Selasa, 11 Oktober 2016.
Pukul 6.25, pesawat ANA NH856
yang kita tumpangi mendarat mulus di Haneda International Airport, 45 menit
lebih cepat dari jadwal. Tanpa belok ke toilet dulu, kita langsung menuju loket
imigrasi. Antrian pagi itu lumayan panjang tapi loket yang buka lumayan banyak,
dengan seorang bapak-bapak yang membantu mengarahkan loket yang bisa dituju.
Sekitar
setengah jam mengantri, tiba waktunya giliran kita, dan tanpa pertanyaan satu
pun, stiker landing permission untuk
15 hari tertempel manis di paspor.
ALHAMDULILLAAAAH..
Lega bangeeet.. Yeaaay, udah sah
masuk Jepang inii!
Dengan perasaan lega dan riang
gembira, begitu keluar imigrasi kita langsung nunggu bagasi yang ternyata
lumayan lama. Selesai urusan bagasi, waktunya membuktikan kecanggihan toilet
Jepang. Hahaa, habisnya banyak yang bilang toilet Haneda canggih banget, kan
jadi penasaran. Tapi ternyata omongan orang-orang itu benar adanya, toilet
Jepang emang canggih! Baru buka pintu toilet kita disambut suara gemericik air
yang menenangkan. Jepang ini menghargai privasi banget ya, nggak ada deh
kedengeran suara-suara aneh, amaaan haha.
Klosetnya sendiri penuh
tombol-tombol di dinding. Tinggal pencet sesuai kebutuhan. Ada yang untuk
bersihkan area belakang, ada yang untuk area depan, ada yang untuk ngeringin.
Dan tekanan air bisa diatur sesuai keinginan. Malah ada juga yang pake
penghangat buat dudukannya (gimana nggak betah?). Begitu selesai urusan,
tinggal pencet flush aja deh. Buat mostly Indonesian yang nggak biasa sama
toilet kering, Jepang ini memudahkan banget, bikin nggak males ke toilet. Tisu
toiletnya bahkan yang larut air, tinggal cemplungin kloset terus flush.. ilang
deh. Kereeen, bisa buat minimalisasi sampah banget.
Selesai norak sama toilet
canggih, waktunya touch up sedikit. Maklum, kami mendarat pagi dan nggak ada
waktu buat mandi dulu. Cuci muka, sikat gigi, pake deodoran sama parfum lagi
cukup lah buat keliatan segeran. Tinggal bedakan sedikit udah cuss.. we’re
ready to go!
Begitu keluar toilet, area
pengambilan bagasi udah sepiii.. berarti kita lama banget ya di toiletnya,
hahaa. Kita keluar dari area kedatangan, dan mulai melakukan satu persatu to do
list sebelum meninggalkan Haneda Airport.
Pertama, tukar JR Pass di JR
East Travel Service Center di 2nd floor arrival lobby, masih di lantai yang
sama dengan area kedatangan. Tempatnya mudah ditemukan, lokasinya persis di
sebelah entrance/exit Tokyo Monorail. Daan, antrian pagi itu lumayan panjang.
Sambil mengantri, sama mbak-mbak Jepang bermuka menyenangkan dan bisa bahasa
Inggris, kita disuruh isi form terlebih dahulu sambil memperlihatkan voucher JR
Pass. Yaap, JR Pass yang kita bawa dari Indonesia memang bentuknya voucher yang
baru bisa ditukarkan begitu sampai Jepang. Dan bisa dilihat dari muka-muka
pengantri yang kebanyakan bule tanpa satupun Japanese, JR Pass memang cuma bisa
dibeli di luar Jepang. For us, JR Pass is kartu sakti yang bermanfaat sekalii.
Sekitar setengah jam antri, aku
disambut ibu-ibu Jepang yang ramah sekali dan bisa bahasa Indonesia
sedikit-sedikit (whoaa, kawaaai!). Sambil mengurus aktivasi JR Pass kita, yang
aku minta mulai hari itu juga sampai 7 hari ke depan, si ibu semangat cerita
soal next trip-nya ke Indonesia. Aku takjub dong, soalnya dari omongan
orang-orang, Japanese yang bisa bahasa Inggris itu nggak banyak. Lha ini aku
malah ketemu Japanese yang bisa bahasa Indonesia. Kereeeenn!
Sekalian cetak JR Pass, aku juga
minta reservasi tiket shinkansen ke Osaka. Karena waktu itu masih jam 8.30, si
ibu menyarankan buat ambil shinkansen jam 9.40 atau 10.10, tapi mengingat kita
masih punya banyak to do list, aku tetep ikut itinerary awal buat ambil
shinkansen jam 10.40. Daripada ketinggalan kan mending nunggu, betul tidak?
Hahaa.
So, begitu 3 kartu JR Pass, dan
3 tiket shinkansen Tokyo – Osaka di tangan, si ibu menjelaskan cara pakainya.
Yang kerennya, ada petunjuk tertulis dalam bahasa Indonesia. Hahaha, saking
banyaknya turis Indonesia yang ke Jepang kali ya?
First thing to do in Haneda
Airport was done.
Second, pergi ke Tourist
Information Center yang masih di lantai yang sama buat beli Tokyo Subway Pass.
Rencana awal sih mau beli pass buat 3 hari, tapi aku berubah pikiran dan beli
yang 2 hari karena pertimbangannya hari pertama full di Tokyo masih dicover JR
Pass. Jadi kita beli Tokyo Subway Pass 48 hours seharga 1200 yen. Dan karena di
sana juga jual Pasmo, kita sekalian beli (lebih praktis daripada beli di
vending machine). Harga Pasmo 3000 yen dengan 2500 yen saldo, dan 500 yen untuk
deposit (bisa diuangkan kalau kartu dikembalikan).
Benefit Tokyo Subway Pass adalah
bisa dipakai di dua perusahaan transportasi swasta Tokyo, Tokyo Metro dan Toei
Subway. Semuanya akses kereta bawah tanah a.k.a subway yang minim hambatan. Dengan
Tokyo Subway Pass, kita nggak perlu pusing pilih jalur subway karena semuanya
dicover. Tokyo Subway Pass cuma bisa dibeli di Haneda atau Narita, jadi
meskipun explore Tokyo masih jadi rute terakhir, kita beli dulu meski
dipakainya masih nanti.
Beres dengan urusan di lantai 2,
kita turun ke lantai 1.
Third, ke Lawson beli tiket
Fujiko F. Fujio Museum. Sedihnya, si Loppi mesin penjual tiket cuma bisa bahasa
Jepang. Untunglah ada mbak-mbak Lawson yang bersedia membantu. Tapi ada satu
kebodohan di sini, aku memplot Fujiko F. Fujio Museum di hari Selasa, dan
ternyata oh ternyata Selasa museum tutup *haha, riset Dif, riset!*. Setelah
berpikir secepat mungkin, kita pindah ke hari Rabu, dan tetap ambil jam 12.
Meskipun mbaknya agak bingung-bingung begitu harus masukin nama dan nomer
telpon (aku masukin nomer telpon hostel di Tokyo), akhirnya tiket Museum
Doraemon aman dieksekusi. Tinggal bayar ke kasir, dan tinggal diprint sama
mereka. So, third job was done!
Oh yaa, sebelum sampe Lawson
tadi kita sempat dicegat polisi Jepang. Dua orang, dan aku lupaa namanya.
Ternyata oh ternyata kita kena random sampling yang sering disebut-sebut di
blog orang. Nggak perlu khawatir sih, tinggal tunjukin paspor, mereka
catet-catet, udah deh malah terus ngobrol-ngobrol. Mereka tanya-tanya kita di
Jepang ngapain aja, dan nggak ada serem-seremnya. Mereka baik banget malah.
Haha, template orang Jepang kayaknya begitu ya? Nyenengin!
Aman dengan polisi Jepang dan
urusan di lantai 1, kita pindah ke lantai 3 Haneda Airport.
Our last thing to do is beli
tiket MotoGP di Seven Eleven. Dan ya, sama seperti mesin Loppi di Lawson tadi,
mesin beli tiket di Sevel nggak ada bedanya, tulisannya keriting semua maaak!
Nggak ada bahasa Inggrisnya, huhuu. Untungnya website Twin Ring Motegi nulis
jelas step by step pembelian tiketnya. Kita tinggal nyocokin petunjuknya dengan
tulisan di mesin, dan tiket general
admission MotoGP Motegi seharga 9600
yen, dan tiket pitlane walk di hari
Sabtu seharga 2100 yen aman tereksekusi *officially bangkrut di hari pertama*.
Beres dengan tiket MotoGP
artinya urusan di Haneda udah kelar semua. Kita balik ke lantai 2 menuju
entrance Tokyo Monorail. JR Pass si kartu sakti mulai berguna di sini, tinggal
tunjukkan ke petugas di gerbang, dikasih cap tanda pertama dipakai, terus
tinggal naik kereta deh. Jalur hari ini Haneda Airport to Hammamatsucho by
Tokyo Monorail. Lanjut Hammamatsucho – Shinagawa by JR Yamanote line. Dan
Shinagawa – Shin Osaka by Shinkansen Hikari.
Sebelum berangkat, aku takut
banget sama ruwetnya transportasi Jepang. Takut nggak bisa nemuin jalur yang
bener, takut salah kereta. Ketakutan-ketakutan semacam itu. Tapi begitu
dijalani ternyata bisa-bisa ajaa. Kita sampai Hammamatsucho dengan lancar. Dari
stasiun Tokyo Monorail Hammamatsucho pindah ke stasiun JR jalan kaki keluar
juga nggak bingung. Naik kereta JR sampai akhirnya sampai di Shinagawa juga
lancar-lancar aja. Jam 10.35, 5 menit sebelum shinkansen kita datang, kita
sudah berdiri manis di depan pintu masuk gerbong kita. Padahal kita dapet car
15 yang jalannya jauuuuh banget *shinkansen panjang banget ya bok?*
Kuncinya satu, tenang.
Perhatikan betul-betul petunjuk yang ada. Petunjuknya jelas banget kok, yang
penting kita tau mau naik apa, kemana. Kalau butuh bantuan, Hyperdia selalu
ada. Gunanya buat apa? Buat tau jam dan departure track kereta yang mau kita
naiki. Di stasiun besar, departure track pasti banyak banget. Tau dari awal
departure track yang harus dituju bisa meminimalisasi resiko kebingungan dan
nyasar. Berhubung Shinagawa bukan stasiun besar, Hyperdia nggak mencantumkan
departure tracknya, yang berarti kita tinggal cari track khusus shinkansen.
Beberapa menit sebelum 10.40,
shinkansen Hikari 509 pun datang. Karena sudah pesan kursi, kita tinggal duduk
di nomor yang tertera di tiket. Kesan pertama naik shinkansen, leg roomnya
luaaas. Koper gedeku masih bisa stay di depanku tanpa harus mengorbankan
kenyamanan kaki. Ada meja kecil yang bisa ditarik kayak di pesawat. Kursinya
juga nyamaan, bisa dimaju mundurin. Dengan laju kereta yang cepat dan jalannya
mulus lus, bener-bener berasa kayak naik pesawat. Oh i love my first shinkansen
ride!
Perjalanan menuju Shin Osaka
nggak sampai 3 jam, tapi lumayan buat merem bentar mengingat di pesawat tadi
sama sekali nggak bisa tidur. Meskipun dilema juga, soalnya liat pemandangan
luar juga kayaknya nyenengin (Jepang gitu loh).
Tepat jam 13.26, shinkansen yang
kita naiki tiba di Shin Osaka. Yap, Shin Osaka, bukan Osaka Station, karena
stasiun untuk shinkansen di Osaka dibedakan (nggak kayak di Kyoto). Dan
penderitaan dengan koper besar pun dimulai di sini. Untuk turun dari arrival
track shinkansen ke ticket gate itu cuma bisa lewat tangga. Nggak ada elevator
atau escalator. Dengan tenaga minim karena belum makan siang, kita kepayahan
turun dengan koper yang bahkan belum ada tambahan bawaan aja udah beraat.
Hoaaaah, penderitaan pertama hari ini!
Destinasi pertama di Osaka
adalah hostel. Kita udah booking J-Hoppers Osaka, hostel most wanted yang
lokasinya dekat Fukushima Station. Dari Shin Osaka menuju Fukushima harus lewat
Osaka Station. Semua naik JR line yang tercover JR Pass. Dari Fukushima ke
J-Hoppers ini deket dan mudah banget. Keluar Fukushima Station tinggal belok
kiri, jalan dikit nyebrang rel kereta, terus belok kiri lagi (persis sebelum
Mister Donut). Susuri jalan, di dua percabangan ambil yang sebelah kanan dan
tinggal jalan lurus sampai nemu J-Hoppers di kiri jalan. Dekeet dan gampang
ditemukan banget.
Kita sampai baru jam 2 lebih,
tapi langsung diterima check in dan dikasih kunci begitu beres pelunasan
kamarnya. Padahal jam check in-nya baru jam 3 nanti. Alhamdulillaah bisa
istirahat dan mandi dulu sebelum jalan-jalan. Tapi sebelum bisa istirahat,
penderitaan kedua hari ini pun datang. Hostelnya nggak ada lift!
Hiyaaaak, kita harus
gotong-gotong koper di tangga sempit ke lantai 2! Alhamdulillah dapet kamarnya
di lantai 2, bukan 3 atau 4 atau berapalah itu. Dan alhamdulillah-nya lagi,
Wiwin yang sampe atas duluan mau bantuin, hihii tengkyuu Wiin!
Begitu sampe kamar yang
penghuninya lagi di luar semua *yaiyalah masih terang begini*, kita duduk-duduk
sebentar sambil bongkar koper dan antri mandi. Nggak pake acara merem dulu
daripada kebablasan karena destinasi selanjutnya menantii *muka zombie kurang
tidur*.
Jadi pengen ke jepang
ReplyDelete