol cocok dengan mendengar lagu sedih,
jadi ia minta Kakek Jang menyanyikan sebuah lagu untuknya. Kakek Jang yang baik
hati tentu tak bisa menolak, dan menyanyikan lagu untuk Ah Reum.
Saat itulah salju pertama turun.
Kakek Jang khawatir Ah Reum kedinginan dan mengajaknya masuk. Sambil mendorong
kursi roda Ah Reum, Kakek Jang berkata kalau besok ia akan mencari panti jompo
bersama ayahnya. Ia juga semakin pelupa dan tak bisa menjamin masa depan. “Jaga
dirimu, temanku. Kelak kita akan bertemu lagi,” ujar Kakek Jang. Ah Reum hanya
bisa merespon dengan memegang tangan Kakek Jang.
Bersambung ke Part 4 (Final)
Note:
Atuhlah berapa kali aku nangis pas nonton dan nulis ini.. :'((((
Ditunggu sinopsis part 4 nya
ReplyDeletefilmnya keren bgt, bkin sedih,
ReplyDeletemksi sinopsisnya kak, ditunggu lanjutannya ^_^
Sama2.. Part terakhirnya sudah yaa.. ^^
DeleteHuaaaaaa udh berapa.kali aku nangis sambil baca sinop ini....hikzzz hikzzz
ReplyDelete