Di perjalanan pulang, Bong Sun membeli banyak kubis sampai ia keberatan membawanya. Ia berlatih memotong-motong kubis itu, tapi karena ia hidup di asrama, yang ada penghuni lain protes karena berisik. Bong Sun cuma bisa minta maaf dan mencoba untuk tak bersuara.
Kubis-kubis itu ternyata diolah
Bong Sun menjadi bubur kubis. Saat ia masih kecil dan sering punya masalah
pencernaan, neneknya sering membuatkan bubur kubis. Neneknya menakutinya dengan
jarum akupunktur kalau Bong Sun tak mau memakannya, jadi terpaksa ia menurut.
Kalau dipikir-pikir, neneknya tak hanya membuat perutnya lega, tapi juga
hatinya. Jadi Bong Sun mengupload foto bubur kubis yang ia buat beserta
resepnya dan cerita itu di blognya.
Sedang asik mengetik, tiba-tiba
pintu kamar Bong Sun diketuk karena ada kiriman. Buru-buru ia mematikan
dupanya, berharap baunya segera hilang. Tapi karena sudah tak ada suara lagi,
Bong Sun tak jadi membuka pintu dan menyalakan dupanya lagi.
Di Sun restoran, seorang anak
laki-laki berlarian sementara ibunya yang food
blogger sibuk memotret makanannya. Wanita yang cerewet ini meminta Bong Sun
memanaskan lagi makanannya karena sudah dingin dan gambarnya jadi tak bagus.
Bong Sun mencoba menjelaskan kalau nanti mienya akan terlalu matang dan jadi
tak enak, tapi wanita itu tak mau dengar, ia sudah menjadi food blogger selama 5 tahun, dan Bong Sun cukup melakukan apa yang
dimintanya. Terpaksa Bong Sun menurut. Sementara anak kecil yang tadi
lari-larian mulai bosan dan bertanya kapan ibunya selesai?
Saat makanan itu selesai
dipanaskan, anak kecil yang masih berlarian tadi tak sengaja menabrak Bong Sun
yang membawa mangkuk panas dengan tangan kosong. Tangan Bong Sun yang terkena
kuah panas, tapi si food blogger langsung
memarahinya, bagaimana kalau anaknya terluka? Bong Sun cuma bisa berkali-kali
meminta maaf sambil menahan sakit di tangannya. Wanita itu tak mau dengar,
anak-anak memang sewajarnya berlarian, tapi orang dewasa yang harusnya
hati-hati, pelatihan karyawan macam apa ini?
Sun Woo yang melihat semuanya
daritadi akhirnya turun tangan. Ia mendekati anak itu dan bertanya berapa
umurnya? Apa kau belajar kalau tak boleh berlarian di tempat umum? Anak itu
mengiyakan. “Lalu apa kau melakukan sesuatu yang salah?” tanya Sun Woo lagi.
Anak itu mengiyakan juga. Ibunya yang malah marah. Sun Woo tau kalau pelanggan
itu marah karena ia mendisiplinkan anaknya, tapi ia juga marah karena
karyawannya didisiplinkan.
Wanita itu makin marah. Sun Woo
tetap tenang dan malah tersenyum, “Meminta makanan dihangatkan padahal mienya
akan kematangan, dan saat itu tak enak kau pasti akan..”
Eun Hee berusaha menghentikan
omongan kakaknya, tapi Sun Woo malah berkata to the point kalau untuk apa
menyalahkan orang tak bersalah kalau tak bisa mengontrol anaknya sendiri? Tentu
wanita itu makin marah. Saat Eun Hee memintanya tenang, ia melihat kursi
rodanya dan malah berkata kalau tak ada orang normal di restoran ini.
Semua terdiam. Tapi kata-kata
itu membuat Sun Woo tak tahan dan mengusirnya paksa dari restorannya. “Kami
hanya melayani pelanggan normal, jadi pergilah,” ujar Sun Woo sambil mendorong
bahu wanita itu. Wanita itu lalu pergi, tapi sambil mengancam kalau ia tak akan
membiarkan ini begitu saja. Bong Sun yang ada di sana masih membungkuk dan
minta maaf berkali-kali.
Sun Woo tak habis pikir. Ia
menyuruh Bong Sun bicara dengannya sambil menahan marah. Ketakutan dan sambil
menahan sakit di tangannya, Bong Sun terus minta maaf, harusnya ia lebih
hati-hati. “Apa kau tau kenapa aku tak menyukaimu?” tanya Sun Woo membuat Bong
Sun kaget. “Sikapmu menggangguku,” lanjut Sun Woo. Bersalah atau tidak
melakukan kesalahan, Bong Sun selalu merasa bersalah, itu membuat orang-orang
di sekitar Bong Sun tampak buruk.
“Ma.. maafkan aku,” ujar Bong
Sun terbata-bata. Mendengar ucapan maaf lagi membuat Sun Woo berkata kalau
dapur bukanlah tempat yang mudah, itu adalah medan perang, hanya orang yang
kuat yang bisa bertahan. Bong Sun tak akan punya kesempatan kalau selalu
membuat dirinya selemah ini. Sun Woo terpaksa memberi saran kalau Bong Sun
harus memikirkan ini dengan keras, soal dirinya seharusnya ada di dapur atau
tidak. Jangan bertindak bodoh dan keras kepala, lalu terluka dan menyusahkan
orang lain. Sebelum pergi, Sun Woo yang tau tangan Bong Sun terluka menyuruhnya
mengobatinya, tangan seorang gadis tak boleh ada bekas luka bakar. Bong Sun
hanya bisa terus menunduk tanpa menjawab apapun.
Begitu kakaknya masuk, Eun Hee
yang khawatir membela Bong Sun, ini bukan salahnya kali ini, jadi baik bukanlah
suatu kejahatan. Tapi ia lebih khawatir, apa mereka akan baik-baik saja? Wanita
itu blogger bepengaruh. Sun Woo sebal, sekarang ini yang lebih mengganggu dari
reporter adalah blogger (wait, aku nggak ganggu kok Sun Woo :p).
Sun Woo masih marah-marah saat
sebuah pesan masuk. Ia yang membacanya seksama membuat Eun Hee penasaran, ada
apa? Sun Woo beralasan itu spam, padahal pesan tentang waktu dan lokasi reuni
SMPnya. Tanpa pikir panjang, pesan itu dihapusnya.
Penyebabnya, masa SMP ternyata
memberi kenangan buruk bagi Sun Woo. Ia dibully, meski tak bersalah ia yang
harus minta maaf. Di rumah, ibunya sangat sibuk bahkan di hari ulang tahunnya.
Ibunya hanya meninggalkan uang untuk membeli kimbap, tapi Sun Woo malah merebus
air dan makan ramen seperti biasa.
Sun Woo yang dulu adalah Bong
Sun yang sekarang. Sejak kejadian tadi, Bong Sun takut sekali bertemu Sun Woo.
Choi Sung Jae, seorang polisi
baik hati, makan di tempat langganannya. Si pemilik warung tampaknya kesusahan
dengan usahanya, karena hanya bisa menyajikan menu pendamping seadanya. Sung
Jae tampaknya sudah kenal baik dengan ahjussi pemilik, karena ia menanyakan
keberadaan Kyung Mo, anak laki-laki ahjussi itu. Tampak jelas kalau Sung Jae
tak tega dengan kondisi ahjussi itu, yang bahkan mesin kopinya juga rusak.
Polisi baik hati itu ternyata
suami Eun Hee, yang segera menjemput istrinya begitu pekerjaannya di restoran
selesai. Sun Woo yang mengantar adiknya ke depan berbasa-basi dengan rekan
polisi yang bersama Sung Jae karena sudah lama sekali ia tak makan di
tempatnya, pasti kau punya restoran favorit baru? Polisi itu berkata tentu saja
ia masih mengidamkan mie seafood di restoran Sun Woo, tapi antriannya terlalu
panjang. Tapi begitu Eun Hee berkata mereka akan menyiapkan tempat khusus
nanti, polisi itu langsung girang dan menyuruh Sung Jae baik-baik pada Eun Hee.
Sung Jae tentu mengiyakan, dan
menyapa kakak iparnya apa ingin pergi ke suatu tempat? Sun Woo berkata kalau
adik kelasnya di sekolah membuka restoran, jadi dia ingin datang dan memberi
selamat, sekaligus mengajarinya. Sun Woo lalu pergi, rekan polisi Sung Jae juga
pergi. Sementara Sung Jae dan Eun Hee bertukar senyum dulu sambil pergi dan
bercerita tentang hari mereka. Aduh aku sukaa liat pasangan ini..
Sun Woo menilai sekaligus
menginspeksi restoran temannya. Dapurnya, kulkasnya, dan tentu makanannya. Sun
Woo mencicipi pastanya, baru suapan pertama ia langsung membuang garpunya, tapi
sambil berkata kalau temannya tak akan bangkrut. Temannya tentu saja girang,
kalau begitu sekarang ia sudah selevel dengan kotoran di hak sepatu Sun Woo.
Sun Woo yang pedenya selangit jelas tak setuju, bagaimana bisa Tuhan disamakan
dengan manusia? Masakannya adalah rahasia terbesar dari surga. Teman-temannya
langsung heboh.
Sun Woo memberi saran agar
jangan pernah bermain-main dengan makanan. Yang kau letakkan di piring bukanlah
makanan, tapi wajah kalian. Dan ini membuat teman-temannya makin heboh lagi.
Bong Sun kembali ke kamarnya
yang sempit, gelap, dan penuh berbagai macam jimat, tanda salib besar, juga
serangkaian bawang putih. Yang pertama dilakukannya adalah menyalakan dupa.
Tapi baru sebentar pemilik kamar sudah mengetuk dan membuka pintu kamarnya,
mengeluhkan kebiasaan Bong Sun membakar dupa. Seperti biasa Bong Sun hanya bisa
minta maaf. Tapi itu tak membuat omelan berhenti, di kamar bahkan tak ada
jendela, orang-orang bisa mati lemas.
Bong Sun minta maaf lagi, lain
kali ia akan hati-hati. Tapi ahjussi pemilik tak bisa mentoleransi, cari tempat
lain untuk tinggal. “Ahjussi...” bujuk Bong Sun memelas. Ahjussi itu malah
menunjuk benda-benda aneh di kamar Bong Sun dan tetap menyuruhnya pindah
secepatnya.
Putus asa, Bong Sun membuka
scrap book-nya. Isinya resep-resep masakan, tapi semakin ke belakang, ada
foto-foto Sun Woo berikut artikel tentangnya. Itu membuat Bong Sun mengingat
perkataan Sun Woo tadi, tentang dirinya seharusnya ada di dapur atau tidak. Ya,
Bong Sun memang diam-diam mengagumi Sun Woo, tapi itu membuatnya merobek
selembar kertas dari scrap book-nya. Di kertas itu, Bong Sun menuliskan sesuatu
dan berjalan enggan menuju suatu tempat.
Sun Woo masih di restoran
temannya. Mereka kedatangan satu-satunya wanita di antara mereka,
teman-temannya senang melihatnya sementara Sun Woo menyambutnya biasa saja.
Wang Joo, wanita itu, berencana mengadakan pesta ulang tahun dan meminta Sun
Woo mengurus makanannya, semua temannya fans Sun Woo. “Ah, apa yang harus
kulakukan? Aku cukup mahal,” canda Sun Woo. Wang Joo tak masalah, asalkan tak
meminta rumah, ia akan membayar berapapun. Tak heran, karena ia kaya. Tadinya
Sun Woo mau melakukannya karena wanita itu cantik, tapi lalu menolaknya dengan
alasan ia punya janji lain saat itu. Dan sekarang ia juga punya janji dan pamit
pergi duluan.
Sun Woo sudah keluar saat
temannya menyusul dan mengajaknya minum kopi dulu. Sun Woo berdalih ia akan
minum kopi dengan seseorang.
“Siapa? Wanita?”
“Bukankah lebih aneh kalau aku
bertemu dengan pria semalam ini?” jawab Sun Woo sambil menyodorkan amplop.
Tadinya temannya yang ternyata bernama Jung Woo mau menolak, tapi diterimanya
juga. Sun Woo berpesan agar Jung Woo bekerja keras karena sudah mendapatkan
pinjaman untuk membuka restorannya, lalu pergi. Jung Woo membuka amplopnya, dan
sepertinya jumlahnya besar, karena ia langsung bergumam ‘i love you’ pada Sun
Woo yang sudah berjalan pergi.
Dan Sun Woo benar pergi minum
kopi bersama wanita, tapi wanita itu adalah ahjumma yang menjual kopi di pasar,
haha. Sun Woo memuji kopinya yang terbaik, dan setelah berbasa basi sebentar ia
lanjut berkeliling pasar. Sun Woo sepertinya sudah biasa berbelanja kebutuhan
restorannya sendiri dan tampak menikmati pencarian bahan segar untuk menu
besok.
Bong Sun sampai di Sun Restoran
yang gelap. Ia sudah mau pergi setelah meletakkan surat perpisahannya, tapi
keburu Sun Woo datang. Sun Woo heran, apa yang kau lakukan jam segini? Kau baru
datang atau mau pulang? Bong Sun gugup, “Aku baru datang.. tidak, akan pulang.”
Sun Woo tak ambil pusing dan mau menyimpan udang yang dibelinya, tapi Bong Sun
berkata ia yang akan melakukannya.
Di kamarnya, Sun Woo makan ramen
sambil browsing dirinya sendiri di internet. Ia sebal karena rankingnya ada di
bawah Chef Marco yang mengupdate blognya dengan foto-fotonya bersama selebriti.
“Dia tak bisa melakukannya dengan kemampuannya, jadi ia selalu melakukan ini,”
keluh Sun Woo.
Ia lalu lanjut browsing dan
menemukan blog yang menulis resep bubur kubis. Blog ‘You are my sunshine’ dengan tagline kebahagiaan hidup sehari-hari,
dan mimpi akan meja yang hangat. Itu saja sudah membuat Sun Woo tertarik, dan
dari postingannya, Sun Woo bisa merasakan kalau orang itu sangat tulus dalam
masakannya. Ia pun menulis pesan untuk si blogger.
To: Sunshine. Resepmu selalu mengandung kebahagiaan yang dapat
dirasakan dari rasanya. Aku adalah seorang fan, fighting!
Aww, ah seandainya Sun Woo tau
kalo itu blognya Bong Sun.
‘Chef, aku ingin berterimakasih untuk segalanya. Kau benar atas apa yang
kau katakan, ingin melakukan sesuatu dan mampu melakukannya itu berbeda. Aku
terlalu ambisius. Maaf untuk semuanya di restoran. Selamat tinggal.’
Tapi ada yang tak bisa
dituliskan Bong Sun di suratnya. Ia berterimakasih pada Sun Woo karena ia jadi
tau satu hal lagi. Perasaan seseorang itu seperti flu. Begitu dimulai, tak
peduli berapapun kau berusaha untuk tak sakit. Itu hanya akan berakhir saat kau
sudah melalui sakit yang diperlukan.
Bong Sun ingat hari pertamanya
kerja di Sun Restoran. Sun Woo menyemangatinya untuk bekerja keras, meski ia
tak tau mimpi Bong Sun adalah menjadi seorang chef atau bukan. Tapi ia melihat
sendiri kerasnya Sun Woo. Masakan yang tak sesuai standarnya akan berakhir di
tempat sampah.
Bong Sun ingin menjadi chef
seperti Sun Woo. Bong Sun bersemangat karena Sun Woo. Bong Sun bahagia karena
Sun Woo. Dan terluka karena Sun Woo, lagi dan lagi. Bong Sun merasa sudah
melalui sakit yang harus ia rasakan, jadi sekarang waktunya ia pergi.
Untuk orang abnormal sepertinya,
Sun Restoran seperti rumah bagi Bong Sun, dan dunia mungkin akan mendorongnya
menjauh lagi. Tapi, bagaimanapun Bong Sun akan pergi.
‘Selamat tinggal, Chef,’ gumam Bong Sun dalam hati sambil membungkuk
ke arah Sun Restoran, lalu perlahan berbalik pergi.
Paginya, Sun Woo terbangun
karena telpon Ji Woong yang mengabarkan kalau Bong Sun sepertinya sudah pergi.
Masih dengan baju tidurnya, Sun Woo turun ke restoran dan membaca suratnya
sendiri. Eun Hee sedih karena Bong Sun bahkan tak berpamitan. Sun Woo bisa
menduga dari kepribadiannya, Bong Sun tak akan berani melakukan itu. Sun Woo
baru meminta Eun Hee memberikan 3x gaji sebagai pesangon pada Bong Sun saat Min
Soo heboh memberitahu kunci lemari penyimpanan bahan hilang. Sepertinya Bong
Sun yang membawanya.
“Siapa maksudmu? Na Bong Sun?”
tanya Sun Woo heran. Ia baru ingat kalau semalam Bong Sun membantunya menyimpan
bahan makanan yang dibelinya. Semua laci sudah dicek, tapi tak ada. Dan tak ada
waktu untuk membuat duplikat, karena itu kunci khusus dan sekarang sudah pukul
10. Ji Woong sudah menelpon Bong Sun dari tadi, tapi tak ada jawaban.
Sementara itu yang mereka cari
sedang mencari tempat tinggal baru dengan jendela, tapi harganya terlalu mahal
untuk kantong Bong Sun. Dan ia sengaja tak mengangkat telpon Ji Woong. Terdengar
suara teriakan, dan tiba-tiba kepala Bong Sun sakit sekali.
Teriakan itu berasal dari mulut
Soon Ae yang super bosan. Ia berusaha membujuk Ahjumma agar dibolehkan pergi,
ia janji akan hidup tenang seperti ia sudah mati. “Kau sudah mati, bagaimana bisa
kau hidup seolah-olah kau mati?” sahut Ahjumma yang tentu saja tak percaya.
Bel pintu berbunyi. Soon Ae
sudah girang, dipikirnya itu pelanggan. Tapi yang datang ternyata kiriman
makanan. Tapi Soon Ae tetap girang, bukan karena makanannya, tapi ia bisa kabur
selagi Ahjumma lengah karena berdebat dengan si pengantar makanan. Begitu sadar
Soon Ae tak ada, Ahjumma langsung lari mengejar Soon Ae yang belum jauh.
Bong Sun yang entah kenapa tampak sempoyongan terduduk di halte bis. Soon Ae berlari ke arah halte itu, dan di
pandangannya, hanya Bong Sun yang tampak bersinar. Tak ada waktu pikir panjang,
Soon Ae masuk ke tubuh Bong Sun, tepat saat Ahjumma sampai di sana.
Bong Sun langsung melek
sepenuhnya sambil berusaha mengindari pandangan Ahjumma yang masih di sana.
Beruntung, Seo Joon datang dengan motornya dan langsung menyuruh Bong Sun ikut
dengannya. Awalnya bingung, tapi ia menurut juga dan pergi dari sana. Ahjumma
langsung tau Soon Ae merasuki orang lagi, tapi terlambat, ia sudah pergi dengan motor.
Sampai Sun Restoran, Bong Sun
yang bingung mereka ada di mana langsung ditarik Seo Joon masuk. Di dalam,
pandangan semua orang yang seperti ingin memakannya membuatnya makin bingung,
“Apa.. apa maksudnya ini?”
Sun Woo mengulurkan tangannya
tanpa berkata apapun. Bingung, Bong Sun menjabat tangan itu, berpikir ia sedang
disapa. Sun Woo langsung menepis tangannya dan minta Bong Sun berhenti
main-main, serahkan kuncinya!
“Kunci apa?” tanya Bong Sun tak
mengerti, tanpa nada takut dalam suaranya. Sun Woo tak sabar dan mulai mencari
kuncinya di saku Bong Sun, tapi refleks malah membuat Bong Sun mengunci Sun Woo
dan membuatnya jatuh ke lantai. Semua kaget.
Note:
Jarang-jarang aku naksir drama dari episode 1, tapi aku langsung naksir aja sama drama ini. And i'm falling for Kang Sun Woo's charm right from episode 1. Can't wait to see how the drama goes..
Nice korean drama,, thanks sist :)
ReplyDelete