Tuesday, November 29, 2016

[Jepang 2016] Haneda Airport, Tokyo - Osaka by Shinkansen

Selasa, 11 Oktober 2016.


Pukul 6.25, pesawat ANA NH856 yang kita tumpangi mendarat mulus di Haneda International Airport, 45 menit lebih cepat dari jadwal. Tanpa belok ke toilet dulu, kita langsung menuju loket imigrasi. Antrian pagi itu lumayan panjang tapi loket yang buka lumayan banyak, dengan seorang bapak-bapak yang membantu mengarahkan loket yang bisa dituju. 


Sekitar setengah jam mengantri, tiba waktunya giliran kita, dan tanpa pertanyaan satu pun, stiker landing permission untuk 15 hari tertempel manis di paspor.

ALHAMDULILLAAAAH..

Lega bangeeet.. Yeaaay, udah sah masuk Jepang inii!

Dengan perasaan lega dan riang gembira, begitu keluar imigrasi kita langsung nunggu bagasi yang ternyata lumayan lama. Selesai urusan bagasi, waktunya membuktikan kecanggihan toilet Jepang. Hahaa, habisnya banyak yang bilang toilet Haneda canggih banget, kan jadi penasaran. Tapi ternyata omongan orang-orang itu benar adanya, toilet Jepang emang canggih! Baru buka pintu toilet kita disambut suara gemericik air yang menenangkan. Jepang ini menghargai privasi banget ya, nggak ada deh kedengeran suara-suara aneh, amaaan haha.


Klosetnya sendiri penuh tombol-tombol di dinding. Tinggal pencet sesuai kebutuhan. Ada yang untuk bersihkan area belakang, ada yang untuk area depan, ada yang untuk ngeringin. Dan tekanan air bisa diatur sesuai keinginan. Malah ada juga yang pake penghangat buat dudukannya (gimana nggak betah?). Begitu selesai urusan, tinggal pencet flush aja deh. Buat mostly Indonesian yang nggak biasa sama toilet kering, Jepang ini memudahkan banget, bikin nggak males ke toilet. Tisu toiletnya bahkan yang larut air, tinggal cemplungin kloset terus flush.. ilang deh. Kereeen, bisa buat minimalisasi sampah banget.

Selesai norak sama toilet canggih, waktunya touch up sedikit. Maklum, kami mendarat pagi dan nggak ada waktu buat mandi dulu. Cuci muka, sikat gigi, pake deodoran sama parfum lagi cukup lah buat keliatan segeran. Tinggal bedakan sedikit udah cuss.. we’re ready to go!

Begitu keluar toilet, area pengambilan bagasi udah sepiii.. berarti kita lama banget ya di toiletnya, hahaa. Kita keluar dari area kedatangan, dan mulai melakukan satu persatu to do list sebelum meninggalkan Haneda Airport.


Pertama, tukar JR Pass di JR East Travel Service Center di 2nd floor arrival lobby, masih di lantai yang sama dengan area kedatangan. Tempatnya mudah ditemukan, lokasinya persis di sebelah entrance/exit Tokyo Monorail. Daan, antrian pagi itu lumayan panjang. Sambil mengantri, sama mbak-mbak Jepang bermuka menyenangkan dan bisa bahasa Inggris, kita disuruh isi form terlebih dahulu sambil memperlihatkan voucher JR Pass. Yaap, JR Pass yang kita bawa dari Indonesia memang bentuknya voucher yang baru bisa ditukarkan begitu sampai Jepang. Dan bisa dilihat dari muka-muka pengantri yang kebanyakan bule tanpa satupun Japanese, JR Pass memang cuma bisa dibeli di luar Jepang. For us, JR Pass is kartu sakti yang bermanfaat sekalii.

Sekitar setengah jam antri, aku disambut ibu-ibu Jepang yang ramah sekali dan bisa bahasa Indonesia sedikit-sedikit (whoaa, kawaaai!). Sambil mengurus aktivasi JR Pass kita, yang aku minta mulai hari itu juga sampai 7 hari ke depan, si ibu semangat cerita soal next trip-nya ke Indonesia. Aku takjub dong, soalnya dari omongan orang-orang, Japanese yang bisa bahasa Inggris itu nggak banyak. Lha ini aku malah ketemu Japanese yang bisa bahasa Indonesia. Kereeeenn!

Sekalian cetak JR Pass, aku juga minta reservasi tiket shinkansen ke Osaka. Karena waktu itu masih jam 8.30, si ibu menyarankan buat ambil shinkansen jam 9.40 atau 10.10, tapi mengingat kita masih punya banyak to do list, aku tetep ikut itinerary awal buat ambil shinkansen jam 10.40. Daripada ketinggalan kan mending nunggu, betul tidak? Hahaa.


So, begitu 3 kartu JR Pass, dan 3 tiket shinkansen Tokyo – Osaka di tangan, si ibu menjelaskan cara pakainya. Yang kerennya, ada petunjuk tertulis dalam bahasa Indonesia. Hahaha, saking banyaknya turis Indonesia yang ke Jepang kali ya?

First thing to do in Haneda Airport was done.


Second, pergi ke Tourist Information Center yang masih di lantai yang sama buat beli Tokyo Subway Pass. Rencana awal sih mau beli pass buat 3 hari, tapi aku berubah pikiran dan beli yang 2 hari karena pertimbangannya hari pertama full di Tokyo masih dicover JR Pass. Jadi kita beli Tokyo Subway Pass 48 hours seharga 1200 yen. Dan karena di sana juga jual Pasmo, kita sekalian beli (lebih praktis daripada beli di vending machine). Harga Pasmo 3000 yen dengan 2500 yen saldo, dan 500 yen untuk deposit (bisa diuangkan kalau kartu dikembalikan).


Benefit Tokyo Subway Pass adalah bisa dipakai di dua perusahaan transportasi swasta Tokyo, Tokyo Metro dan Toei Subway. Semuanya akses kereta bawah tanah a.k.a subway yang minim hambatan. Dengan Tokyo Subway Pass, kita nggak perlu pusing pilih jalur subway karena semuanya dicover. Tokyo Subway Pass cuma bisa dibeli di Haneda atau Narita, jadi meskipun explore Tokyo masih jadi rute terakhir, kita beli dulu meski dipakainya masih nanti.

Beres dengan urusan di lantai 2, kita turun ke lantai 1.


Third, ke Lawson beli tiket Fujiko F. Fujio Museum. Sedihnya, si Loppi mesin penjual tiket cuma bisa bahasa Jepang. Untunglah ada mbak-mbak Lawson yang bersedia membantu. Tapi ada satu kebodohan di sini, aku memplot Fujiko F. Fujio Museum di hari Selasa, dan ternyata oh ternyata Selasa museum tutup *haha, riset Dif, riset!*. Setelah berpikir secepat mungkin, kita pindah ke hari Rabu, dan tetap ambil jam 12. Meskipun mbaknya agak bingung-bingung begitu harus masukin nama dan nomer telpon (aku masukin nomer telpon hostel di Tokyo), akhirnya tiket Museum Doraemon aman dieksekusi. Tinggal bayar ke kasir, dan tinggal diprint sama mereka. So, third job was done!

Oh yaa, sebelum sampe Lawson tadi kita sempat dicegat polisi Jepang. Dua orang, dan aku lupaa namanya. Ternyata oh ternyata kita kena random sampling yang sering disebut-sebut di blog orang. Nggak perlu khawatir sih, tinggal tunjukin paspor, mereka catet-catet, udah deh malah terus ngobrol-ngobrol. Mereka tanya-tanya kita di Jepang ngapain aja, dan nggak ada serem-seremnya. Mereka baik banget malah. Haha, template orang Jepang kayaknya begitu ya? Nyenengin!

Aman dengan polisi Jepang dan urusan di lantai 1, kita pindah ke lantai 3 Haneda Airport.

 
 

Our last thing to do is beli tiket MotoGP di Seven Eleven. Dan ya, sama seperti mesin Loppi di Lawson tadi, mesin beli tiket di Sevel nggak ada bedanya, tulisannya keriting semua maaak! Nggak ada bahasa Inggrisnya, huhuu. Untungnya website Twin Ring Motegi nulis jelas step by step pembelian tiketnya. Kita tinggal nyocokin petunjuknya dengan tulisan di mesin, dan tiket general admission  MotoGP Motegi seharga 9600 yen, dan tiket pitlane walk di hari Sabtu seharga 2100 yen aman tereksekusi *officially bangkrut di hari pertama*.

Beres dengan tiket MotoGP artinya urusan di Haneda udah kelar semua. Kita balik ke lantai 2 menuju entrance Tokyo Monorail. JR Pass si kartu sakti mulai berguna di sini, tinggal tunjukkan ke petugas di gerbang, dikasih cap tanda pertama dipakai, terus tinggal naik kereta deh. Jalur hari ini Haneda Airport to Hammamatsucho by Tokyo Monorail. Lanjut Hammamatsucho – Shinagawa by JR Yamanote line. Dan Shinagawa – Shin Osaka by Shinkansen Hikari.


Sebelum berangkat, aku takut banget sama ruwetnya transportasi Jepang. Takut nggak bisa nemuin jalur yang bener, takut salah kereta. Ketakutan-ketakutan semacam itu. Tapi begitu dijalani ternyata bisa-bisa ajaa. Kita sampai Hammamatsucho dengan lancar. Dari stasiun Tokyo Monorail Hammamatsucho pindah ke stasiun JR jalan kaki keluar juga nggak bingung. Naik kereta JR sampai akhirnya sampai di Shinagawa juga lancar-lancar aja. Jam 10.35, 5 menit sebelum shinkansen kita datang, kita sudah berdiri manis di depan pintu masuk gerbong kita. Padahal kita dapet car 15 yang jalannya jauuuuh banget *shinkansen panjang banget ya bok?*


Kuncinya satu, tenang. Perhatikan betul-betul petunjuk yang ada. Petunjuknya jelas banget kok, yang penting kita tau mau naik apa, kemana. Kalau butuh bantuan, Hyperdia selalu ada. Gunanya buat apa? Buat tau jam dan departure track kereta yang mau kita naiki. Di stasiun besar, departure track pasti banyak banget. Tau dari awal departure track yang harus dituju bisa meminimalisasi resiko kebingungan dan nyasar. Berhubung Shinagawa bukan stasiun besar, Hyperdia nggak mencantumkan departure tracknya, yang berarti kita tinggal cari track khusus shinkansen.

 
 

Beberapa menit sebelum 10.40, shinkansen Hikari 509 pun datang. Karena sudah pesan kursi, kita tinggal duduk di nomor yang tertera di tiket. Kesan pertama naik shinkansen, leg roomnya luaaas. Koper gedeku masih bisa stay di depanku tanpa harus mengorbankan kenyamanan kaki. Ada meja kecil yang bisa ditarik kayak di pesawat. Kursinya juga nyamaan, bisa dimaju mundurin. Dengan laju kereta yang cepat dan jalannya mulus lus, bener-bener berasa kayak naik pesawat. Oh i love my first shinkansen ride!


Perjalanan menuju Shin Osaka nggak sampai 3 jam, tapi lumayan buat merem bentar mengingat di pesawat tadi sama sekali nggak bisa tidur. Meskipun dilema juga, soalnya liat pemandangan luar juga kayaknya nyenengin (Jepang gitu loh).

Tepat jam 13.26, shinkansen yang kita naiki tiba di Shin Osaka. Yap, Shin Osaka, bukan Osaka Station, karena stasiun untuk shinkansen di Osaka dibedakan (nggak kayak di Kyoto). Dan penderitaan dengan koper besar pun dimulai di sini. Untuk turun dari arrival track shinkansen ke ticket gate itu cuma bisa lewat tangga. Nggak ada elevator atau escalator. Dengan tenaga minim karena belum makan siang, kita kepayahan turun dengan koper yang bahkan belum ada tambahan bawaan aja udah beraat. Hoaaaah, penderitaan pertama hari ini!


Destinasi pertama di Osaka adalah hostel. Kita udah booking J-Hoppers Osaka, hostel most wanted yang lokasinya dekat Fukushima Station. Dari Shin Osaka menuju Fukushima harus lewat Osaka Station. Semua naik JR line yang tercover JR Pass. Dari Fukushima ke J-Hoppers ini deket dan mudah banget. Keluar Fukushima Station tinggal belok kiri, jalan dikit nyebrang rel kereta, terus belok kiri lagi (persis sebelum Mister Donut). Susuri jalan, di dua percabangan ambil yang sebelah kanan dan tinggal jalan lurus sampai nemu J-Hoppers di kiri jalan. Dekeet dan gampang ditemukan banget.

Kita sampai baru jam 2 lebih, tapi langsung diterima check in dan dikasih kunci begitu beres pelunasan kamarnya. Padahal jam check in-nya baru jam 3 nanti. Alhamdulillaah bisa istirahat dan mandi dulu sebelum jalan-jalan. Tapi sebelum bisa istirahat, penderitaan kedua hari ini pun datang. Hostelnya nggak ada lift!

Hiyaaaak, kita harus gotong-gotong koper di tangga sempit ke lantai 2! Alhamdulillah dapet kamarnya di lantai 2, bukan 3 atau 4 atau berapalah itu. Dan alhamdulillah-nya lagi, Wiwin yang sampe atas duluan mau bantuin, hihii tengkyuu Wiin!



Begitu sampe kamar yang penghuninya lagi di luar semua *yaiyalah masih terang begini*, kita duduk-duduk sebentar sambil bongkar koper dan antri mandi. Nggak pake acara merem dulu daripada kebablasan karena destinasi selanjutnya menantii *muka zombie kurang tidur*.   

1 comment: