Saturday, August 5, 2017

[Jepang 2016] Fushimi Inari, Nara, To Tokyo

Jum’at, 14 Oktober 2016


Ohayou! Pagi terakhir di hostel super enak Piece Hostel Kyoto dihabiskan dengan bangun pagi, mandi pagi, dan packing. Sambil nunggu Wiwin dan Malia selesai siap-siap, aku keluar balkon buat menghirup udara pagi Kyoto yang dingiin sambil foto-foto maple leaves yang udah berubah warna jadi kemerahan. Yaampun suasananya juara banget! Pagi yang seger, dingin, hening, dan mata dimanjakan cantiknya warna musim gugur.


Puas sarapan mata, perut gantian butuh asupan. Kita pun turun dengan koper-koper yang sudah siap pindah kota, dan sarapan. Menu pilihan pagi ini masih toast dengan aneka selai, energen, plus nasi campur abon. Pagi ini nggak ada nasi putih, tapi nasi yang sudah dicampur salmon roe, jadi rasanya gurih-gurih gitu. Untung enak-enak aja. Kenyang sarapan, koper kita titip dulu selagi kita ke Fushimi Inari dan Nara. Pulang dari Nara baru kita ambil lagi, lanjut cuss ke Tokyo. Begitu rencananya.


Di perjalanan ke Kyoto Station, nggak lupa kita mampir Lawson buat beli bekal onigiri. Yap, sedia cemilan sebelum kelaparan, haha.

 
 

Tujuan pertama kita hari itu adalah Fushimi Inari. Dari Kyoto Station cukup 5 menit naik JR Nara Line Local dari departure tract No. 9 atau 10. Waktu kita sampe tract kebetulan keretanya sudah ada tapi jam berangkatnya masih 17 menit lagi, jadilah foto-foto dulu di kereta yang bener-bener kosong, haha.

 

Begitu kereta jalan, nggak lama langsung sampe stasiun Inari, lha wong emang deket, haha. Dari stasiun Inari, gampang banget buat nemuin Fushimi Inari-nya, tinggal belok kiri dikit terus keliatan deh torii gates gede warna merah. Atau gampangnya, ikutin aja orang-orang. Meskipun pagi itu Kyoto rada gloomy, kuil yang tersohor dengan jejeran torii orange-nya tetep ramee!


Entrance fee Fushimi Inari itu free. Bukan karena kuilnya nggak butuh maintenance, tapi jejeran torii di sana adalah hasil sumbangan para dermawan. Semakin besar sumbangan, maka semakin besar tiang toriinya. Dan berkat para dermawan itu, kita bisa foto dengan background deretan torii orange kece buat dipajang di instagram.

Oh ya, di salah satu toko souvenir kita sempat ketemu mbak-mbak dari Indonesia juga yang traveling sendirian. Sendiriaan buuu! Gilee, aku nyali ngumpulin dimanaa pergi ke Jepang sendirian? Super saluut sama mbaknya. Akuuh juga pengen nyoba traveling sendirian sebenernya, tapi kebanyakan tapinya, hahaha.

 
 
 

Btw, Fushimi Inari hari itu lumayan rame. Cuma karena jejeran toriinya panjang, orang-orang nggak terkonsentrasi di satu tempat. Kalo mau diturutin jauh itu sampe kuil yang di atas. Tapi tetep kudu sabar kalo pengen fotonya clear tanpa objek manusia keliatan di belakang. Dan karena pagi itu suasana Kyoto dingin-dingin enak, nggak berasa aja tau-tau udah jam 11 lewat gara-gara keasikan foto, padahal kita masih harus ke Nara sebelum lanjut balik ke Tokyo.

Begitu sadar, kita kembali ke stasiun Inari dan lanjut ke Nara naik JR Nara line local for Nara jam 11.25 dengan perjalanan 70 menit. Lama, soalnya kereta local yang banyak berhenti, tapi lumayan bisa dipake buat tiduur.

Nara ini sebenarnya destinasi yang dimasukkan sebagai aji mumpung karena kita punya kartu sakti JR Pass. Sayang dong kalau nggak dimanfaatkan dengan optimal? Jadi meskipun quick visit, lumayan lah bisa nambah-nambah kota dan ketemu rusa Nara.


Dan ternyata, nggak nyeseel main ke Nara. Kota kecil ini cute banget sumpah. Baru masuk bisnya aja udah disambut cover jok lucu gambar rusa, gemeesh! Meskipun rusa aslinya nggak segemes itu, tetep aja kota ini vibe-nya menyenangkan.


Destinasi kita di Nara nggak muluk-muluk, aku cuma pengen liat Todaiji Temple, kuil Buddha yang guede banget dan terkenal di Nara. Itu juga kesananya naik bis meskipun ada rute jalan kakinya, nggak apa2 dah bayar 210 yen sekali jalan yang penting nggak nyasar dan nggak capek. Dan ternyata jaraknya lumayan jauh, untung naik bis, pinggangku selamaat.. haha.

 
 

Kita turun di halte Todaiji Temple dan langsung disambut rusa, rusa, dan rusa. Rusaa everywheree! Oh, dan juga toko souvenir! Tentu saja kita nyangkut masuk toko, dan aku naksir gantungan rusa bentuk boneka gitu yang bisa bunyi. Cuma karena kita belum masuk main attractionnya, keinginan beli-beli ditahan dulu, dan kita cuss masuk ke halaman Todaiji Temple.

 
 
 
 
 

Todaiji Temple terkenal sebagai kuil Budha yang cukup besar di Jepang. Agak random sih sebenernya kita di sini karena kita nggak berencana masuk kuil dengan entrance fee 500 yen itu. Mau makan siang onigiri di halaman kuil, yang ada malah langsung dideketin rusa dan nggak jadi makan. Jadilah kita cuma foto-foto dan muter-muter nggak jelas di sana.


Somehow sebelum memutuskan keluar area kuil, kita menemukan area pintu masuk dan yak, Todaiji Temple yang megah pun tampak di depan mata. Persis sama seperti yang diliat di google. Yaampun, cuma liat dari luar aja udah seneng.


Setelah berhasil liat Todaiji Temple tanpa harus bayar, kita jalan balik ke halte bis di jalan besar. Mampir beli gantungan rusa yang kuincer tadi, dan usaha kedua buat makan onigiri kembali gagal. Rusa itu radarnya sama makanan gede banget kali ya? Kita udah memastikan nggak ada rusa di deket kita sebelum buka bungkus onigiri, tapi begitu mulai makan kok ya tau-tau ada rusa mendekat. Ya langsung kabur lah kita, makannya bubar lagi, haha.


Oh ya, taman di sekitaran Todaiji ini enak banget buat strolling around, tapi berhubung kita nggak punya waktu banyak, kita segera kembali ke stasiun (naik bis lagi dong, ogah banget kalo jalan kaki). Dengan JR Nara lagi, kita kembali ke Kyoto Station.


Sekitaran jam 4, kita sampai di Kyoto Station. Nggak banyak waktu mengingat kita belom sholat dan ambil koper di hostel, sementara tiket shinkansen ke Tokyo pukul 17.33 sudah di tangan. Sempat bingung mau sholat dimana, numpang di hostel belum tentu ada tempat karena kita sudah check out. Untungnya kemaren salah satu penghuni hostel ngasih tau kalo kita bisa sholat di mushola Kyoto Tower.

 
*pic from google*
So, pergilah kita ke Kyoto Tower. Prayer room berada di lantai 3. Untuk bisa masuk, kita harus ke menuliskan data diri di Information Center di dekatnya. Nanti kita akan diberi guest card, dan dibukakan pintu oleh mbak-mbak Information Center. Tiap orang diberi jatah waktu 15 – 20 menit karena prayer room nggak begitu besar biar bisa gantian, dan begitu selesai guest card dikembalikan. Kita pun sholat, dan begitu selesai sudah ada yang antri giliran prayer room.. mbak-mbak yang ngasih info mushola ke kita di hostel. Haha.


Waktu makin sempit, kita ngebut jalan ke hostel buat ambil koper, dan ngebut jalan balik ke stasiun. Alhamdulillah 10 menit sebelum kereta ke Tokyo datang, kita sudah sampai tract. Tepat pukul 17.33, Shinkansen Hikari 530 meninggalkan Kyoto menuju Tokyo. Bye lovely Kyoto, till we meet again!

Sekitar jam 8, kita pikir kereta sudah sampai di Stasiun Tokyo, turunlah kita. Ternyata akibat kurang fokus dan kalut, kita salah turun stasiun. Aku lupa turun ke stasiun mana, tapi begitu keluar gate kita langsung jiper nemu rush hour orang Jepang pulang kerja dan makin bingung harus melangkah kemana. Lihat muka kita yang kebingungan, seorang mas-mas Jepang yang ganteng *eh* menghampiri dan berusaha membantu tanpa diminta. Si mas menunjukkan arah mana yang harus diambil buat ke Stasiun Tokyo. Kita manggut-manggut sambil takjub, orang Jepang super baik hati itu benar adanya, arigatooou!

Singkat cerita kita berhasil menemukan jalan yang benar ke Stasiun Tokyo, tempat meet up sama Tristan yang baru aja sampe dari bandara. Kita yang sekarang jadi berempat kemudian naik kereta JR menuju Ueno, lanjut Tokyo Metro Ginza Line menuju Asakusa, tempat hostel kita berada.. Khaosan Original. Sampe hostel check in, bebersih, lalu istirahaat!

P.S.
Di kereta JR Nara menuju Kyoto, kita dapet kabar super nggak enak. Dani Pedrosa crash di FP2 MotoGP Motegi, collarbone-nya patah lagi. Itu cidera serius dan Dani dikabarkan langsung kembali ke Barcelona setelah pemeriksaan di Motegi. Aku sama Wiwin langsung mencelos nggak percaya. Kita dateng jauh-jauh ke Jepang sengaja mau liat Dani race di Motegi, dan persis sehari sebelum sampai Motegi kita justru dapet kabar kalo nggak bakal ketemu Dani. Mau nangis rasanya. Sempat ragu tetep mau pergi ke Motegi atau nggak besoknya, but in the end.. the show must go on.

Huhuu Danii, kita belum jodoh ketemu di Jepang.

  

Monday, January 9, 2017

[Jepang 2016] Kyoto: Kiyomizudera, Gion

(Masih) Rabu, 12 Oktober 2016

Peta menuju bus stop Kyoto Station

Dari hostel kita jalan balik ke Kyoto Station buat naik bis ke Kiyomizudera. Enaknya Kyoto Station adalah stasiunnya tersentral. Kereta JR, Shinkansen, private lines, dan city bus semua ada di satu tempat. Nggak enaknya, stasiunnya gede banget dan potensi get lost lumayan. Sore itu nyatanya kita rada bingung cari tempat nunggu bisnya karena pintu masuk stasiun yang banyak banget. Untunglah begitu melipir ke informasi, kita dikasih peta menuju tempat bisnya yang ternyata jalannya emang lumayan jauh.

Antrian city bus Kyoto Station

Untuk menuju Kiyomizudera dari Kyoto Station, kita bisa naik city bus no 100 atau 206, masing-masing jalur ada antriannya tersendiri. Aku lupa waktu itu naik bis yang mana, yang jelas kita pilih yang antriannya lebih sedikit. Bis di Kyoto menerapkan flat  fare route 230 yen, yang berarti mau turun dimanapun yang masih dijangkau area city bus, yang dibayar sesuai tarif itu. Mahal kalau dihitung-hitung, apalagi kalau dikurskan ke rupiah, makanya Kyoto punya yang namanya one day pass buat city bus seharga 500 yen yang bisa dipake bolak balik sampe mabok keliling Kyoto. Tapi sore itu kita sengaja nggak beli one day pass karena kita cuma naik bis ke Kiyomizudera dan balik ke Kyoto Station dari Gion. Kalau cuma dipake 2x sih belum balik modal, jadi kita bayar ketengan aja pake Pasmo.


Nggak enaknya naik bis di Kyoto adalah bisnya yang hampir selalu penuh, butuh keberuntungan buat dapat tempat duduk, dan berhenti di haltenya banyak banget, berasa nggak sampe-sampe. Untungnya perjalanan ke Kiyomizudera nggak terlalu jauh, nggak sampai 20 menit perjalanan, dan kita masih kebagian tempat duduk. Buat sampai di Kiyomizudera, kita bisa turun di halte Gojozaka atau Kiyomizumichi. Pilih aja salah satu, toh jalannya sama-sama jauh dan nanjak, hahaa *tapi sok tau*. Karena mager, kita memilih turun di halte Kiyomizumichi.

Sore yang harusnya menyenangkan berubah jadi menyebalkan karena jalanan ke Kiyomizudera yang nanjak dan bikin ngos-ngosan banget. Kupikir jalan nanjaknya pas udah di persimpangan yang deket toko souvenir, eh ternyata dari awal aja dong. Adek lelah, bang! Sampai di percabangan jalan kanan dan kiri yang sama-sama menuju Kiyumizudera, kita pilih lewat kiri yang dipenuhi toko souvenir. Kebanyakan tips waktu blogwalking menyarankan untuk lewat jalan sebelah kanan yang lebih sepi dan menghindari distraksi nyangkut di toko souvenir. Tapi kita sengaja pilih jalan yang lebih rame biar jalannya semangat karena capeek dan keburu sore banget juga. Takutnya kalo lewat jalan yang lebih sepi malah kita nyangkut buat istirahat, hahaa.

Deva gate #1

Deva gate #2
 
Me and Deva gate

Jam 5 sore tepat, akhirnya terlihat Deva Gate menjulang gagah di depan kita. Fiuuh, sampai juga di Kiyumizudera!

Sunset Kiyomizudera #1

Sunset Kiyomizudera #2

Sunset Kiyomizudera #3

Sunset Kiyomizudera #4

Sunset Kiyomizudera #5

Setelah membayar admission fee sebesar 400 yen, kita masuk ke bangunan utama. Itu lho, bangunan yang tetap tampak megah dan kokoh meski cuma ditopang kayu tanpa paku. And, if i have to tell you the best time to visit Kiyomizudera, datanglah menjelang sunset. Pemandangan kota Kyoto di kejauhan dan matahari yang bersiap terbenam itu bener-bener tak terkatakan. Sekarang aku ngerti kenapa buat sampe Kiyomizudera harus jalan jauh dan nanjak, of course we need effort to get this beautiful view.

Otowa Waterfall dari atas

Otowa Waterfall up close

Nggak lama foto-foto di main hall, kita turun menuju Otowa Waterfall. Well, pancuran sih sebenernya. Ada 3 pancuran yang ramai antrian orang-orang, ada yang untuk panjang umur, sukses di sekolah atau kerjaan, dan sukses kehidupan percintaan. Pilih salah satu, kalau ketiga-tiganya berarti kamu tamak, haha.

Penampakan Main Hall dari bawa

 
 

Mungkin cuma sekitar setengah jam kita di Kiyumizudera, agak bingung sebenernya karna spot foto yang banyak kulihat di internet nggak kita temui. Entah karena kita yang nggak lihat-lihat sekitar, atau memang spot itu sedang direnovasi mengingat Kiyomizudera memang direnovasi sejak 2008 dan beberapa spot ditutup bergantian.

Toko udah pada tutup aja keliatan cakep

Tambah keliatan cakep

Ada toko yang masih buka

Begitu kita turun, toko-toko souvenir kebanyakan sudah tutup yang artinya.. dompet amaan, haha. Jam buka toko sepertinya mengkuti jam operasional kuil yang jam 17.30 sudah tutup. Selesai menyusuri deretan toko-toko, kita nggak lurus menuju halte bis tempat kita tadi datang, tapi belok kanan menuju Sannenzaka Ninenzaka Stairs.

Sannenzaka Ninenzaka stairs

Sannenzaka Ninenzaka Stairs sebenernya hanya jalanan dengan deretan toko-toko di kanan kirinya. Tapi sejak sebelum pergi ke Jepang, aku udah penasaran dengan jalanan yang namanya ear catchy banget dan sounds cool. Sayangnya sama dengan toko-toko di jalan menuju Kiyomizidera, deretan toko di Sannenzaka Ninenzaka stairs yang ternyata nggak begitu banyak, juga sudah pada tutup. Kita sempat istirahat sebentar di depan toko yang sudah tutup sambil makan bekal onigiri yang tadi dibeli di Lawson dekat hostel.


Dengan perut terganjal onigiri, kita lanjut jalan menuju Gion. Selesai menyusuri Sannenzaka Ninenzaka sebenarnya aku sudah mencatat direction yang lengkap menuju Gion dari blog Pichunotes, tapi oh tapi aku nggak berhasil menemukan pertigaan yang dimaksud yang katanya nanti bakal ketemu lahan parkir mobil dan bis. Alhasil kita jalan terus aja, entah kemana. Mana jalanan makin sepi lagi, nggak ada yang bisa diikutin, hahaa.

Yasaka Shrine?
 
Bingung liat Google maps, Dif?

Kita jalan sampai nemu sebuah shrine di kejauhan, bisa jadi itu Yasaka Shrine, bisa juga bukan. Perjalanan agak terhenti karena kita dicegat bule Perancis yang ngajak kenalan. Hahaha, bukan diing! Si bule sedang motret shrine-nya dengan shutter speed lumayan lama, jadilah doski minta tolong orang-orang yang mau lewat buat berhenti sebentar. Nemu bule begini biasanya Wiwin sama Malia yang paling semangat ngajak ngobrol. Jadilah kita ngobrol sampai si bule selesai dengan sesi foto-fotonya. Haha, mayaan yaak Win!

Gerbang Yasaka Shrine

Sebrangi jalan sesuai panah, membelakangi Yasaka Shrine

Turun dari shrine yang bisa jadi Yasaka Shrine, bisa juga bukan, kita nemu jalan besar. Di pertigaan, kita nyebrang jalan ke arah yang bersebrangan dengan gerbang Yasaka Shrine. Agak-agak absurd sih rute jalan malam itu, niatnya mau langsung ke Gion, tapi malah nyangkut di Starbucks. 

Tumblr Starbucks Kyoto

Wiwin pengen beli tumblr Starbucks buat dirinya sendiri dan titipan temennya, jadi hayuklah pas kita diajak mampir dulu, lumayaan di luar dingin euy. Begonya, udah tau di luar dingin pesennya dong tetep kopi dingin. Huahaha, kebiasaan di Indo kebawa di tempat yang salah.

Beres minum kopi, kita masih nggak langsung ke Gion, kita cari makan malem dulu. Kebetulan ada ramen halal di daerah Gion, Naritaya Ramen namanya. Ketik namanya di Google maps, terus ikutin deh jalurnya. Dari Starbucks Gion, kita tinggal nyebrang jalan di lampu merah ke arah sebrang Starbucks dan masuk satu belokan kecil ke arah kanan. Ada banyaak belokan, yang feelingku sih tetap bisa berujung ke resto ramen yang kita cari.

Naritaya Ramen Gion #1

Naritaya Ramen Gion #2

Gang senggol

Tadaa.. ketemu juga Naritaya Ramen Gion! Restonya khas Jepang yang sempiit, kita baru bisa dapat tempat duduk setelah rombongan turis Malaysia selesai makan. Sebelum mereka pulang, kita dipesenin kalau porsi makanannya lumayan besar, jadilah akhirnya kita pesan 2 menu buat bertiga, Gion Mazesoba dan Spicy Miso Ramen. Antara nurut dan irit emang beda-beda tipis, hahaa.  

Menu Naritaya Ramen Gion

Our ramen

Prayer room Naritaya Gion

Rasanya lumayan, meski aku lebih cocok sama ramennya. Satu orang kira-kira habis 750 yen, jadi nggak terlalu mahal lah ya (buat standar Jepang). Poin plusnya, resto ini menyediakan prayer room. Jadi kenyang makan, kita sholat Maghrib – Isya dulu baru lanjut jalan ke Gion.

Naritaya Halal Yakiniku

Dinner menu Naritaya Halal Yakiniku

Oh yaa, di sebelahnya ada Naritaya Halal Yakiniku. Bisa jadi opsi buat yang pengen nyobain daging Jepang versi halal. Kita mah cuma bisa fotoin dinner menunya aja, harga termurahnya aja 1780 yen *keselek mangkok ramen*.

Hanamikoji-dori #1

Hanamikoji-dori #2

Hanamikoji-dori #3

Kita kembali menyusuri jalan yang sama sampai ketemu Hanamikoji-dori, jalanan yang dipenuhi restoran yang biasa didatangi orang Jepang berduit buat nongkrong sambil dihibur Geisha atau Maiko. Yaak, itulah tujuan utama orang-orang datang ke Gion, buat ketemu Geisha atau Maiko juga boleh laah. Kebanyakan turis nggak masuk ke salah satu restoran, tapi nongkrong di jalanan itu menunggu keberuntungan, siapa tau ketemu Geisha atau Maiko yang lewat.

Bingung kudu kemana, haha

Belum lama nongkrong di Hanamikoji-dori, aku udah liat penampakan mbak-mbak Maiko di dalam taksi yang lewat. Jadi salah satu tips, mata emang kudu awas, termasuk liat ke arah taksi yang lewat depan kita. Kita jalan di sepanjang Hanamikoji-dori sampai ketemu Gion Corner yang sepi. Mau lanjut jalan karena setauku Gion itu areanya lumayan luas, tapi kok setelah Gion Corner jalanan makin sepi. Daripada nyasar entah kemana, kita berbalik ke jalan yang tadi sudah dilewati sambil lanjut berburu Maiko.

Nongkrong di belakang taksi yang berhenti

Kerumunan orang awalnya segini

Kemudian jadi sepenuh ini...

Tips kedua, kalau ada kerumunan orang, ikut aja nongkrong di situ. Jalan kita terhenti di belakang taksi yang berhenti di depan sebuah restoran, seolah menunggu penumpang. Lumayan banyak orang yang juga berhenti di situ sambil kamera dalam posisi stand by, berpikir kalau yang keluar kemungkinan seorang Geisha atau Maiko. Kita sih ikut seru-seruan aja. Makin lama kerumunan makin rame (nyaris nutupin jalan bok), dan belum ada seorangpun yang keluar dari restoran.

Seloow..

Seloooow...

Tapi oh tapi, udah nunggu dingin-dingin begitu, yang keluar ternyata bapak-bapak kantoran Jepang yang langsung naik taksi itu. Yaaah, penonton kecewa! Dan di saat kebanyakan orang lengah, seorang mbak-mbak Maiko lewat di depan kita sambil jalan dengan santainya. Seolah jalanan itu adalah catwalk, dan kita penontonnya. Beneran, saking lempengnya kita sampe bengong.. ini Maiko beneran bukan sih? Hahaa, untungnya aku berhasil ambil foto si mbak Maiko. Kereeen si mbak keluar di timing yang tepat, orang-orang lho sampe nggak yang merhatiin dia banget. So, ketemu Maiko di Gion.. checked!

Halte Gion

Berhubung misi selesai dan kerumunan tadi sudah bubar, kita memutuskan pulang dan jalan ke halte bis di dekat Yasaka Shrine. Tulisannya sih itu halte Gion. Dari halte Gion ke Kyoto Station bisa naik bus no 100 atau 206. Sama dengan pas berangkat tadi karena sejalur. Untunglah kalau sudah malam city bus lumayan sepi dan kita kebagian tempat duduk.

Dancing fountain
Sekitar jam setengah 10 kita sudah sampai di Kyoto Station. Rencananya sih mau mampir Kyoto Tower dulu sebentar, tapi ternyata sudah tutup. Jadilah kita nongkrong sebentar sambil nonton dancing fountain Aqua City di depan Kyoto Station sebelum pulang ke hostel dan istirahat.

Sampai ketemu besok lagi, Kyoto yang menyenangkan!