Monday, April 6, 2015

Sinopsis K-Movie: My Brilliant Life Part 3


Mi Ra heran karena dokter mengganti obat Ah Reum lagi. Alasannya Ah Reum perlu obat dengan dosis lebih tinggi. Ah Reum yang hanya berbaring tau-tau bertanya jadi kapan ia mati? Ia merasa berhak tau soal itu. Dokter menenangkan, Ah Reum akan semakin baik.

 
 

“Kau tau betapa beratnya menunggu mati tanpa harapan?” tanya Ah Reum putus asa. Dokter terdiam, lalu akhirnya memberitahu kalau paling cepat 1 bulan, paling lama 2 bulan.


Di waktunya yang tinggal sedikit, Ah Reum membuat dirinya bersenang-senang. Ia tertawa-tawa dengan Kakek Jang yang mengunjunginya. Kakek Jang mengajaknya ke pemandian air panas saat musim semi nanti. Ah Reum mengiyakan, bahkan saling berjanji dengan menautkan tangan mereka. Kakek Jang pamit pulang, sudah waktunya ia memberi makan ayahnya.


Saat mengantar Kakek Jang keluar, Ah Reum berkata ia punya permintaan. Ia minta dibawakan soju. Ah Reum ingin mencobanya sebelum terlambat. Kakek Jang kesal dengan kata-kata Ah Reum, “Sebelum terlambat? Masa depanmu masih panjang!” Kakek Jang lalu pergi meski Ah Reum berusaha membujuknya.


Seung Chan mengajak bicara Mi Ra tentang seorang sutradara film yang ingin membuat kisah cinta antara seorang bocah penderita Progeria dengan seorang gadis yang menderita penyakit mematikan. Mi Ra berusaha menahan marahnya dan bertanya apa Seung Chan sudah melaporkannya ke polisi? Seung Chan merasa itu percuma, dia tak akan dihukum meski mereka melaporkannya karena ini bukan termasuk penipuan. Mi Ra tak mengerti, apalagi Seung Chan malah minta Mi Ra menganggap ini sebagai nasib buruk.


Ah Reum mendengar semua perkataan mereka. Termasuk saat Seung Chan ingin mengatakan saja kalau gadis itu pergi ke USA untuk pengobatan. Saking terkejutnya, Ah Reum sampai terduduk lemas di lorong rumah sakit.


Untuk melampiaskan kemarahannya, Ah Reum memainkan game konsolnya tanpa henti. Meski ibunya membujuknya makan siang. Mi Ra berusaha mengambil game konsolnya, tapi Ah Reum marah dan membuat makan siangnya jatuh ke lantai. Ah Reum juga tak mau mendengar kata-kata ayahnya.


Ah Reum merasa tak ada gunanya ia makan, toh ia akan mati. Selama ini ia tak pernah melawan ayah ibunya, ia hanya ingin melakukan hal yang disukainya sebelum meninggal. Ah Reum mulai menangis, hidupnya tak lama lagi. Dan sekarang ia hanya ingin bermain ini. Kata-kata Ah Reum yang putus asa membuat ayah ibunya sedih.


Mi Ra tau dan mendatangi suaminya yang menangis sendirian di tangga darurat. Mi Ra hanya bisa memeluk Dae Soo tanpa kata dan perlahan ikut menangis.


Alarm untuk berangkat kerja membangunkan Dae Soo yang tertidur di dekat Ah Reum. Saat pamit, Ah Reum minta ayahnya mengajaknya, ia ingin melihat bintang dari Taman Langit. Tentu Dae Soo tak tega dan mengabulkan permintaan anaknya.

Ah Reum menulis email terakhirnya untuk Suh Ha, mengucapkan selamat tinggal.


Ah Reum berlari begitu sampai taman sampai ayahnya yang mengejar merasa ada yang aneh dengan Ah Reum hari ini. Apalagi tau-tau Ah Reum menangis. Ia berdalih dirinya sangat bahagia. Ah Reum yang menangis berkata dirinya sangat bahagia akan semuanya. Dae Soo yang kebingungan hanya bisa memeluk anaknya yang menangis tersedu-sedu.


Dae Soo dan Ah Reum berbaring menatap langit, menunggu bintang jatuh. Dae Soo takjub waktu berhasil melihat bintang jatuh lagi, bintang sekarat yang akhirnya bersinar. Ah Reum tanya apa ayahnya membuat permintaan? Dae Soo menggeleng, ia lupa. “Jika ada bintang jatuh lagi, jangan lupa buat permintaan,” sahut Ah Reum. Dae Soo mengiyakan dan balik bertanya apa Ah Reum sudah membuat permintaan?


Ah Reum sudah melakukannya, tapi tak mau mengatakannya. Ia merasa sangat senang bisa melihat bintang bersama ayahnya, dan ia sangat senang karena ayah adalah ayahnya. Dae Soo tersenyum menatap putranya, “Aku juga. Aku sangat senang kau adalah putraku. Anak baik sepertimu harusnya tidak sakit.”


Bintang jatuh tampak lagi, dan Dae Soo langsung membuat permintaan. Sayang, Ah Reum tak bisa melihatnya. Pandangannya menggelap seketika. Ah Reum bangun, “Ayah.. aku tak bisa melihat.”

Bintang terang di langit malam, bintang jatuh, dan wajah ayahku adalah yang terakhir kulihat.


Dae Soo panik dan langsung menggendong Ah Reum kembali ke RS. Dalam gendongan ayahnya Ah Reum bergumam minta maaf, harusnya ia yang menggendong ayahnya di usianya.


Ah Reum masuk ke ruangan gawat darurat. Dokter memberinya obat penenang, makanya Ah Reum belum bangun juga daritadi. Dae Soo bertanya pada dokter bagaimana bisa Ah Reum tiba-tiba tak bisa melihat? Dokter hanya bisa berkata kalau penyakit geriatrik datang tanpa peringatan. Arteri retinanya tertutup. Tingkat stress yang tinggi bisa mempengaruhi tekanan intraokular. Dokter bertanya apa Ah Reum mengalami trauma atau stress baru-baru ini? Mi Ra tak bisa menjawab.


Dae Soo akhirnya tau dan memarahi Seung Chan. Dengan alamat dari Seung Chan, Dae Soo langsung mendatangi rumah sutradara itu. Pemiliknya tak ada, tapi pintunya tak terkunci, dan Dae Soo langsung bisa melihat banyak sekali artikel tentang progeria dan Ah Reum di sana. Bahkan skenario berjudul ‘Jejak Waktu’.


Saat sutradara itu pulang, tanpa babibu Dae Soo langsung memukulnya. Si sutradara dengan kakinya yang cacat itu meminta maaf, dan memohon sunggu-sungguh agar dimaafkan. Dae Soo hanya bisa melampiaskan kemarahan dengan memukuli tembok.


Setelah lebih tenang mereka malah minum bersama. Sutradara itu meminta maaf lagi, ia tak akan melakukannya jika kakinya tak cacat. Dae Soo malah menceritakan tentang anaknya yang sangat cerdas. Melihatnya membaca buku membuatnya merasa bertambah pintar. Dengan bangga DaeSoo juga berkata kalau Ah Reum pintar menulis. Ia mengeluarkan secarik kertas dari dompetnya, puisi berjudul ‘Ayah’, yang dibuat Ah Reum untuknya.

“Ayah”

Ayahku bertanya padaku, ‘Kau ingin jadi apa jika dilahirkan kembali?’
Kujawab dengan lantang, ‘Ayah, aku ingin menjadi seperti Ayah’
Ayahku bertanya padaku, ‘Masih banyak yang lebih bagus, kenapa kau ingin menjadi seperti aku?’
Kujawab dengan pelan...


Puisi itu membuat Dae Soo menyusuri jalan yang tak pernah dilewatinya selama belasan tahun. Ia kembali melangkahkan kakinya.. menuju ayahnya. Belum Dae Soo mencapai pintu, Ayahnya seolah merasakan kehadirannya dan langsung membuka jendelanya. Ayah yang tua dan renta terkejut melihat anaknya di hadapannya.


Dae Soo masuk dan memberi hormat pada Ayahnya. “Kau bertambah tua, Ayah,” ujar Dae Soo pelan. Ayah hanya berkata kalau Dae Soo sudah dewasa. Saat Dae Soo bertanya apa Ayahnya sehat, Ayah hanya mengangguk dan malah mengeluarkan rokoknya. Dae Soo melihat sekeliling rumahnya, ada berita tentang Ah Reum di sana, dan kertas lecek bertuliskan nomor rekening bantuan mereka. Sadarlah Dae Soo siapa yang dengan baik hatinya menyumbang 10 juta won untuk mereka.


Ayah yang merasa tak perlu menjelaskannya berkata kalau yang ia dengar pasien Progeria hanya hidup sampai 10 tahun, tapi karena dia sehat sepertimu dan bertahan hidup selama ini.. Dae Soo menangis dan meminta maaf. Ayah hanya menawarkan rokoknya. Dae Soo menerimanya sambil terus menangis.


“Aku memilikimu saat aku seusiamu, 33 tahun. Itu usia yang pas. Banyak yang bisa dilakukan dalam hidup. Melihat siaran itu, aku lebih mencemaskan putraku. Dae Soo-ya, kau banyak menderita.”


Kata-kata ayahnya membuat Dae Soo makin tak bisa menghentikan tangisnya. Saat lebih tenang, ia berpamitan dan berjanji akan segera kembali dengan Mi Ra meski agak sulit untuk membawa Ah Reum. Ayah mengangguk dan menyodorkan plastik hitam berisi topi rajut. Ia tau cucunya menyukai topi. Dae Soo hampir menangis lagi, tapi ia lalu pamit pergi. Ayah tetap di luar sampai mobil Dae Soo menghilang dari pandangan. Huaaaaaaa, sumpah ini bikin nangis! Dae Soo pasti merasa bersalah banget banget banget sudah mengabaikan ayahnya yang cuma hidup sendirian selama belasan tahun.


Dae Soo menghampiri Mi Ra yang tertidur di ranjang Ah Reum yang kosong. Mi Ra terbangun, dan menemani Dae Soo makan. Sebenarnya Dae Soo enggan, tapi demi Mi Ra ia menyendok supnya. Mi Ra yang tak ikut makan malah memesan soju. Dae Soo langsung mengingatkan kalau Mi Ra tak boleh minum alkohol. Mi Ra tau, ia cuma akan minum segelas.

 
 

Mi Ra meminum sojunya seujung gelas, lalu meminta Dae Soo berhenti kerja, tinggallah di sisi Ah Reum lebih lama. Dia tak punya banyak waktu lagi. Dae Soo tak suka Mi Ra bicara seperti itu. Sambil menahan tangis Mi Ra berkata kalau seorang ibu bisa tau. Dae Soo menenangkan istrinya, tapi Mi Ra semakin terisak dan tangisnya pun pecah.


Mi Ra membacakan cerita untuk Ah Reum, tentang galaksi Bima Sakti. Ah Reum menambahkan kalau Bima Sakti dikenal sebagai penghubung surga dan dunia di malam hari, dan di ujungnya terletak tempat untuk orang mati. Ah Reum berharap bisa bertemu lagi dengan ibu dan ayahnya di sana. Tapi menurutnya itu tak mungkin terjadi.


Mi Ra menyangkal, ia yakin mereka akan bertemu lagi karena mereka dipertemukan oleh takdir. Menurut Ah Reum, apa yang tak terlihat bukan berarti akan hilang. Bintang tak terlihat di siang hari, tapi bintang itu tak hilang. Air mata Mi Ra sudah mengalir, tapi ia menyahut kalau pernah mendengar hal itu tanpa ingat siapa yang mengatakannya.


Mi Ra hampir saja ketahuan sedang menangis, untuk Kakek Jang datang menjenguk Ah Reum. Kakek Jang heran melihat pandangan mata Ah Reum, dan sadar kalau temannya sudah tak lagi bisa melihat. Mereka berjalan-jalan, dengan Kakek Jang yang mendorong kursi roda Ah Reum. Ah Reum merasa tak enak, ia yang harusnya mendorong Kakek Jang yang lebih tua. Kakek Jang tak masalah, ini sekalian olahraga untuknya.


Di luar, Kakek Jang khawatir Ah Reum kedinginan jadi ia memegangi tangannya. Ah Reum merasa heran, apa ada sesuatu yang terjadi? Menurutnya Kakek Jang terlalu baik hari ini. Kakek Jang tersenyum, ia memang baik, meski hanya pada wanita dan anak kecil. Ah Reum tersenyum. Kakek Jang mengeluarkan sesuatu dari tasnya dan minta Ah Reum menyentuhnya... botol soju. Kakek Jang mengabulkan permintaan Ah Reum. Ia menuangkannya di gelas, dan menyuruh Ah Reum meminumnya.


Ah Reum meminumnya perlahan. Dan responnya.. keras. Tapi ia senang, tak ada lagi penyesalan sekarang. Ah Reum ingat kata-kata ayahnya kalau minum alkohol cocok dengan mendengar lagu sedih, jadi ia minta Kakek Jang menyanyikan sebuah lagu untuknya. Kakek Jang yang baik hati tentu tak bisa menolak, dan menyanyikan lagu untuk Ah Reum.


Saat itulah salju pertama turun. Kakek Jang khawatir Ah Reum kedinginan dan mengajaknya masuk. Sambil mendorong kursi roda Ah Reum, Kakek Jang berkata kalau besok ia akan mencari panti jompo bersama ayahnya. Ia juga semakin pelupa dan tak bisa menjamin masa depan. “Jaga dirimu, temanku. Kelak kita akan bertemu lagi,” ujar Kakek Jang. Ah Reum hanya bisa merespon dengan memegang tangan Kakek Jang.



Bersambung ke Part 4 (Final)

Note:
Atuhlah berapa kali aku nangis pas nonton dan nulis ini.. :'((((

4 comments:

  1. filmnya keren bgt, bkin sedih,
    mksi sinopsisnya kak, ditunggu lanjutannya ^_^

    ReplyDelete
  2. Huaaaaaa udh berapa.kali aku nangis sambil baca sinop ini....hikzzz hikzzz

    ReplyDelete