Sunday, April 5, 2015

Sinopsis K-Movie: My Brilliant Life Part 1


Movie: My Brilliant Life (working English title) / My Palpitating Life (literal title)
Revised romanization: Doogeundoogeun Nae Insaeng
Hangul: 두근두근 인생
Director: E J-Yong
Writer: Kim Ae-Ran (novel), E J-Yong
Producer:
Cinematographer:
Release Date: September 3, 2014
Runtime: 117 min.
Genre: Drama / Family / Tearjerker
Production Company: Zip Cinema
Distributor: CJ Entertainment
Language: Korean
Country: South Korea


Sinopsis
Han Ah Reum, seorang penderita Pregoria. Usianya baru 16 tahun, tapi fisiknya seperti seorang kakek 80 tahun yang renta dan sakit-sakitan. Karena itu ia tak sekolah, dan banyak menghabiskan waktu di rumah dengan membaca dan menulis di komputer. Ia mulai menulis tentang orang tuanya yang memilikinya saat usia mereka masih 17 tahun.

 

Ah Reum  tak bisa berteman dengan anak seusianya, tapi ia akrab dengan seorang kakek tetangga, kakek Jang. Ah Reum menceritakan soal orang tuanya yang jatuh cinta di usia 17 tahun. Bukan 27, tapi 17 tahun. Kakek Jang maklum, Romeo dan Juliet juga jatuh cinta di usia segitu. Ia malah merasa iri dengan cinta di masa muda mereka. Cinta di musim semi, seperti awal hidup mereka. Kakek Jang tertawa, yakin kalau ayah Ah Reum panik saat mengetahui ia akan menjadi ayah.


Flashback. Dae Soo tak bisa menyembunyikan kekagetannya saat Mi Ra memberitahu kehamilannya, “Kau tak akan melahirkannya kan? Aku baru 17 tahun!”

“Aku juga 17 tahun!” sahut Mi Ra. Tapi Dae Soo tak percaya diri, ia bodoh, keluarganya miskin, tak punya masa depan, dan lagi ia tak punya ibu yang bisa membantu membesarkan anak itu. Belum lagi jika kabar ini tersebar, Mi Ra bisa dikeluarkan dari sekolah. Bagaimana bisa mereka membesarkan anak?


Mi Ra berkata ibunya juga dikeluarkan dari sekolah tapi ia baik-baik saja. Dae Soo tak yakin Mi Ra akan baik-baik  saja jika semua orang tau. Mi Ra menghela napas kesal, dan berbisik pada Dae Soo, “Ada serangga yang menyamar menjadi kotoran burung untuk bertahan hidup. Kau terlihat persis seperti serangga itu.”

Choi Mi Ra, ibuku. Bungsu dari 6 bersaudara, dengan 5 saudara laki-laki. Dan ayahku menghamilinya.”

 

Begitu keluarganya tau, Dae Soo langsung dikejar-kejar semua kakak Mi Ra. Dan Mi Ra dapat amukan ayahnya. Ibu berusaha melindungi putrinya, tapi ayah yang marah memukul Mi Ra di kepala. “Sial,” jawab Mi Ra refleks sambil memegangi kepala dan melindungi perutnya. Ia berteriak kalau ibu juga melahirkan kakaknya saat 17 tahun! Ayah mendesak Mi Ra mengatakan siapa ayahnya.


Julukan ibu saat masih kecil adalah Putri Sial. Semua itu berkat ajaran para pamanku.

Sementara itu Dae Soo yang emosi pada wasit saat pertandingan taekwondo, malah tak sengaja menendang kepala sekolahnya.

 

Ayahku mantan atlet taekwondo dan dia jadi terkenal di kotanya karena menendang kepala sekolahnya


Akibatnya ia ditampar berkali-kali oleh pelatihnya. Sampai rumah, ia masih ditampar berkali-kali oleh ayahnya karena menghamili anak orang. Dae Soo yang tak kalah emosi berkata ia akan berhenti sekolah, dan tak akan pernah kembali ke rumah. Ia benar-benar pergi dan tak pernah kembali.


Mi Ra masuk kamar Ah Reum yang sibuk dengan komputernya. Ah Reum tak suka ibunya masuk tanpa mengetuk seperti itu. Mi Ra mengerti dan menutup pintunya, lalu masuk lagi setelah Ah Reum menutup apa yang sedang ditulisnya di komputer. Mi Ra mengecek tekanan darah dan gula darah Ah Reum, sambil memastikan Ah Reum meminum semua obatnya. Ah Reum berkata ia sudah biasa dan bisa melakukan semuanya sendiri. Mi Ra hanya tersenyum dan mengajak Ah Reum keluar, ayah datang membawa es serut kesukaannya.


Mereka berkumpul di ruang keluarga, makan es serut sambil menonton SNSD di tv. Ayah Ah Reum suka sekali SNSD, dan bertanya selera musik anaknya. Ah Reum suka semua lagu yang dinyanyikan grup wanita. Dae Soo tertawa, bahkan selera musik mereka sama. Tapi beranjak tua, ia lebih suka lagu sedih. Lagu sedih yang cocok saat minum alkohol. Dae Soo: “Jadi ketika kau beranjak tua..” Ah Reum menatapnya seolah berkata ia sudah tua, jadi Dae Soo meralat.. saat lebih tua lagi, dengarkan lagu sedih sambil minum alkohol, mengerti? Ah Reum hanya mengiyakan.


Mi Ra kembali dengan kue beras dan minta channel tv diganti acara ‘Beri Harapan Kepada Tetangga’. Dengan mereka sebagai bintang tamunya. Kisah dua remaja 17 tahun yang menjadi orangtua dan anak mereka harus meninggalkan dunia ketika berusia 17 tahun. Saat masih kecil Ah Reum sangat lucu dan tampak sangat normal. Ah Reum menceritakan tentang dirinya yang penasaran rasanya sekolah, saat membaik, ia ingin sekolah.


Ketika penyakit itu muncul, Ah Reum pindah ke Bucheon dan menjalani pengobatan rawat jalan tiap minggu. Sehari serasa setahun bagi Ah Reum. Dia menderita penyakit penuaan, juga penyakit jantung, dan kehilangan penglihatan karena pembekuan pembuluh darah. Mereka tak mampu kalau Ah Reum harus dirawat inap.


Ah Reum baru berusia 16 tahun, namun secara fisik dia lebih dari 80 tahun. Dokter menjelaskan kalau pasien Progeria bertambah tua 10 kali lebih cepat dari orang normal. Bukan hanya kulit, tapi juga tulang dan organ mereka. Penyebabnya belum diketahui, tapi ini penyakit yang amat langka, hanya menyerang 1 dari 30 juta orang. Penuaan bisa ditunda sedikit, tapi tak bisa disembuhkan.


Kakek Jang menonton acara Ah Reum bersama ayahnya yang sudah sangat tua dan pikun. Ayah Kakek Jang tentu tak bisa mengingat siapa Ah Reum, tapi ia ingat kalau tadi siang makan sup pangsit, juga ingat dengan kakek Jang. Ia mungkin pikun, tapi ia tak akan lupa anak sendiri. Tapi parahnya, saat ditanya siapa dirinya, ayah Kakek Jang malah kebingungan, “Aku? Siapa aku?” Hahaha.


Ayah Ah Reum seorang supir taksi, dan ibunya bekerja di laundry. Mereka bekerja keras tapi tak cukup untuk menutupi biaya pengobatannya. Mi Ra bercerita saat ia di UGD, ia ditelpon ibunya karena ayahnya dalam kondisi kritis, tapi Mi Ra tak bergegas menemui ayahnya. Ia malah berpikiran ayahnya sudah hidup lama, tak bisakah beliau lebih dulu meninggal daripada Ah Reum? Mi Ra tertawa miris, ia benar-benar anak yang durhaka dan itu menyadarkannya, betapa menakutkannya menjadi orangtua.


Saat ditanya mimpinya, Ah Reum berkata ingin membuat orangtuanya tertawa, tumbuh dengan sehat dan membawa kebahagiaan. Tapi ia tak bisa melakukan semua itu. Jika ayah punya anak yang sehat, mereka bisa pergi kemping bersama atau bermain baseball. Jadi Ah Reum pikir cukup dengan membuat orangtuanya tertawa.


Acara selesai, tapi kata-kata Ah Reum malah membuat orangtuanya sedih. Untuk menutupinya Mi Ra pergi mengangkat telpon kakaknya, dan Dae Soo membukakan pintu untuk Kakek Jang yang kesal karena wawancaranya dipotong. Dae Soo ikut mengeluh, ia ayahnya malah lebih sedikit mucul dibanding dokternya.


Produser acara itu rupanya teman sekelas Mi Ra, Seung Chan. Acara itu mendapat rating besar dan masuk salah satu dari tiga acara terbaik. Mereka mendapatkan bantuan banyak karena acara itu.


Dae Soo buru-buru pergi kerja karena terlambat bangun, tapi Ah Reum sudah menunggunya di depan pagar.. ingin ikut. Tadinya Dae Soo enggan karena ibu Ah Reum pasti akan marah, tapi Ah Reum hanya menunjukkan jam di ponselnya tanpa kata. Sadar sudah semakin terlambat, Dae Soo riang menarik anaknya pergi.


Karena Ah Reum ikut bersamanya, setiap akan mengangkut penumpang Dae Soo menjelaskan kalau anaknya ikut bersamanya, apa tidak apa-apa? Tapi semua mengenali Ah Reum. Ada yang ketakutan dan tak jadi naik, ada yang malah mengajak Ah Reum foto bersama.


Saat tak ada penumpang Ah Reum bertanya apa ayahnya masuk sekolah atlet untuk menjadi atlet taekwondo? Dae Soo menggeleng, yang ia suka dari taekwondo hanyalah seragamnya. Ah Reum bingung, apa bisa melakukan sesuatu padahal membencinya? Tentu saja, jawab Dae Soo, temannya yang ahli matematika bahkan tak pernah menikmati matematika. Dae Soo berpesan, meski Ah Reum tampak lebih tua, ia tak boleh meremehkan ayahnya. Mantan atlet sepertinya sangat sensitif terhadap itu. Ah Reum hanya tertawa mengiyakan.


Saat hari sudah malam mereka pergi menjemput ibu Ah Reum pulang kerja. Mi Ra kaget saat melihat Ah Reum, tapi tetap saja ia tak bisa marah. Mereka duduk di tepi sungai, makan ayam goreng sambil minum bir dan menikmati angin malam. Mi Ra sangat menyukai hari berangin. Ah Reum menjelaskan kalau angin menggerakkan elektron di udara ke atom lain yang membuat perasaan senang. Mi Ra dan Dae Soo langsung memuji anak mereka yang pintar, seperti mereka.


Dae Soo mengklaim kalau Ah Reum sama sepertinya yang suka es serut, tak suka nasi kedelai, jari kaki panjang, lucu dan sangat perhatian. Mi Ra tak mau kalah, matanya bagus dan pintar sepertinya. “Mata kami sama,” potong Dae Soo. Mi Ra jadi kesal dan menyuruh Dae Soo pergi beli bir lagi saja. Dae Soo tak keberatan dan mengajak Ah Reum bersamanya.


Selesai membeli bir, Ah Reum ijin pergi ke toilet. Tapi ia malah diganggu segerombolan anak sekolah yang menganggapnya aneh. Dae Soo melihatnya dan mengajak anaknya pergi tanpa ingin membuat masalah. Tapi kata-kata anak-anak itu soal Ah Reum yang tampak seperti gollum membuatnya berbalik.

 

Dae Soo pasang ancang-ancang untuk menghadapi mereka, sambil meyakinkan Ah Reum untuk  percaya padanya. Dalam bayangan Dae Soo bisa menghadapi mereka satu per satu dengan sekali pukul, tapi kenyataannya malah ia yang diserang anak-anak itu. 1 lawan 6. Giliran Dae Soo berhasil menendang, yang ia tendang malah polisi yang mau melerai mereka. Huahahaa, again?


Mereka pun berakhir di kantor polisi. Mi Ra sudah di sana membela suaminya. Dae Soo emosi karena anak-anak itu yang mengganggu mereka. Saat berhasil keluar, Mi Ra langsung memarahi suaminya, kau sudah berjanji untuk tak berkelahi! Dae Soo beralasan ia emosi karena mereka memanggil Ah Reum gollum. Gantian Mi Ra yang emosi dan refleks berkata, “Sial!” Ia berbalik arah, mau mendatangi anak-anak tadi. Hahaa.


Dae Soo langsung panik dan mengejarnya, berjanji tak akan berkelahi lagi. Tapi Mi Ra tak mau dengar dan menyuruh suaminya jauh-jauh darinya. Akhirnya mereka malah kejar-kejaran karena Mi Ra tak bisa dibujuk.


Ah Reum melihat kedua orang tuanya dari jauh dan tersenyum, ‘Malam ini, aku akhirnya melihat “Putri Sial” dan “Tendangan Putar”.


Mi Ra mengantar Ah Reum pergi kontrol. Dokter melihat hasil scan otak Ah Reum, dan berkata soal kemungkinan stroke karena pembuluh darahnya pecah sedikit. Gejalanya sakit kepala Ah Reum pasti sangat menyakitkan. Mi Ra langsung khawatir, sudah kubilang beritahu jika kau sakit.


“Kapan aku pernah tidak sakit?” tanya Ah Reum retoris. Dokter berkata hal ini tak bisa dibiarkan dan kelepasan bicara kalau Ah Reum bahkan tak bisa bertahan sampai tahun ini. Tak mau membuatnya sedih, dokter meminta Ah Reum keluar dulu. Tadinya Ah Reum ingin tetap mendengarnya, tapi ia lalu menurut dan keluar ruangan.


Dokter menjelaskan pada ibu Ah Reum kalau otaknya memang bermasalah tapi arterinya bisa pecah kapan saja, seperti bom waktu. Saran dokter adalah rawat inap, atau mereka tak bisa membantu.


Saat berjalan pulang, Ah Reum tak nyaman karena orang-orang terus melihatnya dengan pandangan menyelidik. Mi Ra menyangkal, “Mereka mungkin mengagumi kecantikan ibu.” Ah Reum sedang tak mau diajak bercanda dan mulai berjalan cepat. Mi Ra menghentikannya, “Kau sakit. Jangan pedulikan tatapan atau cemoohan orang lain, bersikaplah seperti anak seusiamu. Mengeluh dan menangis seperti anak kecil jika sakit!”

 

“Tapi, aku tak terlihat seperti anak kecil,” ujar Ah Reum yang tertunduk. Mi Ra melepas kacamata hitam anaknya, “Mereka melihatmu karena kau memakai ini seperti selebriti.” Mi Ra menyuruh anaknya melihatnya, ia menjadi ibu di usia 17 tahun. Ah Reum sudah hapal kata-kata ibunya dan mulai tersenyum.


Mi Ra bercerita soal paman Ah Reum yang menangis seperti anak kecil setelah disunat ketika dia sebaya Ah Reum. Tapi Ah Reum melewati pengobatan yang lebih parah, tak semua orang bisa melakukan itu. Ah Reum sudah melakukan sesuatu yang luar biasa, jadi Ah Reum harus berjalan dengan bangga. Ah Reum tersenyum dan mengangguk.


Di rumah, Ah Reum melanjutkan tulisan tentang orangtuanya. ‘Ibu menulis kelebihan dan kekurangan ayah. Menurut ibu kelebihan ayah adalah tinggi dan baik. Kelemahan ayah adalah terlalu tinggi dan terlalu baik. Tapi, kakek berpikiran sebaliknya, kelebihannya cuma satu yaitu menghamili putriku. Lalu nenek berkata, setidaknya dia memiliki keahlian.


Ah Reum berhenti menulis, tiba-tiba kepalanya sangat sakit. Tanpa memanggil ibunya Ah Reum meminum sendiri obatnya dan beristirahat sebentar. Saat kembali ke komputernya, ada satu email baru masuk. Dari seorang gadis.


Hai. Namaku Lee Suh Ha, 16 tahun. Sebaya denganmu. Aku dapat emailmu dari stasiun TV. mereka mau memberitahu mungkin karena aku juga sakit. Saat melihat tayanganmu di TV, kupikir kita bisa berteman. Semenit dalam hidupku juga terasa seperti selamanya. Semoga kau lekas sembuh.


Ah Reum bingung dan tak langsung membalasnya. Tapi email itu terus menghantuinya apapun yang ia lakukan.


Malam hari, saat Ah Reum mengambil minum di kulkas, tak sengaja ia mendengar pembicaraan orangtuanya. Mi Ra menyalahkan dirinya, Dae Soo menenangkan, itu bukan penyakit keturunan. Sudah berkali-kali ia bilang kalau itu hanya pembelahan acak sel, berlari saat hamil tidak menyebabkan hal itu. Mi Ra tetap merasa bersalah, ia berlari 10 – 20 putaran sepanjang malam sampai jantungnya terasa mau meledak. Mi Ra berdoa  agar janin di perutnya tak dilahirkan. “Dae Soo, apa anak kita bisa pulang ke rumah ini lagi?” tanya Mi Ra sedih. Dae Soo hanya bisa memeluk istrinya agar lebih tenang.

 


Ah Reum mendengar semuanya dari luar, dan itu membuatnya sedih. Kata-kata ibunya terus terngiang di telinga Ah Reum, sampai tangannya tergerak hendak menghapus file ‘cosmos’. Tulisan yang ia buat tentang ayah ibunya.  


Bersambung ke Part 2

Note:
Taukah kalian apa yang bikin aku tertarik nonton film ini? Tak lain dan tak bukan karena Song Hye Gyo dan Kang Dong Won yang gantengnya kayak perpaduan Joo Won sama Yoochun, hahaa.. :p

No comments:

Post a Comment