Di bawah awan mendung yang
begitu pekat, Jang Mi dan Ki Tae bertengkar di altar pernikahan mereka. “Ayo
kita batalkan,” ucap Jang Mi. Ki Tae memastikan kalau Jang Mi serius dan tak
akan menyesal. Jang Mi tak tampak ragu sedikit pun. Ki Tae akhirnya setuju, ia
akan membatalkannya. Ia pun turun dari altar pernikahan, meninggalkan Jang Mi.
Episode 16. Nevertheless,
Getting Married
Bar Jang Mi kembali ramai,
berkat menu ‘quatro kimchi pancake’ yang jadi primadona. Mereka bertiga senang,
terlebih Jang Mi yang bisa menemukan produsen kimchi yang hebat. Ki Tae datang,
Jang Mi menyapanya ceria dan berkata kalau pelanggannya semua memesan kimchi
pancake. Ki Tae hanya diam menatapnya. Jang Mi jadi malu dan minta Ki Tae
berhenti menatapnya seperti itu.
Sebelum mengatakan sesuatu, Ki
Tae minta Jang Mi untuk tak terkejut. Jang Mi mengangguk. Tapi setelah
mendengarnya, ternyata ia tak bisa tetap tenang. Air mata Jang Mi bahkan terus
mengalir.
Jang Mi: [Hidup ini penuh dengan kejutan yang tak terduga. Yang terburuk datang
bersama yang terbaik.]
“Kenapa ibu tak memberitahuku?”
tanya Jang Mi pada ibunya yang berbaring membelakanginya. Ibu menanyakan hal
yang sama. Jang Mi sadar kalau Ki Tae lah yang memberitahu ibu, ia berencana
mengatakannya setelah mereka berdua benar-benar yakin dengan perasaan
masing-masing.
Ibu langsung bangun, jadi kalian
bersama setiap saat tapi belum yakin? Apa ini lelucon lain? Jang Mi berkata itu
bukan masalah saat ini, saat ibu sedang sakit. Ibu tak mau membesar-besarkan
masalah, ini hanya operasi sederhana. Operasinya besok lusa, dan ibu akan
dirawat di rumah sakit mulai besok.
“Ayah tidak tau kan?” tanya Jang
Mi. Ibu tak mau ayah sampai tau, tapi Jang Mi merasa ayah harus tau agar ia
membatalkan perceraian. Justru itu ibu tak ingin memberitahunya, ia tak akan
bisa bercerai. Ibu tak ingin berhubungan dengan ayah lagi. Jang Mi keberatan.
Ibu bersikeras ayah tak boleh tau dan menyuruh Jang Mi keluar.
Ki Tae yang daritadi duduk di
ruang tamu menemukan sebuah amplop yang terselip di buku. Ki Tae membukanya dan
menyimpannya di saku jas saat Jang Mi akhirnya keluar kamar bersama ibu. Ibu
memarahi Ki Tae yang bermulut besar. Jang Mi membelanya, ia hanya perhatian.
Ibu minta Ki Tae tak perlu khawatir, leluconnya sudah cukup dan meskipun itu
bukan lelucon, ibu tak akan menerima Ki Tae. “Aku menentang pernikahan kalian,”
tegas ibu lalu mendorong mereka keluar.
Jang Mi mencoba menghubungi ayahnya,
tapi ponselnya tak aktif. Ki Tae mengajak Jang Mi mencari ayahnya, sepertinya
ia tau ayah ada di mana. Ki Tae menyalakan GPS ke alamat yang ada di kartu pos
yang dikirim ayah. Jang Mi pikir itu kartu pos dari ayah yang pernah dilihatnya
dulu, hanya ada tulisan tolol, bodoh, idiot, dan itu memalukan. Tidak begitu, menurut
Ki Tae ini surat cinta paling romantis yang pernah ia lihat. Jang Mi tak
percaya dan berusaha melihatnya, tapi Ki Tae tak mau menyerahkannya begitu saja
dan mulai menjalankan mobilnya.
Sepanjang perjalanan Jang Mi
diam saja. Ki Tae berusaha mencairkan suasana dengan menyetel musik, tapi
langsung dimatikan Jang Mi. Ki Tae membuka jendela, langsung ditutup lagi sama
Jang Mi. Diajak mampir rest area, Jang Mi menolak. Diajak minum kopi, Jang Mi
juga menolak. Diajak istrirahat, Jang Mi langsung menoleh kesal, kita bukan mau
berpesta atau pergi piknik.
Tapi tetap saja Ki Tae
menghentikan mobilnya di rest area untuk makan dulu. Jang Mi tak minat sama
sekali, ia tak punya nafsu makan. Ki Tae memuji semua makanannya enak, berharap
Jang Mi mau ikut makan. “Apa yang kau lakukan?” tanya Jang Mi. Ki Tae tak mau
memasang wajah suram seperti Jang Mi, ia harus makan untuk dapat tenaga, dengan
begitu ia bisa membuat Jang Mi tersenyum.
Jang Mi hanya menyuruh Ki Tae
makan dengan cepat agar mereka bisa segera pergi. Ki Tae minta Jang Mi
membantunya dan menyuapkan kimbab. Kali ini Jang Mi mau membuka mulut. Jang Mi
bertanya kenapa Ki Tae pergi menemui ibunya? Ki Tae ternyata cemburu pada Jang
Mi yang mendapatkan perhatian ibunya, ia juga ingin diperhatikan. Jang Mi
berterimakasih, jika bukan karena Ki Tae, ibunya akan pergi operasi sendirian.
Ki Tae menyuruh Jang Mi makan lagi, kau perlu energi untuk mencari ayahmu dan
merawat ibumu. Jang Mi pun menurut.
Saat melanjutkan perjalanan,
Jang Mi tak menolak saat Ki Tae menyalakan musik dan membuka jendela. Ki Tae
tersenyum menggenggam tangan Jang Mi, menguatkannya. Berkat Ki Tae, Jang Mi
sedikit tampak lebih tenang.
Mereka sampai di sebuah tempat
pemancingan, tapi tak ada ayah Jang Mi di situ. Jang Mi terdiam sedih, dan Ki
Tae malah mengagetkannya. Jang Mi beneran kaget dan minta Ki Tae berhenti.
Awalnya Ki Tae tertawa, tapi ia sadar Jang Mi tampak pucat. Jang Mi pikir itu
karena gangguan pencernaan, dan tak lama Jang Mi langsung muntah. Ki Tae
menepuk-nepuk punggung Jang Mi, merasa bersalah sudah memaksa Jang Mi makan
tadi. Jang Mi berkata ia baik-baik saja.
Keduanya duduk di tepi kolam. Ki
Tae: “Haruskah kita ke rumah sakit? Atau apotek? Atau setidaknya aku mencarikanmu
minum? Bagaimana kalau kita menikah?” Jang Mi yang daritadi diam minta Ki Tae
berhenti, lalu tersadar, apa? Ki Tae merangkul pundak Jang Mi, mengajaknya
menikah.
Jang Mi menepis tangan Ki Tae,
“Aku tau kau mencoba menghiburku, tapi ini tak benar.” Ki Tae mendesah, kau
pikir aku mempertaruhkan hidupku untuk menghiburmu? Jang Mi tak mau mereka
menikah karena khawatir pada ibunya, mereka harus yakin dulu. Ki Tae berkata
sekarang ia sudah yakin. Jang Mi terdiam sebentar, lalu minta Ki Tae
menghentikannya, ini bukan waktu yang tepat. Ki Tae tak mengerti apa yang
salah. Menurut Jang Mi membicarakan pernikahan adalah momen penting untuknya,
ini kenangan sekali seumur hidup. Jang Mi minta Ki Tae menarik kembali
omongannya, sekarang bukan waktu yang tepat.
“Apa yang salah dengan sekarang?
Pemandangannya bagus, cuacanya juga bagus dan kita hanya berdua di sini,” sahut
Ki Tae. Jang Mi tak mau karena ibunya mau operasi dan ayahnya tak tau di mana,
apa pantas Jang Mi berpikir tentang pernikahan saat orang tuanya akan berpisah?
Ki Tae yakin mereka akan berbaikan dan mengajak Jang Mi bertaruh, “Jika mereka
baikan, kita menikah.”
Jang Mi tak bisa menikah di atas
perpisahan orang tuanya. Ki Tae hanya berkata saat pernikahan terburuk yang kau
tau ternyata berhasil, kita harus percaya pada pernikahan juga. Jang Mi curiga
dengan Ki Tae yang begitu percaya diri dan penasaran dengan kartu pos yang
ditulis ayahnya.
Jang Mi berhasil mengambil kartu
posnya dari saku jas Ki Tae, yang langsung direbut Ki Tae. Ki Tae tak mau Jang
Mi melihatnya, dan bangkit berlari. Jang Mi mengejarnya, berusaha meraih kartu
pos itu. Ki Tae yang nakal malah menangkap Jang Mi dalam pelukannya, tapi Jang
Mi tak mau kalah, dan kartu pos tadi malah jatuh. Seorang pria lewat dan
mengenali kartu pos yang ditulis ayah Jang Mi, ia memberitahu kalau ayah tadi
bilang akan ke Seoul untuk terakhir kalinya dan menutup restoran.
Jang Mi dan Ki Tae buru-buru
pergi menyusul ayah. Dan benar, ayah duduk sendirian di restoran dengan
berbotol-botol soju di meja. Ayah baru akan minum lagi saat Jang Mi datang dan
meraih gelasnya. Ayah yang setengah mabuk menyapa Jang Mi dan menantu Gong, eh,
menantu Gong? Ayah kemudian sadar dan mengomeli Ki Tae yang berani datang ke
sini.
Ki Tae minta maaf, ia mengencani
Jang Mi sekarang. Ayah kaget dan makin marah, apa kalian benar-benar akan
menikah? Jang Mi berkata ini bukan waktunya, tapi ayah terus menyemprot Ki Tae,
saking kesalnya ia perlu seseorang untuk melampiaskannya. Ayah makin mabuk dan
makin menyerang Ki Tae, kenapa kau terus berada di sisinya jiika kau tak
berniat menikahinya?
Jang Mi minta ayah melepaskan Ki
Tae, ia yang masih belum yakin. Tapi ayah masih memarahi KI Tae, seorang pria
sejati harusnya meyakinkannya, apa yang salah denganmu?
Jang Mi: “Lalu bagaimana dengan
ibu, ayah? Apa ayah memberikan ibu keyakinan? Dia bahkan tak memberitahumu
kalau ia terkena kanker!” Gerakan ayah terhenti, minta Jang Mi mengulangnya
sekali lagi. Jang Mi menangis, memberitahu kalau ibu sakit, kanker payudara.
Ayah shock dan memilih duduk.
Jang Mi minta ayah pulang,
pergilah ke rumah sakit dengan ibu besok. Tapi ayah tak ingin pergi, seperti
yang kau bilang dia bahkan tak memberitahuku, dia pasti sangat membenciku dan
tak bisa mengandalkanku sama sekali. Ayah merasa tak bisa membantu, istrinya
pasti akan marah dan tekanan darahnya naik, dia butuh istirahat sebelum
operasi. Ki Tae ikut membujuk ayah, tapi ayah yang pesimis merasa ia tak
berarti untuk wanita itu. “Ini benar-benar berakhir,” lanjut ayah.
Jang Mi tak tahan dan keluar, Ki
Tae menyusulnya. Ia menarik Jang Mi ke pelukannya, “Pergilah temui ibumu, aku
akan di sini bersama ayahmu.” Jang Mi berterimakasih, tapi kita harus
bagaimana? Sudah kubilang kita tak bisa menikah? Ki Tae senyum dan minta Jang
Mi menunggu, taruhan belum berakhir. “Semua sudah berakhir,” sahut Jang Mi
sambil berusaha mengambil kartu posnya dari saku jas Ki Tae.
Ki Tae menghentikan Jang Mi, kau
pikir bisa mendapatkan ini hanya dengan sentuhan? Jang Mi penasaran, tapi Ki
Tae janji akan menunjukkannya saat taruhan berakhir. Ki Tae pun memeluk Jang Mi
lagi. Ih ya ampuun, aku mau Gong Ki Tae satu buatku doong! He’s just too sweet.
Ibu menyiapkan baju yang akan
dibawa ke RS, dan segera berbaring saat mendengar suara pintu dibuka. Jang Mi
masuk kamar perlahan dan memanggil ibunya. Ia memeluk ibu dari belakang, “Aku
akan menjadi suamimu, pasangan hidupmu. Aku akan hidup bersamamu selamanya.”
Ibu berkata itu kedengaran mengerikan. Karena ibu menentang Ki Tae, Jang Mi
akan terus memohon. Ibu mengatai Jang Mi wanita jahat dan menggenggam
tangannya. Jang Mi minta maaf sudah membuat ibu kesepian.
Sementara itu ayah minum
ditemani Ki Tae. Ia mengomeli Ki Tae yang tak mau pergi, kalau kau memang mau
datang harusnya lebih cepat. Ki Tae minta maaf, tapi belum sempat Ki Tae
menjelaskan apapun, ayah berkata Ki Tae tak perlu mengatakan apapun. Kau ingin
berhati-hati, kau ingin berhasil kali ini. Ki Tae berterimakasih ayah mau
mengerti.
Ayah tersenyum masam, pria
berbaikan tanpa kata-kata. Tapi dengan wanita, hal yang mengganggu adalah kau
harus memberitahunya, tambah Ki Tae. Bodoh, gumam ayah, tindakan lebih berat
dari kata-kata. Tapi Ki Tae merasa bersyukur, tindakan itu sulit, tapi
kata-kata itu mudah, ia hanya perlu mengatakan beberapa kata dan semua akan
baik-baik saja. Ayah tertawa dan memandang Ki Tae kesal, jadi kau bilang kau
mempermainkan putriku dengan kata-katamu? Ki Tae buru-buru menyangkal, haha.
Ayah menawari Ki Tae minum, yang artinya ayah sudah menerima Ki Tae, yaay!
Ibu duduk diam sendirian, tak
bisa tidur. Nenek menghampirinya, juga tak bisa tidur, ia harus mengeluarkan
sesuatu dari dadanya agar bisa tidur. “Apa kau ingat saat meninggalkan rumah
bersama Ki Tae?” tanya nenek. Ibu tak mengerti, kenapa nenek tiba-tiba
mengungkit ini? Nenek: “Kau tak mau mengingatnya? Ki Tae bilang itu adalah saat
paling bahagia dalam hidupnya.”
Ibu ingat itu adalah hari
termalas di hidupnya, ia tak memasak atau bersih-bersih, ia tak melakukan
apapun untuk Ki Tae. Menurut nenek itulah kenapa Ki Tae begitu bahagia, kau tak
melakukan apa-apa dan terus di sampingnya. Nenek pikir ia harus melepaskan ibu
sekarang, “Aku akan melepaskanmu jika kau ingin pergi, pergilah.”
Ibu tak percaya, apa yang nenek
bicarakan? Nenek minta ibu melupakan tentang jadi menantu, istri, dan ibu yang
sempurna, cukup hiduplah bersama Ki Tae sebagai ibunya. Ibu menangis, bagaimana
dengan nenek? Bibi menghampiri mereka, masih ada dirinya, ia akan jadi putri
yang baik dan mengurus ibunya. Ibu makin menangis memeluk bibi. Bibi berterimakasih,
nenek juga, ibu sudah banyak menderita selama ini. Ketiganya pun berpelukan
dalam tangis. Huhuu, ikut nangis deh ini, selama ini salah sangka banget sama ibunya Ki Tae.
Dokter menjelaskan tentang
prosedur operasi ibu Jang Mi. Panjang tumor sekitar 1,4 cm, lokasinya baik dan
sepertinya belum menyebar ke daerah lain. Jang Mi khawatir karena salah satu
payudara ibunya harus diangkat, tapi Ki Tae menenangkan, ia sudah membuat janji
dengan dokter yang hebat. Siapa itu? Ternyata Kang Se Ah.
Se Ah menyapa Jang Mi secara
resmi dan berkata ia yang akan melakukan operasi rekonstruksi. Jang Mi sedikit
terkejut. Se Ah akan melakukan operasi secara bersamaan, kebanyakan pasien akan
terkejut karena kehilangan payudara, tapi ia akan baik-baik saja jika kita
melakukan semuanya sekaligus. Jang Mi menangis haru dan berterimakasih.
Ibu sendirian di ruang rawat
sementara pasien lain bersama suaminya, pacarnya, atau anaknya. Ayah datang,
dan begitu melihatnya ibu langsung berbaring dan menyuruhnya pergi melalui
pesan di ponselnya. Ayah berkata ia tak bisa membaca pesan ibu, ponselnya sudah
hancur karena kemarahannya dan minta ibu melihatnya, ia ingin bicara. Ibu tak
bereaksi.
Ayah menyodorkan sebuah buku tabungan
yang akan lebih disukai ibu dibandingkan dirinya. Ibu membukanya, dan terkejut
dengan saldo yang 52,8 juta won. Barulah ibu menoleh menatap ayah, apa ini?
Ayah mendengus, kupikir kau akan senang jika aku menghasilkan uang, tetaplah
kuat selama operasi. Ibu curiga, darimana ayah mendapat uang ini. Ayah menjual
restoran, ia menyingkirkan tempat yang sangat ibu benci.
Ibu terdiam sebentar, lalu
berkata ia senang ia sakit, kau tak pernah melepaskanku ketika aku masih sehat
dan kau pergi segera setelah aku sakit. Ayah minta ibu jangan berkata begitu,
ibulah yang meminta cerai. Ibu tau ayah juga menginginkannya, tapi tak bisa
melakukannya karena uang.
“Aku tak ingin bercerai. Kenapa kau
tak mengerti? Apa kau bodoh? Haruskah aku mengatakannya dengan kata-kata?”
“Bagaimana aku bisa tahu kalau
kau tak memberitahuku?”
Ayah tak mau kalah, ibu bahkan
tak memberitahu penyakitnya. Ibu berkata itu karena ayah tak pernah bertanya. “Aku
selalu bersamamu! Apa begitu sulit membuka mulutmu sekali saja untuk
memberitahuku?” omel ayah. Ibu menangis mengiyakan dan minta ayah berhenti
berteriak, ia sakit, semua orang di sini sakit.
Pasien lain tak keberatan, malah
ada yang bilang ini lebih menarik daripada menonton drama, hahaa. Ayah berkata
ia akan memberi uang, tapi minta ibu membiarkannya hidup bersama ibu. Ibu malah
mengembalikan buku tabungannya, ia tak suka terlihat begitu menyedihkan. Pasien
lain mulai mengomentari ibu, kalau jadi ibu ia akan mengambilnya, mengapa kau
tak mau? Dan kamar rawat pun langsung ramai, semua menyuruh ibu mengambil saja
uangnya. Ayah menyodorkan lagi buku tabungannya, dan ibu akhirnya mau menerima.
Semua orang di ruangan itu langsung bersorak.
Jang Mi dan Ki Tae tersenyum
melihat kejadian itu dari luar kamar. Jang Mi bergumam cara mereka berbaikan
benar-benar seperti ‘ibu dan ayahku’. Ki Tae hanya senyum dan menggenggam
tangan Jang Mi. Jang Mi minta Ki Tae memperlihatkan kartu pos ayahnya. Ki Tae
menepati janji dan menyodorkan kartu posnya. Jang Mi hanya melihat tulisan ‘kau sudah makan’ ‘apa kau baik-baik saja?’, menurutnya tak ada yang spesial.
“Tak ada yang spesial adalah
sesuatu yang benar-benar spesial,” sahut Ki Tae, kau pikir menghabiskan acara
spesial bersama seperti orang tuaku adalah spesial? Menghabiskan waktu bersama
setiap hari itu yang spesial. Karena hasil taruhan sudah diketahui, Ki Tae pun
bersiap melamar Jang Mi, “Maukah kau..” Jang Mi langsung memotongnya, lihatlah
bagaimana jeleknya aku, tak bisakah kau melakukannya di tempat yang bagus
dengan pakaian yang bagus?
Ki Tae tak mengerti kenapa
mereka harus terlihat layak saat membicarakan pernikahan, tak bisakah kita
membuatnya santai seperti bertanya ‘apa
kau sudah makan’ ‘apa kau baik-baik
saja’? Apa lagi masalahnya sekarang?
Jang Mi takut Ki Tae melakukan
ini karena ibunya sakit. Jang Mi sangat menghargai Ki Tae yang selalu ada
untuknya di saat sulit, tapi ia tak tau apa Ki Tae mengatakan pernikahan karena
terpancing situasi atau tidak. Jang Mi baru ingin membicarakannya setelah
masalah ini berakhir. Ki Tae merasa masalah tak akan pernah berakhir, bagaimana
bisa kau tau apa yang akan menanti kita? Meskipun sekarang kita saling
mencintai sampai mati, seiring berjalannya waktu salah satu dari kita bisa tak
setia atau kita bisa hidup seperti pasangan zombie yang bisu. Jang Mi
mengerjap, apa?
Ki Tae curiga jangan-jangan Jang
Mi masih percaya pada cinta abadi. Jang Mi menyangkal, ia tau betapa kejamnya
kenyataan, tapi Ki Tae sangat tak romantis untuk seorang pria yang melamar. Yang
ingin Ki Tae katakan adalah kau tak bisa sepenuhnya yakin pada pernikahan, tapi
meski begitu ia tetap ingin menikahi Jang Mi. “Tak ada sesuatu seperti cinta
abadi, meski begitu aku ingin mencintaimu selamanya.” Awww!
Jang Mi terdiam menatap Ki Tae,
tapi kemudian senyumnya terbit dan dengan mata berkaca-kaca Jang Mi mengiyakan.
“Kau tak bisa mempercayai pria, meskipun begitu aku ingin percaya padamu.” Aww
lagi!
Keduanya pun berangkulan dan
tersenyum bahagia. “Tapi, apa lamaranmu sudah selesai?” tanya Jang Mi. Ki Tae
mengiyakan. “Apa tak ada sesuatu untukku? Seperti bunga atau sesuatu yang lain,”
tanya Jang Mi lagi. Ki Tae menggeleng, ia sudah memberi hadiah lamaran dan menunjuk
kartu pos ayah Jang Mi. Jang Mi melepaskan pelukannya kesal, “Apa hanya ini?
Tak ada cincin untukku?” Tapi Ki Tae benar-benar tak punya apapun.
Jang Mi bangkit dan minta Ki Tae
menarik lagi lamarannya, ia tak mendengarkan apapun! Jika kau ingin melamar,
lakukan dengan benar. Buat sesuatu yang mengagumkan. Ki Tae mendengus, bukannya
kau yang terus berkata soal cinta sejati, kau tak menghargainya. Jang Mi tak
mau kalah, kau bilang kau tak harus yakin, kau bilang hidup ini penuh kejutan.
Pertengkaran tak berlangsung
lama. Karena Jang Mi langsung senyum dan tertawa saat Ki Tae menggodanya. Tapi tetap
saja Jang Mi berteriak kalau ia ingin cincin. Ki Tae hanya tertawa dan berjalan
merangkul Jang Mi.
[Kita tak mengharapkan hal terburuk untuk pernikahan kita. Kita mungkin
sudah nyaman dengan kejutan kehidupan dengan mengatasi satu masalah ini.]
Komentar:
Lamaran ini juga Jang Mi - Ki Tae bangeeet, haha..
Setuju banget sm mbak difa :) mereka ini emang sweet bgt dari hal yg biasa aja bsa jdi romantis bgt. Masih belum bsa move on dri drama ini
ReplyDeletekeren sinop ny :)
ReplyDeletePart 2 part 2
ReplyDeleteAku jg blm bisa move on dari drama ini...:(
ReplyDeleteSweet..sweet..sweet banget Gong Ki Tae ����
ReplyDeleteSusah move dri drama ini. ������Kebayang mulu. Ga ada lanjuttannya kh gt ��
ReplyDelete