Monday, November 14, 2016

[Jepang 2016] Persiapan


Buatku, separuh dari keberhasilan trip adalah adanya temen jalan. Yah, namanya juga traveler cupu, belom berani pergi sendirian. Makanya begitu temen bilang pengen nonton MotoGP Motegi, di Jepang, tanpa pikir panjang aku langsung bilang, HAYUK!

Jepang udah lama masuk jadi bucket list, meskipun dulu pengennya pergi liat sakura, tapi ternyata kesempatan perginya pas autumn (MotoGP Motegi diadainnya di bulan Oktober). Ya nggak apa-apa banget, karena makin lama aku justru makin cinta sama warna warni autumn. Dan yang penting, aku pergi pas cuaca sejuk bin adeem *makhluk tropis gegayaan*.

Niat pergi udah dari November tahun lalu, jadi aku punya waktu hampir setahun buat mempersiapkan trip perdana ke Jepang, yang semuanya diurus sendiri. Dan beginilah kira-kira yang harus disiapkan sebelum bisa teriak, “JAPAAN, I’M COMIING!”

Tiket pesawat
Banyak banget pilihan maskapai menuju Jepang. Tinggal pilih, mau budget airlines atau full service, mau transit atau direct. Dan bukan bermaksud gaya-gayaan, tapi aku mencoret AirAsia dari pilihan karena nggak sanggup membayangkan lebih dari 7 jam mati gaya di pesawat. Terbang 3 jam ke KL aja rasanya udah luamaa banget. Alasan kedua, aku sering nggak hoki dapet promo AirAsia, haha. Terus, duitnya tumpeh-tumpeh gitu sampe mau beli tiket maskapai full service? Ya nggaklah! Kan ada yang namanya promo, apalagi pas travel fair, harga bisa sampe setengahnya. Dan itulah yang kita lakukan.


Travel fair pertama datang di bulan Februari, Japan Travel Fair di AEON Mall. Thanks to Wiwin yang dapat tugas berburu, kita berhasil bungkus 3 tiket ANA Jakarta – Haneda pp untuk tanggal 10 – 20 Oktober 2016 seharga 5 juta saja (harga normal bisa sampe 12 juta cyiin). Full service, 5 stars airlines, world 10 best airlines, dan direct flight pula! Nggak lama setelah beli ada travel fair SQ *maskapai impian banget* yang harganya beda tipis sama tiket yang udah kebeli. Tapi kan nggak mungkin dong beli tiket lagi? Haha, tapi terbang sama ANA ternyata enak banget kok. Berasa banget Jepangnya *yaiyalah*. Nggak  nyesel pokoknya, salah satu best buy tahun ini! Jadi, yang pengen terbang nyaman dengan harga aman di kantong, bersabarlah menunggu travel fair. Buat keberangkatan autumn, Februari – Maret biasanya bertebaran travel fair. Tinggal pilih yang cocok di tanggal yang dimau dan cocok di kantong pastinya.

Itinerary


Begitu tiket pesawat sudah di tangan, aku yang terlalu bersemangat langsung mulai bikin itinerary, padahal perginya masih 8 bulan lagi. Start dari Tokyo, dan pulang juga dari Tokyo, maklum tiket promo jadi nggak bisa ambil multi city. Setelah diutak-atik, akhirnya terpilih rute Tokyo – Osaka – Kyoto – Tokyo. Rute Japan for beginner bener deh, belom berani melipir ke kota-kota sekitar, nggak ada waktunya juga sih, haha.

Tanggal berangkat yang tadinya berasa lebih cepet dari itinerary awal sebelum dapet tiket, ternyata pas banget karena kita punya alokasi 2 hari full di Kyoto (baru cari-cari informasi tentang Kyoto aja udah jatuh cinta, cyiin). Karena 2 hari udah kepake buat nongkrong di Motegi, jadi 1 hari buat Osaka, 2 hari Kyoto, dan 3 hari sisanya Tokyo. Pas banget! Proses penyusunan itinerary terbantu banget sama blog Pichunotes-nya mbak Vika yang sangat amat detail *tinggal contek dan sesuaikan, haha*, juga Jejak Vicky-nya mbak Vicky, and million thanks to hyperdia.com buat milih jalur mana yang paling oke dan perkiraan waktu perjalanan. Itinerary selengkapnya akan ada di postingan terpisah okay.

Transportasi
Jepang itu negara mahal, dan salah satu komponen terbesar penyedot budget adalah transportasi. Tiket kereta termurah untuk jarak dekat sekitar 140 yen atau Rp 16.800,- (dengan kurs yen 120). Belum shinkansen Tokyo –Osaka misalnya, yang bisa sampai 14.000 yen atau sekitar 1,6 juta sekali jalan. Nggak heran sih, karena transportasi yang canggih dan interval tunggu juga relatif pendek bikin jarak yang sebenernya jauh tetep aja cepet sampainya.

Meskipun mahal, untungnya Jepang berbaik hati menyediakan berbagai macam pass buat turis asing yang ingin menghemat pundi-pundi yen-nya. Kalau dimanfaatkan bener-bener, kita bisa menang banyak dari situ lho. Banyak macam pass yang tinggal disesuaikan dengan kebutuhan. Selama 10 hari trip di Jepang, ini dia pass yang kubeli:

·         JR Pass


Awalnya sih sama sekali nggak kepikiran buat beli JR Pass karena rencananya perpindahan kota Tokyo – Osaka dan sebaliknya akan dicover pesawat dan bis Willer ekspress. Tapi, tiket pesawat Haneda – KIX rata-rata harganya di atas sejuta karena Haneda bukan tempat mangkalnya maskapai budget macam Jetstar atau Peach. Maskapai budget terbangnya dari Narita, dan kalau mau bela-belain terbang dari sana, nambah lagi ongkos transport antar bandara yang bisa sampe 3000 yen. Penghematan yang sama aja boong karena jatuhnya sama aja costnya dengan dari Haneda. Belum lagi, jadwal balik Kyoto – Tokyo harinya nggak pas, karena di Jum’at malam dan bis di hari itu harganya lebih dari 7000 yen. Agak nggak rela gitu, Willer ekspress hari biasa kan bisa dapet 3000 – 5000 yen. Jadi, 3 bulan sebelum pergi akhirnya kita banting stir ke JR Pass.

Agak berat sebenernya, harganya lho mahal banget! JR Pass ordinary 7 hari dibanderol 29.110 yen atau sekitar 3,7 juta (pas beli kurs yen 128). Tapi setelah dihitung-hitung, kita untung gede karena total cost transportasi sampai 54.000 yen. Hampir 2x lipat harga JR Pass. Sampai segitu banyak karena dipuas-puasin naik shinkansen, bolak balik Motegi pun naik shinkansen. Yaiyalah belinya mahal, harus dimanfaatin semaksimal mungkin dong, haha.

Ingat, beli JR Pass atau nggak, kebutuhan masing-masing berbeda tergantung itinerary. Kalau perpindahan kotanya santai dan nggak banyak,  JR Pass belum perlu. Cuma karena aku nambah agenda MotoGP yang jaraknya lumayan jauh dari Tokyo dan dilalui shinkansen, itu yang jadi pertimbangan akhirnya beli JR Pass. Bus pp dari Utsunomiya ke Motegi pun dicover JR Pass, jadi pemanfaatannya bisa maksimal. Yang penting dihitung dulu estimasi cost transportasi, kalau di bawah harga JR Pass coret aja. Kalau kira-kira balik modal , baru pertimbangkan beli. Kalau aku sih seneng banget pake JR Pass, berasa keren gitu. Tinggal nunjukkin pass, bisa lenggang kangkung keluar masuk stasiun dan bolak balik naik shinkansen yang super enak itu. Haha.

JR Pass dibeli di Jalan Tour dengan harga menyesuaikan kurs yen saat itu. Syaratnya, visa Jepang kita sudah terbit. Oh ya, mereka jualnya dalam rupiah, jadi nggak usah repot-repot nuker yen sebelum beli.

·         Kyoto City Bus Pass


Transportasi utama Kyoto yang menjangkau daerah wisata adalah dengan bus. Dua hari di Kyoto, aku cuma beli bus pass untuk sehari aja karena city bus pass seharga 500 yen baru balik modal kalau dipakai lebih dari 2x. Di hari pertama cukup pakai Pasmo karena cuma 2x naik bis. Tarifnya flat 230 yen untuk dewasa sekali naik. Hari kedua baru beli bus pass, yang biarpun salah naik bis, bisa ganti bis lagi tanpa rugi *pengalaman*. City bus pass dibeli di hostel, peta juga disediakan.
·         Tokyo Subway Pass 48 hours


Transportasi kereta di Tokyo sebagian besar terbagi jadi 2, JR lines yang relnya di atas tanah, dan subway yang relnya di bawah tanah. JR atau Japan Railways itu milik pemerintah, sementara subway milik swasta (masih terbagi lagi jadi Toei subway dan Tokyo Metro). Karena providernya beda-beda, pass-nya juga macem-macem. Ada pass untuk kereta JR Yamanote line, ada pass untuk Toei subway, dan ada juga yang buat Tokyo Metro. Karena hari pertama di Tokyo masih dicover JR Pass, di dua hari sisanya aku memutuskan buat beli Tokyo Subway Pass 48 hours. Kenapa Tokyo Subway Pass? Karena dia mengcover Toei subway dan Tokyo Metro sekaligus, daripada aku pusing milih line kan mending yang bisa dua-duanya. Harganya 800 yen untuk 24 hours, 1200 yen untuk 48 hours, dan 1500 yen untuk 72 hours. Tokyo Subway Pass cuma bisa dibeli di Haneda atau Narita (di bagian Tourist Information), jadi enaknya pas mendarat langsung beli aja.

Fyi, tiket subway emang lebih mahal dari JR, tapi sebanding lah. Rasanya lebih cepet sampe (bawah tanah lebih minim hambatan), dan pas rush hour sekalipun nggak sepadet JR. Ampun-ampun deeh naik JR pas rush hour, bisa gepeng di dalam kereta.

·         Pasmo


Sebenernya ini bukan pass khusus, cuma kartu semacam EzLink di Singapore yang tinggal tap tiap keluar masuk stasiun atau pas turun bis. Pasmo basically kartu segala bisa, nggak cuma buat transportasi, tapi juga bisa buat belanja  di convenient store misalnya. Buatku, pasmo ini praktis, karena nggak perlu beli tiket setiap mau naik kereta. Menghemat waktu, juga menghemat yen meski nggak banyak (misal kalau beli di mesin harga tiket 140 yen, pakai pasmo didiskon sedikit jadi 137 yen). Pasmo atau Suica atau ICOCA fungsinya sama dan bisa digunakan di seantero Jepang. Pasmo atau Suica meskipun belinya di Tokyo, tetap bisa dipakai di Osaka dan Kyoto, dan sebaliknya untuk ICOCA. Pasmo dibeli di Haneda Airport seharga 3000 yen dengan 2500 yen saldo dan 500 yen deposit. Beli di mesin-mesin yang stasiun juga gampang, top up kalau saldonya sudah mau habis juga gampang. Aku pakai pasmo buat perjalanan yang nggak tercover JR Pass atau Tokyo Subway Pass.

Hostel


Cari hostel di Jepang ini tricky banget sumpah. Kompetisinya gedee! Belum lagi pilihan sesuai budget yang nggak banyak (budgetku maksimal 3000 yen per malam). Meski dari lama udah memplot mau nginep dimana-mana aja, pas udah 3 bulan sebelumnya belum tentu dapet kamar yang udah diincer. Jadi, kebanyakan hostel di Jepang baru bisa dipesan 3 bulan sebelumnya. Dari awal aku sudah berencana stay di J-Hoppers Osaka, Piece Hostel Kyoto, dan Khaosan Tokyo Original. Buat stay bulan Oktober, Piece Hostel yang paling cepet bisa dipesan, dari Mei sudah bisa. Tapi karena kurang sigap, aku nggak berhasil book female dorm buat 2 malam di sana. Terpaksa ambil satu malam di mixed dorm, baru satu malam lagi di female dorm. Rempong sih pake acara pindah kamar, tapi yaudahlah demi tetep stay di hostel inceran.

Dapet J-Hoppers Osaka sih minim drama, kamarnya baru bisa dipesan persis 3 bulan dari tanggal stay kita. Karena aku berencana stay tanggal 11 Oktober, baru bisa booking tanggal 11 Juli. Dan begitu aku beres booking, female dorm-nya udah penuh aja dong. Baru juga hari pertama bisa book, cyiin! Nah, paling rempong di Khaosan Original. Tadinya aku sudah memplot mau stay di female dorm, tapi di web hostelworld selalu muncul bed yang terisa cuma 3, padahal kita berempat. Mau booking terpisah, iya kalo seorang lagi dapet kamar. Dilematis banget. Jadi akhirnya ambil private room berdua buat dua malam. Nah, 4 malam sisanya ambil di Anne Hostel Asakusabashi yang alhamdulillah jauh lebih yoi dari Khaosan Original.

Budget


Ini dia bagian yang paling bikin stress dari persiapan trip ke Jepang. Jepang itu negara mahaaal! Begitu itinerary jadi, budget udah kebayang dan angkanya sukses bikin ternganga-nganga. Belum lagi yen lagi mahal-mahalnya, berbulan-bulan ada di angka 130 *maak!*. Budgeting kubagi jadi tiket pesawat, akomodasi, transportasi selama di Jepang, jatah makan, tiket masuk tempat wisata, sewa wifi, oleh-oleh, dan lain-lain. Pos yang menyedot anggaran yen terbesar yaitu akomodasi dan transportasi. Karena nggak ngerti lagi mana yang bisa dikurang-kurangi, akhirnya bismillah aja nabungnya yang dikuatin. Penghitungan budget dari awal penting karena di Jepang agak susah buat tuker uang (money changer belum tentu terima rupiah, bawa dollar aja kalau mau). Jumlah yen yang kubawa sudah disesuaikan hitung-hitungan uang transport, akomodasi, makan, tiket masuk tempat wisata, juga oleh-oleh. Karena kurs yen sampai 126 (ini termasuk udah lumayan turun, jadi alhamdulillah), budget keseluruhan membengkak sampai 20 juta *cryy, tapi tetap harus semangat, hap hap!*

Visa Jepang
Pengurusan visa Jepang bisa dilakukan di Kedutaan Jepang sesuai wilayah yurisdiksi masing-masing. Untuk wilayah Kalimantan Timur (aku domisili Samarinda), pengurusan visa dilakukan di Kedutaan Jepang di Surabaya. Biar praktis dan nggak perlu jauh-jauh ke Surabaya, aku ngurus visa di Dwidaya Tour Samarinda dengan biaya Rp 485.000,-. Estimasi sih 5 – 10 hari kerja visa jadi, tapi nyatanya 3 minggu baru selesai visanya. Sumpah dag dig dug! Alhamdulillah 2 minggu sebelum berangkat visa sudah di tangan.

Wifi Portable
Keliling Jepang tanpa sinyal internet? Wuiih, aku belum seberani itu! Jepang memang punya spot-spot free wifi di bandara dan stasiun-stasiun besar, tapi pas kita di tempat terpencil gimana?Untuk memperkecil kemungkinan nyasar dan stay connected dengan kerjaan dan keluarga, kita sengaja mengalokasikan dana khusus buat sewa wifi. Pilihannya banyak, bisa sewa di bandara Jepang begitu sampe, sewa wifi Jepang via online yang diantar ke bandara atau hostel kita, bisa juga sewa wifi dari Indonesia. Tadinya mau sewa wifi di globaladvancedcomm.com untuk 9 hari seharga 6150 yen, tapi Bandara Haneda tempat kita mendarat masuk area premium delivery, yang mana harus bayar 1220 yen lagi untuk ongkirnya. Mau dikirim ke hostel di Osaka, dari Haneda sampai stasiun shinkansen kalo kita nyasar gimana? Haha, akhirnya kita nggak jadi pesan wifi online. Pilihan mengerucut ke sewa wifi di Indonesia, jadi begitu sampe Jepang udah aman soal sinyal. Opsinya sewa di Jalan Tour, HIS Travel, atau Wi2Fly. Harga normal di HIS untuk paket 10 hari lumayan mahal, Rp 972.000,-. Harga Jalan Tour Rp 75.750,-/hari, deposit Rp 1.000.000,-. Dan harga di Wi2Fly Rp 70.000,-/hari, deposit Rp 500.000,-. Bisa ditebak kita pilih yang mana? Yak, tentu saja Wi2Fly yang paling murah!

Kualitas oke, speed oke, nggak ada blank spot selama di Jepang meskipun kita pergi ke Kawaguchiko dan Motegi. Ketahanan baterai juga lumayan, dalam kondisi on terus dari pagi baru minta dicharge sore menjelang malam. Cuma karena pas kita mau pergi yang sewa lagi banyak, pagi-pagi pas hari H stok wifi kosong, padahal kita udah pesen sebelumnya. Sore menjelang temen berangkat ke bandara, baru wifi router dianter. Yaampun bikin dag dig dug, drama banget deh!

Barang bawaan
Jangan bawa koper segede gaban kalau kamu masih mau hidupmu tenang di Jepang. Meskipun maskapai membebaskan kamu bawa bawaan 2 x 23 kg, jangan tergoda buat dimaksimalkan! Aku bawa yang ukuran 24” (berat sekitar 13 kg) dan nyeselnya minta ampun, setiap perpindahan kota rasanya nightmare! Gimana nggak, nggak semua stasiun di Jepang sedia eskalator atau lift (Shin Osaka dan stasiun subway di Tokyo contohnya). Kebayang dong gimana menyiksanya gotong-gotong koper naik turun stasiun? So, travel light is the best! Bawa secukupnya sesuai kebutuhan, kalau perlu buat outfit plan biar nggak ada baju yang kebawa sia-sia.

Kapan kita pergi menentukan bawaan yang perlu dibawa. Karena aku pergi bulan Oktober, pas autmn belum puncaknya, diperkirakan suhu belum terlalu dingin. Pantauan suhu beberapa hari sebelum berangkat juga kayaknya memang belum dingin, masih lebih dari 20°C. Coat yang udah kubeli pun nggak jadi kubawa (berat banget dan menuh-menuhin koper). Yang penting bawa jaket, sweater, dan kaos-kaos panjang. Selama 10 hari di Jepang, kira-kira ini yang kubawa:
·         Atasan (6 pc)
·         Bawahan (2 celana panjang, 2 rok panjang)
·         Jaket (1pc)
·         Cardigan (2pc)
·         Sweater (1pc)
·         Heattech gabut Uniqlo (2 pc)
·         Legging super gabut Uniqlo (1 pc), legging biasa (1 pc)
·         Baju tidur (2 pc)
·         Kaos kaki (3 atau 4pc)
·         Handuk (ada hostel yang berbaik hati nyediain handuk, ada juga yang harus sewa, jadi lebih aman bawa sendiri)
·         Alat mandi (sikat gigi, odol, sabun, shampoo, facial wash, deodoran); sabun shampoo kalo mau diskip bisaa, biasanya tiap hostel udah nyediain.
·         Kosmetik (krim pagi, pelembab, lipstick, lipbalm, eye liner, bedak, parfum)
·         Obat-obatan pribadi (buatku yang berguna banget anti alergi gara-gara nggak cocok udaranya)
·         Powerbank, charger handphone
·         Adaptor universal (inget, Jepang model colokannya yang pipih 2)
·         Hand sanitizer (cuma aku yang merasa perlu, temen-temenku nggak)
·         Sepatu super nyaman, ini penting banget karena kita bakalan banyaaak jalan. Aku cuma bawa sepasang sepatu Skechers, dan telapak kaki selalu riang gembira tanpa keluhan meskipun punggung rasanya kayak hampir patah.
·         Sandal jepit (yang ternyata nggak begitu perlu, 3 dari 4 hostel yang kuinapi menyediakan slippers buat mondar mandir di area hostel)
·         Cemilan (aku bawa serba coklat biar bisa lumayan ganjel sebelum makan layak)
·         Mi instan (aku bawa 2 bungkus mi rebus dan 2 bungkus mi goreng, dan rasanya masih kurang), boncabe, abon (2 item ini temen yang bawa, tapi asli membantu banget, bikin onigiri tambah enak).
·         Notes dan pulpen (buat nyatat pengeluaran sekaligus koleksi stempel khas Jepang)
·         Tumblr. Lumayan menghemat pengeluaran karena air keran di Jepang toh aman diminum.
·         Detergen (opsional kalau merasa perlu cuci baju selama di Jepang, karena nggak semua hostel nyediain detergen)

So far yang kubawa sudah sesuai kebutuhan, dan nggak ada baju yang nggak terpakai. Suhu ternyata termasuk dingiin jadi aku pake lapis-lapis (kaos panjang, heattech, baru cardigan atau sweater atau jaket). Payung aku malas bawa, dan nggak masalah karena selama 10 hari di Jepang cuma dapet 1 hari hujan (rajin-rajin liat prakiraan cuaca yang nggak pernah salah), dan hostel sudah menyediakan payung gratis buat dibawa-bawa.


Jadi, begitulah persiapan trip Jepang 2016 yang sumpah bikin stress, tapi seru! Kalo disuruh ngulang rempong-rempong begini aku mauu. Entah kenapa, belum tuntas rasanya pergi ke Jepang cuma sekali (manusia emang nggak pernah puas). BUT HEY JAPAN, I’M COMIIIIIING!!!

4 comments:

  1. Kak mau tanya dong, waktu sewa wifi di wi2fly itu baik2 aja yah ? saya mau sewa disana tapi jadi ragu, karena liat comment di instagram nya sadis2

    ReplyDelete
    Replies
    1. Barangnya sih oke2 aja, tapi mungkin servicenya yang perlu diperbaiki. Barangnya nggak ready di waktu yang kita minta, harusnya pagi dianter, sore baru nyampe, padahal udah harus jalan ke bandara. Itupun pake acara didatengin dan ditelpon2 dulu.

      Delete
  2. Kak mau Tanya nich klo Beli ticket motoGP nya kakak Beli dimana?

    ReplyDelete